"Geb!! Gebi!!" Sasa memanggil Gebi dari tadi, tapi sahabatnya itu tidak merespon ketika dipanggil.
Sasa mengibaskan telapak tangannya di depan mata wajah Gebi yang duduk disebelahnya. Mereka saat ini berada di kelas. Bel istirahat sudah berbunyi, dan Sasa dari tadi memanggil Gebi untuk mengajaknya ke kantin.
"Geb!!" Sasa menggoyang lengan Gebi karena kibasan tangannya tidak mendapat respon apa pun.
Gebi tersenyak kaget mendapat sentuhab dari Sasa. Dia menatap Sasa linglung kemudian bertanya. "Hah? kenapa, Sa?"
Sasa menatap Gebi curiga, ada apa dengan sahabatnya ini. Tidak biasanya dia seperti ini. Sasa yang memperhatikan Gebi dari mulai mata pelajaran pertama terus melamun. Untungnya dia tidak ditegur guru yang sedang mengajar.
"Lo kenapa sih?"
"Hah? gue? gue enggak apa-apa kok." Gebi berusaha meyakinkan Sasa, dia belum siap bercerita dengan sahabatnya ini. Mungkin kalau sudah waktunya Gebi akan berbicara dengan Sasa.
"Bohong!! keliatan banget muka lo itu kenapa-kenapa." Sasa menebak tepat sasaran. "Cerita ke gue kali, Geb. Lo enggak percaya sama gue?" Sasa bertanya dengan muka sedih.
Gebi yang melihat raut muka Sasa berubah menjadi sedikit tidak enak. Dia ingin bercerita tetapi dia masih belum bisa. Masalahnya kali ini cukup rumit, dan dia juga belum tau apa-apa selain keinginan orang tuanya yang bercerai. Jadi dia belum bisa menceritakan apa-apa.
"Nanti kalau gue udah siap, gue bakalan cerita ke lo kok."
"Yaudah deh," pasrah Sasa, dia tidak ingin memaksa Gebi yang akhirnya nanti menjadi tertekan. Mungkin Gebi masih membutuhkan waktu pikir Sasa.
"Ke kantin yuk!" Sasa mengajak Gebi. Dia berdiri dari kursinya lalu menyeret Gebi keluar kelas. Dia tidak peduli respon Gebi, yang dia pedulikan sahabatnya ini harus makan.
*****
Gebi dan Sasa duduk di kantin sambil menikmati bakso mereka. Lebih tepatnya, Sasa yang menikmati sementara Gebi hanya mengaduk-aduk bakso yang berada di mangkuknya. Sasa yang melihat itu menghela napas. Berulang kali dia menyuruh Gebi untuk makan, tetapi dia hanya mengangguk saja tanpa menyuapkan bakso ke dalam mulutnya.
"Hoooy...," sapa seseorang sambil menggebrak meja.
Sasa yang mendengar itu tentu saja dia terkejut. Tiba-tiba dikagetkan, untung saja dia tidak punya penyakit jantung. Sasa melihat garang seseorang yang menggebrak meja tempat dirinya dan Gebi makan.
"Udin kurang ajar!!" maki Sasa kesal kepada Udin yang sudah membuatnya terkejut. Sementara Udin hanya cengengesan tidak jelas.
Bilal tidak peduli dengan Sasa dan Udin yang sedang bertengkar. Matanya menatap Gebi yang dari tadi tidak terganggu dengan keributan yang di buat oleh Sasa dan Udin. Gebi menunduk dan masih mengaduk-aduk baksonya. Sesekali dia menghela napas panjang, seolah beban yang dia tanggung melebihi yang seharusnya dia tanggung. Tentu saja tingkah laku Gebi ini membuat Bilal bertanya-tanya.
"Dia kenapa?" Bilal bertanya pada Sasa yang sudah tidak bertengakar dengan Udin tanpa suara.
Sasa hanya menggeleng. Dia juga tidak tau. Gebi belum menceritakan apa pun padanya. Udin yang berada di sebelah Sasa juga menatap Gebi bingung. Biasanya Gebi akan mengoceh dengan Sasa, tidak seperti ini menjadi pendiam.
"Bi...," panggil Bilal lembut. Tetapi sayang, Gebi tidak mendengarnya.
"Bi...." Bilal memanggil Gebi dengan menyentuk bahu Gebi.
Gebi tersentak, dia melihat sudah ada Udin dan Bilal di mejanya. Sungguh dia tidak menyadari kehadiran mereka. Gebi melihat bingung mereka saat ini, pasalanya ketiga orang itu sedang menatap Gebi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gebi #ODOCTheWWG
Novela Juvenil[BELUM DIREVISI] Ini lucu, sungguh menggelikan, di saat aku berjuang untuk mendapatkan sesuatu malah orang lain yang mendapatkan. Bukankah takdir ini lucu. Gebi salah satu siswi di SMA Harapan Jaya, sekarang duduk di bangku XI Ipa 1. Kebiasaan Gebi...