18. Pikiran Konyol

57 5 0
                                    

Gebi berbaring di atas tempat tidurnya. Sesekali dia menggulingkan badannya ke kiri kemudian ke kanan. Pikirannya melayang dengan kejadian saat Bilal memberikan kejutan ulang tahunnya. Mereka bukan teman, musuh juga bukan. Tapi kenapa Bilal melakukan ini semua untuknya.

"Kenapa dia jadi gini ya?" Gebi bergumam pada dirinya sendiri. "Kalau gue baper gimana dong."

Gebi bangkit dari tidurnya menjadi duduk. Dia memukul-mukul pipinya pelan. "Jangan sampai gue baper sama dia." Gebi menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tapi... kenapa dia mau repot-repot buat kejutan? jangan-jangan dia suka gue." Gebi menyimpulkan isi pikirannya sendiri. Tangannya ditopangkan di atas dagu. Sesekali jarinya mengetuk-ngetuk dagunya.

"Mikir apa sih lo, Geb." Dia memukul kepalanya beberapa kali.

Gebi kembali berbaring di atas tempat tidurnya. Dia mengambil guling untuk menutup mukanya, lalu di bukanya.

"Tapi bisa jadi dia naksir gue 'kan?" Gebi bertanya lagi pada dirinya sendiri dengan percaya diri dengan mengatakan Bilal suka padanya.

"Gila lo, Geb." Gebi mengutuk dirinya sendiri. "Enggak mungkin lah dia naksir sama gue. Tapi... udah ah bodo amat aja lah kan ya," kata Gebi untuk menyudahi pemikiran konyolnya. Lama-lama dia takut percaya bahwa Bilal benar-benar menyukainya.

Gebi mencoba memejamkan matanya untuk tidur, besok dia harus sekolah. Beberapa detik kemudian dia membuka matanya.

"Sialan lo, Bilal," desis Gebi kesal. "Gue enggak bisa tidur."

****

Gebi berjalan menyusuri koridor untuk menuju kelasnya XI Ipa 1. Sepanjang perjalanan menuju kelas Gebi menguap sudah lebih lima kali. Kantung matanya juga kelihatan hitam, tampaknya Gebi tidak tidur dengan benar tadi malam.

"Hoi...." Sasa dari belakang menepuk bahu Gebi untuk mengejutkannya.

"Kurang ajar lo, Sa." Gebi kesal karena Sasa berhasil mengejutkannya.

"Lo semalam dibawa kemana sama, Bilal?" Sasa bertanya penasaran. Mukanya sudah menampilkan raut ingin tau.

"Enggak kemana-mana kok," kata Gebi berbohong. Dia belum ingin bercerita dengan Sasa tentang kejutan yang diberikan Bilal terhadapnya.

Gebi takut Sasa akan bertanya lebih, dan dia juga sedang malas untuk bercerita. Gebi masih menguap, cara dia berjalan juga kelihatan tidak bersemangat. Bahunya turun tidak seperti biasanya.

Sasa yang memperhatikan Gebi seperti itu bertanya "Lo kenapa,Geb? kok kayak enggak ada semangat hidup gitu?"

Gebi melihat ke arah Sasa "Kurang tidur gue, Sa. Mata gue enggak mau merem semalam," keluh Gebi kepada Sasa yang sedang mengernyitkan dahinya.

"Loh, kok bisa?" Sasa bertanya dengan menatap heran Gebi. Salah satu keahlian Gebi adalah tidur selain tidak mandi ke sekolah. Jangan tanya Sasa tau dari mana kebiasaan Gebi tersebut. Mereka sudah kenal dari dalam kandungan jadi wajar saja dia tau banyak tentang Gebi.

Gebi mengangkat kedua bahunya tanda tidak tau. Sasa yang melihat respon Gebi seperti itu menatapnya sinis, tapi dia tidak bertanya lagi kepada Gebi.

Mereka berjalan dengan pikiran masing-masing. Gebi yang memikirkan Bilal, dan Sasa tidak tau harus memikirkan apa. Mereka sampai di depan pintu kelas. Suasana kelas sudah ramai bahkan seperti pasar.

"Woy... liat pr Matematika dong," Udin berteriak di dalam kelas. Kemudian dia ikut menimbrung dikerumunan teman-teman mereka yang sedang menyalin.

Rafi sang ketua kelas juga tidak mau kalah. Dia ikut dengan Udin untuk mencontek jawaban dari buku Caca. Padahal belum tentu jawaban Caca benar, tapi mereka tidak ambil pusing. Yang mereka pikirkan adalah selesai.

Gebi dan Sasa meletakkan tas mereka ketika sudah sampai di kursi kemudian mereka duduk. Untungnya Gebi dan Sasa termasuk anak yang rajin dalam mengerjakan pr. Walau pun otak mereka pas-pasan, tapi setidaknya mereka mencoba menjadi siswi yang baik.

Gebi melihat Bilal masuk ke dalam kelas. Dia langsung menunduk tidak mau menatap Bilal. Dia tidak tau harus bersikap seperti apa. Setelah semalam malu-maluin dirinya sendiri di hadapan Bilal. Gebi mengingat kembali saat Bilal mengucapkan "Selamat ulang tahun, Bi" dan Gebi hanya melongo.

Setelah sadar dia langsung menutup mulutnya yang sudah kering karena kelamaan dibuka. Saat Bilal menyuruhnya meniup lilin Gebi malah ingin memotong kue itu. Dia salah tingkah di tatap oleh Bilal. Jantungnya juga berdetak dengan cepat, dia takut Bilal akan mendengarnya.

Setelah meniup lilin Gebi mundur karena takut Bilal mendengar detak jantungnya. Masih terus mundur kaki Gebi tersandung kaki kursi yang ada di belakangnya. Akibatnya Gebi terjatuh ke bawah, Bilal yang melihat itu kaget lantas setelah itu tertawa melihat muka Gebi yang konyol. Gebi malu dan dia hanya menunduk. Sakitnya sih tidak seberapa tapi malunya luar biasa bagi Gebi.

Gebi tersadar dari lamunanya, karena mengingat hal itu muka Gebi bersemu. Sasa yang aneh melihat Gebi menutup mukanya menatapnya bingung. Di dalam hati Sasa berkata "Dia kenapa sih?". Sasa tidak ingin bertanya dengan Gebi karena bakalan di kacangi seperti tadi. Jadi dia memilih membuka ponselnya untuk melihat Oppa-oppanya.

Gebi mendongak ke depan, matanya bertemu dengan mata Bilal yang duduk didepannya. Muka Gebi bertambah merah karena Bilal juga sedang menatapnya. Dia langsung mengalihkan tatapannya ketika melihat Bilal seperti menahan tawa.

"Sialan...," desis Gebi pelan. "Pasti dia inget kejadian semalam," Gebi mengutuk dirinya sendiri. Sesekali dia bergumam bodoh sambil memukul-mukul kepalanya yang tidak bersalah.

Bel berbunyi, kelas pasa heboh karena mereka belum selesai menyalin pr. Apa lagi Udin yang baru bergabung. Dia dengan frustasi menulis dengan cepat tanpa peduli tulisannya bisa dibaca atau tidak. Yang penting selesai.

Caca yang kembali dari koperasi membeli pena berteriak. "Wooy... Bu Dian udan jalan kesini."

Setelah mendengar teriakan Caca mereka tambah heboh. Rafi sang ketua kelas tidak memperdulikan bawahannya yang harusnya sudah berbaris. Dia masih terus menyalin pr tersebut. Tidak sengaja dia menyenggol lengan Udin yang masih menulis.

"Bazeng lo ya, Fi," kata Udin kesal karena bukunya tercoret. "Minjem tip-x woy," teriak Udin kepada seisi kelas. Tapi tidak ada yang meresponnya karena mereka fokus menyalin pr.

Udin menggerutu kesal karena di kacangi. Tidak peduli dengan coretan yang ada dibukunya, Udin melanjutkan tulisannya yang belum selesai.

Caca yang berdiri di depan kelas berteriak lagi. "Bu Dian udah sampai kelas Xl Ipa 3 woy."

Mendengar teriakan Caca lagi mereka bertambah grasak-grusuk. Mereka berlomba-lomba menulis dengan cepat seolah di kejar anjing galak.

Bilal yang melihat Udin gelisah karena belum selesai tertawa keras melihat Udin seperti itu. Jujur saja melihat orang susah itu kesukaan Bilal.

"Kapok lo, Din," teriak Bilal untuk mengganggu konsentrasi Udin. "Makanya kerjain di rumah, bahlul sih ente," teriak Bil lagi sambil tertawa.

"Berisik lo anak Pak Mario," teriak Udin kesal.

"Bu Dian udah dekat woy... baris-baris," teriak Caca lagi. Dia seolah penjaga pintu sekaligus ketua kelas yang harus menyuruh mereka berbaris.

"Alhamdulillah," teriak mereka semua setelah selesai menyalin pr dari buku Caca.

****

Maaf typo dan segala kekurang yang ada di dalam cerita ini.

Dumai, 4 April 2018

Gebi #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang