"Yaudah, yuk balik!" ajak kevin pada teman-temannya.
Ina yang awalnya ingin pergi saja, malah meghentikan niatnya ketika melihat bagas yang mengeluarkan pisau lipat dari jaket hitamnya.
"HAH?!" ina membungkam mulutnya dengan kedua tangan. Dia kaget.
Matanya melirik kevin yang sedang berjalan membelakangi bagas dan teman-temannya. Melihat bagas yang ingin melukainya dari belakang, ina tak bisa tinggal diam.
"KEVIN AWAS!!!" teriak ina.
Sseeettt
Pisau itu berhasil menyentuh lengan kanan kevin.
"Bangsat!!!!" geram kevin dan langsung berbalik menyerang Bagas Dkk. Sedetik kemudian, terjadilah perkelahian anara kevin dan teman-temannya melawan bagas dan teman-temannya.
Ina menganga lebar tak percaya. Dia baru saja menyaksikan aksi pembunuhan tadi. Kakinya tak bisa digerakkan. Matanya melotot tajam menyaksikan perkelahian para cowok di hadapannya. Dia melihat kevin yang melayangkan tinjunya berkeli-keli pada bagas dengan ringan hingga akhirnya mereka tumbang dan terjatuh. Kevin yang sudah merasa puas, langsung menarik kerah baju bagas.
"Thanks karna udah mau jadi pelampiasan buat gue" ucap kevin dengan seringai mengerikan. "Lain kali...kalo loe gak mau muka loe ancur karna gue...jangan nyerang mendadak dari belakang ya. Soalnya...gue jadi lebih berniat buat ngancurin muka loe yang udah ancur" ucapnya dan langsung mendorong bagas begitu saja.
Bagas yang sudah kesakitan, langsung berdiri dibantu dengan teman-temannya yang juga sudah luka di sana-sini. Lalu mereka pergi meninggalkan tempat itu setelah memberi tatapan sengit pada kevin. Kevin yang ditatap seperti itu, hanya tersenyum miring penuh kemenangan.
Bagas naik darah. Ketika hendak keluar dari lorong itu, dia sempat melirik seorang gadis yang tadi berteriak pada kevin. Ditatapnya ina dari atas sampai bawah hingga mata keduanya bertemu. Ina yang ditatap begitu, langsung mengalihkan pandangan. Bagas tersenyum miring kearah ina dan langsung pergi dari sana.
"Wah...lengan loe sobek..." ringis rendi nyaris tanpa suara.
Kevin melirik lengan kanannya dan mengelap darahnya dengan sapu tangan yang di beri oleh rio.
"Akh...gak sakit?" tanya rio meringis ngeri.
"B aja" jawab kevin dan langsung berjalan keluar Gang. Dia sempat menoleh ina yang sedang menatapnya takut.
Rendi dan rio juga sempat meliriknya. Ina hanya menggenggam tangkai lolipop pelanginya dengan erat. Dia tak bisa berkutik.
"Itu...gak sakit?" tanya ina dengan nada hati-hati.
Kevin hanya diam. "Pulang sana!" usir kevin dan langsung pergi begitu saja sambil membekap luka di lengannya.
Rendi dan rio menoleh kearah ina yang mematung melihat kepergian kevin. Rendi melangkah menghampirinya.
"Mending loe pulang. Udah sore juga..." ucapnya pada ina yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.
***
Setelah kejadian tadi, kevin sekarang duduk di balkon kamarnya sehabis di periksa oleh dokter. Lengannya sudah di jahit karna papanya yang menelpon dokter ke rumah. Awalnya kevin menolak, tapi karna papanya terus-terusan memaksa, ya dia hanya manut. Diliriknya luka di lengannya itu. Ada sekitar 17 jahitan. Dihembusnya nafas kesal dan bangkit masuk menuju ranjang kamarnya. Duduk di ujung tempat tidur sambil merecoki ponselnya.
"Taruhan lagi ya kamu?" tanya jesson yang tiba-tiba sudah ada di ambang pintu kamarnya.
Kevin menoleh. Papanya itu menghampirinya dan duduk di sampingnya. Menatap luka kevin dengan sedikit meringis. Lalu kembali menatap mata anaknya itu.
"Sampai kapan kamu mau nyakitin diri kamu sendiri? Hah?" tanya jesson.
Kevin hanya diam dan menatap lantai kamarnya.
"Kenapa papa tiba-tiba peduli sama kevin?" tanya kevin tanpa menoleh.
"Karna kamu anak papa" jawab jesson.
"Papa baru nganggap aku anak? Setelah vino pergi dari sini?"
"Hufp! Seharusnya kamu senang"
"Kevin lebih senang lagi kalau papa gak pernah peduli sama kevin"
Jesson hanya bungkam.
"Selama ini kalian Cuma nganggap aku kayak sampah. Selalu peduli sama vino padahal aku yang lebih butuh. Selalu vino! Nah sekarang?? setelah dia udah gak ada disini, papa baru nganggap aku anak?"
"Seenggaknya papa terus transfer uang ke rekening kamu" ujar jesson.
"Uang? Papa kira aku butuh uang? Gak! Aku juga bisa cari uang sendiri! Yang aku butuh itu kalian! Kalian yang selalu manjain vino sedangkan aku? Kalian malah cuek dan gak pernah mau peduli!" ucap kevin dengan suara lantangnya.
"Ya!!! Itu karna kamu beda dari dia!!!!" balas jesson dengan suara tak kalah lantang. "Seenggaknya vino tidak pernah berbicara kasar" lanjutnya dan langsung keluar dari kamar kevin.
Kevin tersenyum miring. "Oh ya? Vino gak pernah ngomong kasar? Hahaha!" gumamnya.
***
2 minggu kemudian
Kevin POV
Gue muak sama hidup gue sendiri. Gue pengen vino mati sekarang juga.
Kini gue ada di atas gedung Fisika.
"Besok ada acara di belakang kantor gubernur. Gimana kalo kita ngetrek sama anak SMA Trisakti?" ucap rendi mengawali pembicaraan.
"Emangnya acara apaan?" tanya rio.
"Gue denger sih...kayak bazar gitu" jawab rendi.
"Gimana, vin? Pergi gak loe?" tanya rio ke gue.
"Napa nanya sama gue?"
"Ya elo kan temen kita....gimana sih loe" celetuk rio.
"Boleh juga" jawab gue singkat.
Sebenarnya, gue juga lagi bosen di rumah. Dari pada gue Cuma maen game di kamar, mending gue jalan-jalan sama mereka. Lagian juga lengan gue udah mendingan.
Author POV
Disisi lain, ina dan tasya yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing tak menghiraukan orang-orang di sekitarnya.
"Na na na! Ini ada bazar di gubernuran! Kesana yuk!" ucap tasya tiba-tiba yang memperlihatkan status di hp nya.
"Kapan tuh?"
"Besok. Kesana yuk...gue mau belanja juga soalnya...siapa tau aja malah ntar ketemu cogan"
"Yaudah. Gue juga sekalian mau beli bando unyu"
"Ok. Besok jam 5 sore gue kerumah loe. Jangan lupa bawa duit banyak!"
Sekali lagi mohon tinggal jejak dengan cara Vote and Coment

YOU ARE READING
VANA ILUSION
RomanceKamu, adalah alasan ku untuk hidup ~Baca aja dulu...ntar suka😁~