17. Khawatir

3.5K 163 4
                                    


Dinda memilih pulang ke rumahnya, dia lelah menunggu Vano di Apartemennya.
Kalau Vano tidak ada di apartemennya, kemana sebenarnya cowok itu pergi? Dinda tidak bisa membohongi perasaannya, dia sangat khawatir pada Vano.

Dimana sebenarnya cowok itu berada? Apa dia baik-baik saja? Dinda menghela napas pelan, tadinya dia ingin lebih lama menunggu Vano, tapi karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, terpaksa Dinda harus pulang.

Dinda menyetop taksi, lalu segera naik di taksi tersebut. Setelah beberapa menit perjalanan, Dinda sudah sampai dihalaman rumahnya.

Dinda melihat Randi yang baru saja keluar dari rumah. Dinda mengernyit bingung, saat melihat Randi membawa tas dipunggungnya.

"Heh bocah" Mendengar suara, Randi yang tengah sibuk memeriksa barangnya lantas menoleh ke belakang, dan menemukan Dinda.

"Sialan lo, ngagetin aja!" Dinda mendengus mendengar ucapan Randi.

"Mau kemana lo?"

"Puncak" Dinda melebarkan matanya saat mendengar ucapan Randi. Puncak?

"Seriusan lo?" Randi hanya mengangguk.

"Bareng siapa?" Tanya Dinda kepo.

"Temen-temen gue lah" Dinda menganggukkan kepalanya.

"Udah izin sama---" Belum selesai ucapan Dinda, Randi memotong ucapannya.

"Udah, bawel amat lo. Udah ah, gue dah mau jalan nih. Lo hati-hati dirumah!" Dinda menghela napas pelan, lalu segera mengangguk.

"Hati-hati" Randi tersenyum dan mengangguk. Setelah itu dia segera menjalankan motornya.

Dinda segera masuk ke dalam rumahnya, sepi. Sekarang, Dinda lebih sering ditinggal sendiri. Orang tuanya sekarang sering keluar kota. Abangnya juga selalu pulang larut malam. Terkadang, Dinda rindu suasan rumah dulu, yang selalu ramai. Dinda lagi dan lagi menghela napas pelan, dia tidak boleh sedih. Dia harus mengerti pekerjaan orang tua dan abangnya.

"Eh Non Dinda udah pulang?" Suara itu, terpaksa membuat Dinda menoleh dan menemukan Bi Asih, pembantu rumah tangganya.

Dinda tersenyum sambil menatap Bi Asih, "Iya Bi"

"Non mau langsung makan atau mandi dulu?" Bi Asih menatap Dinda yang sepertinya sedang bersedih.

"Dinda mau mandi dulu Bi, nanti malem baru makan" Bi Asih hanya mengangguk, sambil memperhatikan Dinda yang sekarang sedang menuju kamarnya. Bi Asih menatap Dinda dengan kasihan, pasti dia sedang sedih karena sekarang sering ditinggal sendiri. Sabar yah non.

Dinda membuka pintu kamarnya, dan menaruh tasnya sembarangan. Hari ini dia sangat lelah. Dinda menghela napasnya pelan lalu membaringkan tubuhnya. Menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan beberapa hal yang mengganggu pikirannya, termasuk Vano.

Seharian ini Dinda tidak bisa tenang, pikirannya selalu fokus dengan Vano. Menghilangnya Vano secara tiba-tiba membuat Dinda khawatir.

Apa jangan-jangan Vano marah karena kemarin gue tinggal tidur?

Dinda menggelengkan kepalanya keras-keras saat sebuah pertanyaan bodoh melintas dipikirannya.

Dinda mengambil ponselnya, lalu mencoba mengirimi Vano pesan.

*Line

Adinda Ka_ : Vano?
Adinda Ka_ : lo dimana?
Adinda Ka_ : kenapa tiba-tiba ngilang?
Adinda Ka_ : lo marah sama gue?
Adinda Ka_ : bales dong:(
Adinda Ka_ : yaudah kalo ga mau bales.
Adinda Ka_ : cepet pulang yah
Adinda Ka_ : gue kangen;)

[#1] DEVANO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang