8. Benar-benar Menjauh

4.1K 192 17
                                    


Setelah menjalankan Sholat Shubu, Dinda bersiap-siap untuk mandi. Dia bersyukur Kedua orang tuanya mengajari Dia dan abangnya untuk tetap beribadah kepada Allah. Yah, walaupun terkadang sholat Dinda masih bolong-bolong. Tapi dia tetap berusaha untuk memperbaiki sholatnya.

Setelah mandi, Dinda lantas menyiapkan seragam sekolahnya, lalu merias diri di cermin. Setelah semua siap, Dinda segera turun kebawah dimana Papa, Mama, dan abangnya berkumpul.

"Pagi semuaaaa" Sapa Dinda ceria, seakan semuanya sedang baik-baik saja.

"Pagi dek"

"Kamu mau berangkat bareng papa gak dek?" Papa Dinda melipat koran, lalu menatap putri cantiknya itu.

"Gak usah Pah, Dinda mau naik sepeda aja." Aldi melirik Dinda yang sedang tersenyum menatap Mama dan Papanya.

Fake smile. Lo pinter banget nyembunyiin kesedihan lo dek.

Mama Dinda menatap anaknya dengan heran, "Loh? Tumben kamu mau naik sepeda dek?"

Dinda cengar cengir gak jelas, "Pengen aja mah hehe"

Mama Dinda memilih mengangguk, toh percuma jika dia melarang Dinda, pasti anak itu tetep kekeuh ingin naik sepeda.

Setelah sarapan, Dinda bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Sebelum itu, dia pamit kepada kedua orang tuanya dan Bang Aldi. Lalu segera menuju dimana biasa dia menyimpan sepedanya.

Dinda mengendarai sepedanya dengan semangat, dia memilih melupakan masalahnya dengan Vano sebentar.

Setelah 15 menit mengendarai sepedanya, Dinda sudah sampai di SMA Nusa. Dinda lantas segera memarkirkan sepedanya disamping pos satpam.

"Pak abuu, Dinda nitip sepeda yah" Dinda memanggil Pak abu, yang notabennya satpam disekolah itu.

"Siap neng" Pak Abu mengangkat jempolnya kearah Dinda.

Dinda terkekeh, lantas segera berbalik. Dia melihat Anggi yang baru memasuki gerbang. Tidak lama kemudian, dia juga melihat Alya yang baru saja turun dari mobilnya, Anggi dan Alya berjalan berdampingan menuju kelas. Melihat itu, Dinda segera mengejar kedua temannya itu.

"Hoiiii" Dinda menepuk punggung Anggi dan Alya.

"Astafirullah Dinda! Ngangetin aja ih" Alya kesal setengah mati pada Dinda.

Anggi dan Dinda terbahak melihat wajah kesal Alya yang entah mengapa terlihat lucu dimata mereka.

Anggi menatap Dinda, "Dari mana lo? Kok gue gak lihat digerbang tadi?"

"Dipos satpam. Simpen sepeda dulu" Alya dan Anggi mengernyit bingung.

"Lo naik sepeda?" Alya menatap Dinda.

"Ho'oh" mereka memasuki kelas yang sudah cukup ramai.

"tumben amat" Anggi menatap Dinda dengan wajah bingungnya.

"Pengen naik sepeda aja sih, seru tauu" Anggi dan Alya mengangguk.

Anggi memperhatikan Dinda, tepatnya kearah mata Dinda. Merasa diperhatikan, Dinda menoleh kearah Anggi lalu mengernyit bingung, "kenapa? ada yang salah sama penampilan gue?"

"Mata lo kenapa bengkak?" Mampuss!

Dinda menghela napas.

"Ini, tadi malem kan gue nonton drakor trus tuh--" Dinda menatap Anggi yang sekarang menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Yang jujur!" Dinda mendengus keras.

"Apa sih Din salahnya buat jujur? Lo anggep gue sama Anggi apa sih? Gue sama Anggi selalu perhatiin lo akhir-akhir ini, kita tau lo ada masalah kan? Bang Aldi kemarin nelfon gue dan ceritain semuanya. Apa susah banget buat lo untuk ceritain masalah lo sama kita? Kita itu sahabat lo Dinda. Apa lo gak anggap kita saha--" Dinda menggelengkan kepalanya kuat, sambil menahan air matanya, dia gagal untuk menutupi semua kesedihannya.

[#1] DEVANO (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang