26. Berita Buruk

51 4 0
                                    

Sejenak Gebi melupakan fakta bahwa dia bertemu dengan papanya bersama wanita yang dia liat saat di cafe. Gebi tengah asik memilih novel yang menurutnya seru. Dia mebolak-balikan novel tersebut untuk melihat covernya yang menarik dan membaca blurb di halaman belakang novel.

Bilal melihat Gebi yang antusian seperti itu tersenyum. Dia menghela napasnya. "Gimana bisa gue enggak tertarik sama lo, Bi." Bilal bergumam pada dirinya sendiri.

"Apa, Bil? barusan lo bilang apa?" Udin yang berada di sebelah Bilal mendengar samar apa yang ditakan olen sahabatnya itu. Dia bertanya untuk memastikan apa yang dia dengar.

"Hah...." Bilal gelagapan, dia tidak menyangka Udin akan mendengar perkataannya. Menurut Bilal, dia mengatakan itu dengan sangat pelan. Tetapi ternyata Udin masih mendengar juga. Ini telinga Udin yang luar biasa atau Bilal yang memang tidak sadar mengatakan itu cukup untuk di dengar Udin.

"Bukan apa-apa kok, Din." Bilal mencoba meyakinkan Udin.

Udin yang memang dasar tidak pedulian tidak melanjutkan bertanya. Dia mengangkat bahunya acuh. Lalu dia kembali fokus melihat komik-komik yang berjejer di rak buku. Tidak menemukan apa yang ingin dia beli, Udin berpindah ke rak yang lain.

Bilal bernafas lega saat Udin pergi. Hampir saja dia ketahuan menyukai Gebi. Bukannya dia tidak mau bercerita, tetapi kalau orang yang ingin dijadikan tempat bercerita seperti Udin, lebih baik tidak usah cerita saja. Itu pilihan yang sangat tepat.

Bilal menghampiri Gebi yang masih asik memilih novel. Sampai di sebelah Gebi, Bilal memilih tidak bersuara. Dia melihat Gebi yang masih terus memilih novel. Dia juga tidak menyadari kehadiran Bilal yang tepat di sampingnya.

"Ehm...." Bilal berdehem untuk menyadarkan Gebi akan keberadaannya.

Gebi mengabaikan deheman Bilal. Dia masih membaca bulrb novel yang saat ini sedang dipegangnya.

"Ehm...." Billa berdehem lagi, tapi ini sedikit lebih keras. Dia berpikir Gebi tidak mendengar dehemannya yang pertama.

"Ngapain lo ehm-ehm terus?" Gebi bertanya tanpa melihat Bilal. Dia tau akan keberadaan Bilal yang di sampingnya. Dia memilih mengabaikan Bilal dari pada harus mengalihkan tatapannya dari novel-novel di depannya. Jika bertemu novel Gebi akan lupa segalanya. Bahkan dia lupa kalau saat ini bisa saja jantungnya berdebar dengan cepat.

Bilal tersentak kaget, dia pikir Gebi tidak tau akan kehadirannya. Tetapi ternyata dia salah. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia meringis menyadari kebodohannya.

"Ngapain, Bi?" Bilal berusaha mencairkan suasana agar tidak canggung. Tapi dia salah bertanya, jelas dia tau kalau Gebi sedang memilih novel tapi masih di tanya olehnya. Bilal merutuk dirinya sendiri.

"Bagus yang ini atau ini?" Gebi balik bertanya, dia menunjukkan kedua novel yang ada tangannya sekarang. Dia bingung harus memilih yang mana. Ingin membeli keduanya tetapi uang tidak mencukupi. Dia tidak membawa uang sepatunya, yang di bawa hanya uang sisa dia jajan di sekolah hingga terkumpul. Dan uangnya tidak akan cukup jika membeli dua.

Bilal tidak tau selera Gebi seperti apa. Dia memilih yang kanan karena menurutnya, cover yang ada di kiri tidak menarik baginya.

Gebi mengangguk, lalu meletakkan kembali novel yang di tangan kanannya ke rak buku. Dia memilih akan membeli novel yang ada di kiri. Dia mengambil buku karya Alnira yang ada di sebelah novel yang barusan dia letakkan.

Bilal yang melihat Gebi menaruh kembali novel yang dia pilih mendengus malas. Bola matanya dia putar, ngapain nanya kalau tetap milih pilihannya sendiri pikir Bilal.

Gebi beranjak dari sana untuk menghampiri Sasa yang masih memilih buku yang dia cari. Di sebelah Sasa ada Udin yang fokus mencari buku. Seketika mereka berdua akur, tapi mungkin hanya seperti saat ini.

Gebi #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang