7. Menjauh?

4.3K 212 4
                                    


Vano sudah bersiap-siap menyalakan motornya, lalu segera berjalan menelusuri jalanan untuk sampai ke sekolahnya. Kemarin, Dinda mengirimi Vano pesan lagi. Tapi, Vano tidak membalasnya, entah mengapa dia sedang malas membalas pesan cewek itu.

Terkadang dia bingung, apa tujuan utama Dinda mendekatinya? Apa ada tujuan khusus? Sepertinya Vano harus lebih waspada terhadap perlakuan Dinda.

Setelah dua puluh menit mengendarai sepeda motornya, Vano tiba di SMA Nusa. Dia segera memarkirkan motornya dan berjalan menuju arah lapangan, dimana biasanya teman-temannya sedang berkumpul.

Vano mengedarkan pandangannya, tapi tidak menemukan keberadaan teman-temannya, "kemana tuh bocah?"

Vano menghela napas kasar, dan memilih untuk menuju rooftop terlebih dahulu sebelum bel masuk berbunyi. Vano berbalik tapi langkahnya berhenti saat matanya tak sengaja menatap Dinda yang kini sedang menatapnya dari arah gerbang. Sepertinya cewek itu baru datang.

Memilih untuk tidak peduli pada Dinda, Vano cepat-cepat menuju kearah rooftop.

Melihat itu, Dinda lantas mengejar Vano yang berjalan dengan cepat menuju ke rooftop. Dia heran, kenapa setelah Vano melihatnya tadi, muka Vano lantas berubah menjadi datar. Ada apa lagi dengannya?

Dinda berusaha menaiki tangga kecil yang langsung menghubungkannya kearah rooftop. Setelah berhasil, Dinda langsung menuju sofa kecil yang biasa Vano duduki saat berada disini. Tapi seketika kening Dinda mengernyit.

"Vano dimana?" Suara deheman keras terpaksa membuat Dinda berbalik dan menemukan Vano yang menatapnya dengan pandangan datar plus tajam.

Vano menatap Dinda, "kenapa ngikutin gue?"

Ditatap seperti itu membuat Dinda jadi gemetar sendiri, lalu menundukkan kepalanya dalam dalam, Dinda takut menatap mata Vano. "Mau aja ngikutin lo"

Vano menghela napas dengan kasar mendengar itu, lalu kembali menatap Dinda yang sedang menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sepertinya Vano sudah membuat Dinda takut. Tapi Vano harus melakukan ini.

"Dinda, gue terkadang bingung. Kenapa lo sepertinya berusaha banget buat deket sama gue?" Vano mengucapkan itu dengan nada yang datar, bahkan sangat datar.

"Emang salah, kalo gue mau deket sama lo" Dinda mendongak menatap Vano dengan tatapan sendunya.

Vano yang melihat itu terhenyak, tapi sedetik kemudian dia memilih mengalihkan perhatiannya, enggan untuk menatap mata Dinda.

"Salah"

Dinda yang mendengar itu, lantas segera bertanya kepada Vano, "apa salahnya?"

"Gue gak mau dideketin cewek kaya lo!" Vano mengucapkan itu dengan kejam, tanpa memperdulikan perasaan Dinda.

"Cewek kaya gimana maksud lo?" Dinda sekuat tenaga menahan air matanya, entah mengapa mendengar omongan Vano barusan, mampu menyayat hatinya, sesak rasanya.

"Cewek yang dengan begonya ngejar cowok yang gak suka sama dia!" Lagi, perkataan Vano semakin membuat hati Dinda sakit.

"Jadi lo udah tau kalo gue suka sama lo? Terus menurut lo, gue gak boleh merjuangin orang yang gue suka?" Kalimat yang barusan keluar dari mulut Dinda itu sangat jelas terdengar bergetar, Vano tau Dinda sekuat tenaga menahan tangisnya. Vano benci dengan dirinya sendiri. Dia tidak bisa melihat perempuan menangis, tapi sekarang dia penyebab cewek dihadapannya ini menangis.

Melihat Vano yang diam saja, Dinda lantas melanjutkan perkataannya.

"Kalo menurut lo itu salah, it's okey. Gue ngerti. Tapi Vano, apa lo gak bisa ngertiin perasaan gue sedikitpun? Gue susah susah buat perjuangin lo, buat bisa deket sama lo, bisa jadi temen tempat lo berbagi cerita, gue tau Van, kalo banyak kesedihan yang lo rahasiain, gue cuman mau jadi temen buat lo, yang mau dengerin keluh kesah lo, yang mau dengerin kesedihan lo, gue cuman pengen jadi temen lo doang Van!"

[#1] DEVANO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang