31. Haruskah seperti ini? (END)

2.8K 94 26
                                    


-Happy Reading-

Vano baru saja memarkirkan motornya di depan gerbang rumah Dinda. Setelah mendengar ucapan Anita tadi, dia langsung keluar dari rumah sakit dan memilih untuk pergi ke rumah Dinda. Vano menatap rumah yang ada didepannya ini dengan pandangan yang sulit terbaca. Dia menghela napas pelan, kenapa setelah semuanya membaik, dia harus mendapat masalah yang justru jauh lebih berat? Vano merasa dunia tidak adil memperlakukan dirinya.

Jujur, Vano tidak tau harus bagaimana sekarang. Dia bimbang, haruskah dia ikut ke jerman atau tetap disini? Tapi Vano tidak akan membiarkan Ayahnya disana tanpa dirinya, pasti Ayahnya juga membutuhkan Vano. Tapi apakah Vano sanggup meninggalkan Dinda? Tidak, Vano benar-benar tidak sanggup. Vano mengerang, kepalanya benar-benar pusing sekarang.

Vano mendongak menatap balkon kamar Dinda, lampu kamar Dinda belum mati, menandakan perempuan itu belum juga tidur. Vano ingin masuk, tapi rasanya dia tidak sanggup. Dia takut mengambil keputusan. Sekarang mungkin waktunya untuk Vano mengistirahatkan pikirannya terlebih dahulu.

Vano lantas menaiki motornya, lalu bergegas menuju apartemennya. Meninggalkan pekarangan rumah Dinda dengan pikiran kacau.

Setelah dua puluh menit lamanya dia membelah jalan dalam kegelapan, Vano akhirnya sampai di apartemennya. Dia membaringkan tubuhnya dikasur yang ada di kamarnya. Menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan keputusan apa yang harus dia ambil.

Tidak lama kemudian, Vano telah memutuskan keputusan apa yang harus dia ambil. Vano tersenyum miris, seolah keputusan yang dia ambil dapat membuat seseorang merasakan sakit. Tapi Vano tidak tau harus berbuat apa, mungkin ini yang terbaik.

Setelah tau keputusan apa yang dia ambil, Vano mulai memejamkan matanya, ingin mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

***

Hari ini, hari sabtu. Hari yang cukup disukai banyak orang, termasuk Dinda. Cewek itu sekarang sedang tiduran malas dikasurnya, sudah jam delapan pagi tapi rasanya Dinda malas untuk bangun dan mandi. Rasanya dia sangat nyaman berada dikasur empuknya ini.

Seakan mengingat sesuatu, Dinda lantas mengambil ponselnya dan memeriksa pesan yang masuk. Hanya ada beberapa dari Anggi dan Alya, serta teman-temannya yang lain. Tidak ada dari Vano. Catat, tidak ada!

Dinda menghembuskan napasnya kasar, dari semalem Vano belum mengabarinya sama sekali. Padahal cowok itu sudah janji, jika dia sampai dirumah sakit, dia akan mengabari Dinda. Tapi sampai sekarang, Vano masih saja belum mengabarinya. Padahal kan Dinda ingin tau keadaan Om Raihan. Memilih untuk tidak terlalu memikirkannya, Dinda bergegas bangun dan memilih mandi terlebih dahulu.

Setelah mandi dan memakai pakaian santai rumahan, Dinda lantas turun ke lantai bawah. Saat sampai dilantai bawah, Dinda melihat Aldi, abangnya. Aldi sedang duduk di meja makan sambil mengotak atik laptopnya, mungkin urusan kantor.

"Bang" panggil Dinda saat sudah duduk disebelah abangnya.

"hm" Aldi menyahut

"Mama sama Papa kemana bang?" tanya Dinda sambil menatap Aldi yang masih saja sibuk dengan laptopnya.

setelah mendengar pertanyaan Dinda, Aldi menatap adiknya itu. "Mama sama Papa ke Bandung, tiga hari baru balik" mendengar itu, membuat dahi Dinda mengernyit.

"Ngapain ke Bandung?" Aldi berusaha sabar, karena Dinda yang banyak bertanya membuat pekerjaan kantornya tidak selesai-selesai.

"Jengukin nenek sama kakek. Udah ya, kamu jangan banyak tanya. Ini Abang lagi fokus ngerjain pekerjaan. Udah sana, kamu sarapan terus balik ke kamar kamu." ucap Aldi panjang lebar.

[#1] DEVANO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang