19. Berbagi Luka

3.7K 177 13
                                    


Vano menunggu Dinda untuk melepaskan pelukannya. Dinda sudah tidak menangis lagi, tapi entah kenapa dia tidak ingin melepaskan pelukan nyaman Vano. Dinda sangat merindukan laki-laki ini. Padahal baru satu hari mereka tidak bertemu.

"Din? Masih nyaman meluk gue?" Tanya Vano sambil terkekeh pelan.

Mendengar ucapan Vano, membuat Dinda melepaskan pelukannya lalu menatap Vano kesal. Vano ini tidak mengerti suasana saja.

Melihat muka kesal Dinda, membuat Vano tersenyum. Sepertinya dia juga kangen melihat muka kesal Dinda seperti ini. "Gak usah cemberut gitu" ujarnya sambil menyentil pelan kening Dinda.

Dinda memandang Vano serius, "Dari mana aja lo seharian ini?" tanya Dinda sambil melipat kedua tangannya.

Vano yang mendapat pertanyaan seperti itu dari Dinda lantas mengernyitkan dahinya pelan, lalu segera menghela napas pelan. "Lo mending bersih-bersih deh, dekil banget" ucap Vano sambil memperhatikan Dinda dari atas sampai bawah.

Dinda mendengus keras, "Mau ngalihin pembicaraan? Gak mempan!"

"Gue serius. Nanti gue cerita, tapi lo mandi dulu sana. Bau banget" Vano mengucapkan itu dengan tangan yang sudah bertengger dihidungnya.

Melihat perlakuan Vano membuat Dinda makin kesal. Dia berbalik dan segera melangkahkan kakinya untuk kekamarnya. Vano yang melihat tingkah Dinda hanya mampu terkekeh geli, entah mengapa dia sangat senang melihat muka kesal Dinda.

Vano berjalan menuju ruang tamu Dinda. Dari tadi dia disini, dia tidak melihat anggota keluarga Dinda. Papa, Mama, dan Abang Dinda. Hanya sepi yang Vano rasakan.

Setelah 10 menit menunggu Dinda, akhirnya gadis itu selesai mandi. Vano sekarang melihat Dinda berjalan kearahnya dengan tampilan yang lebih fresh. Dinda terlihat lebih cantik dimata Vano.

Saat tiba dihadapan Vano, Dinda langsung duduk disamping cowok itu. "Ayo cepet cerita!" Ujar Dinda.

"Lo gak laper?" Mendengar pertanyaan Vano, membuat Dinda ingin meremas muka ganteng Vano. Sepertinya Vano sengaja mengulur waktu untuk bercerita.

"Gak!" Ucap Dinda sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

"Tapi gue laper. Makan diluar yuk?" Ajak Vano.

Dinda menganga lebar-lebar mendengar ucapan Vano. Apa tadi yang Vano bilang? Laper? Dinda mengalihkan pandangannya kearah meja kecil dihadapan mereka. Disana banyak terlihat bungkusan snack dan minuman. Dinda yakin, Vano yang memakan itu. Tapi kenapa cowok itu masih mengatakan kalau dia laper? Sepertinya benar, Vano sengaja mengalihkan pembicaraan ini.

"Vano serius deh! Lo udah makan sebanyak ini, dan lo masih laper? itu perut apa penampungan air?" Dinda mengucapkan itu dengan wajah yang sungguh menyiratkan kekesalan yang sangat. Bagaimana tidak? Dia merasa dipermainkan oleh Vano.

Melihat Dinda yang sepertinya sudah benar-benar kesal, membuat Vano menghela napas pelan. Dia memang sengaja mengulur waktu, dia ingin meyakinkan dirinya kalau dia benar-benar ingin menceritakan semua masa lalunya pada Dinda. Dan sepertinya keputusan Vano sudah bulat, dia ingin bercerita.

Vano memandang Dinda serius, "Sebelum gue cerita, gue mau kasih tau lo, kalau seharian ini gue ke Bogor, rumah nenek gue. Maaf udah bikin lo khawatir. Dan gue juga mau bilang sama lo Din. Apapun yang lo dengar nanti, gue mohon tetap tinggal. Tetap tinggal disamping gue, tetap nemenin gue kaya kemarin-kemarin. Gue mohon Din."

Mendengar ucapan Vano, membuat Dinda tersenyum tulus ke arah cowok itu. "Gue janji Van, gue bakal tetap tinggal. Gue gak akan pergi dan ninggalin lo sendirian." Ujarnya.

Vano tersenyum, lalu memandang Dinda intens. Vano sudah benar-benar siap bercerita sekarang kepada Dinda. Semuanya. Dimulai saat Vano pertama kali bertemu dengan perempuan itu. Perempuan yang sudah merenggut kebahagiaannya.

[#1] DEVANO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang