23. Salah Paham

50 5 0
                                    

Hari ini hari minggu waktunya bersantai. Tapi berbeda dengan Gebi yang sekarang sudah siap-siap pergi. Dia akan mengerjakan tugas kelompok bersama Bilal dan Udin setelah sepakat pukul dua siang mereka harus sudah ada di rumah Udin. Mereka memutuskan mengerjakan di rumah Udin saja. Atau lebih tepatnya Udin yang mempromosikan rumahnya.

Suara klakson terdengar. Gebi keluar dari rumah lalu mengunci pintu rumahnya. Mama dan papanya sedang pergi ke rumah neneknya yang masih di daerah Bandung juga.

Gebi menghampiri Bilal yang sudah di depan rumahnya. Lalu dia mengambil helm yang di berikan Bilal. Sebelumnya Gebi menolak pergi bersama Bilal, dia takut tidak bisa mengendalikan detak jantungnya. Tapi karena dia tidak tau rumah Udin jadi sekarang dia bersama Bilal.

Gebi memasang pengait helmnya. Dia kesusahan untuk mengaitkannya seperti ada yang mengganjal. Dia memajukan bibirnya karena tidak berhasil.

Bilal yang melihat Gebi sperti itu gemas sendiri. Dia meraih pengait yanga sedang di pegang Gebi, lalu mengaitkannya tanpa menyingkirkan tangan Gebi yang masih berada disitu.

Gebi yang mendapat tangan Bilal sedang menimpah tangannya tegang seketika. Jantungnya mulai berekasi dengan cepat. Dia langsung menjauhkan tangannya untuk mengurangi detak jantung yang sesang menggila hanya karena sentuhan ringan dari Bilal.

Bilal menatap Gebi dalam. Dia merapikan anak rambut Gebi yang keluar dari helm. Setelah selesai Bilal masih menatap Gebi dengan perasaan yang sulit Gebi artikan.

"Ehm...." Gebi mencoba mencairkan suasana yang canggung. Canggung menuruf Gebi tidak tau dengan Bilal. Bisa jadi dia menikmati moment seperti ini.

"Udah? enggak ada yang lupa?" tanya Bilal masih menatap Gebi dengan lembut. Tangannya susah tidak berada di rambut Gebi lagi.

Gebi menggeleng untuk menjawab pertanyaan Bilal. Dia berusaha mengeluarkan suaranya tapi tampaknya tidak bisa. Dia grogi di tatap seperti itu akibatnya suaranya menghilanb.

"Yaudah naik!"

Gebi menaiki motor Bilal dengan canggung. Dia sungguh tidak suka suasana seperti ini. Yang mana dia jadi tidak bisa melakukan apa pun di hadapan Bilal. Sungguh Bilal memberikan efek yang dahsyat kepada Gebi.

"Pegangan dong yang." Bilal menggoda Gebi yang sekarang duduk di belakangnya.

Gebi yang tau Bilal menggodanya langsung saja memukul bahu Bilal kuat. Selain karena godaan Bilal dia juga mencoba mengurangi rasa gugupnua dengan memukul Bilal.

"Udah buruan jalan!!" Gebi menyuru Bilal dengan ketus. Dia berpegangan pada pundak Bilal. Entah kebetulan atau tidak mereka mengenakan kaos berwarna hitam.

"Siap yang!!" balas Bilal. Lalu dia menghidupkan motor matic kesayanganya itu untuk menuju rumah Udin.

****

Kini mereka tengah duduk di ruang tamu Udin sambil mengerjakan soal yang di berikan Bu Dian. Udin duduk di hadapan Gebi dan Bilal. Udin merasa dia kambing congek di antara Bilal dan Gebi.

Bilal duduk di sebelah Gebi. Sebenarnya Gebi ingin duduk sendiri tetapi Bilal mengikutinya dan sekarang duduk di sebelahnya. Tidak tau kah dia akibat perbuatannya ada orang yang menderita karena jantungnya yang berdetak dengan cepat seolah ingin keluar.

"Aaah... gila," kata Udin lelah. Dia sudah bosan mengerjakan tugas yang di berikan Bu Dian. Bukan main Bu Dian memberi tugas. Ada lima puluh soal yang harus di kerjakan. Tapi setiap satu soal mempunyai anak. Jadi mereka tidak hanya mengerjakan lima puluh melainkan seratus lebih karena satu soal mempunyai anak dua ada juga yang tiga.

Gebi mendesah lalu meregangkan tangannya yang pegal karena kebanyakan nulis. Dia menatap Udin terbaring di lantai yang berkarpet. Gebi menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

Udin bangkit dari tidurnya. "Lo udah ngerjain berpa, Bil?" Udin bertanya kepada Bilal. Dirinya sendiri sudah mengerjakan sepuluh soal beserta anaknya. Jangan remehkan Udin yang sering mencontek. Dia sebenarnya pintar apalagi dengan pelajaran Matematika kesukaannya.

"Udah mau dua puluh nih," jawab Bilal masih menulis jawabannya di buku kosong.

Gebi yang mendengar jawaban Bilal menatapnya takjub. Tidak di sangka manusia berjambul ini otaknya encer juga pikir Gebi.

"Gila!!" kata Udin sambil menggeleng takjub. "Gue aja baru sepuluh," sambungnya.

Gebi menoleh ke arah Udin. Dia juga takjub melihat Udin yang sudah mengerjakan sepuluh soal. Mereka sudah berkutat dengan tugas ini selama tiga jam lebih. Mungkin kalau Udin serius dia bisa mengerjakan lebih dari Bilal pikir Gebi.

Bilal melirik Gebi yang sedang melihat takjub Udin. Dia tidak suka Gebi melihat orang lain seperti itu apa lagi ada dirinnya. Bilal menarik rambut Gebi yang di kucir.

"Aduuh...," ringis Gebi. Dia menatap Bilal dengan mata melotot. Tangannya memukul paha Bilal yang ada di sampingnya.

Bilal terkekeh melihat Gebi yang sedang melotot. Dia mengusap pahanya yang baru saja mendapat pukulan cantik. Dari cewek cantik.

"Lo kemarin ke mall sama siapa, Bil?" Udin bertanya dengan rasa penasaran. Dia melihat Bilal bersama cewek asing yang tidak pernah di lihat Udin. Kebetulan saat itu dia di suruh mamanya untuk mengambil pesanan kalung mamanya yang ada di mall tersebut.

Gebi yang mendengar pertanyaan Udin langsung memasang telinga dengan baik.

"Oooh... itu." Bilal menyandarkan punggungnya di sofa mengikuti Gebi.

"Punya cewek cantik tapi enggak mau ngenalin ke gue. Yang kamu lakuin itu jahat mas," ucap Udin dramatis.

Bilal dan Gebi yang melihat Udin seperti itu memasang ekspresi jijik.

"Itu sepupu gue yang datang dari sumatra barat," jawab Bilal. Dia melirik Gebi sambil tersenyum tipis ketika melihat ekspresi Gebi yang melongo.

"Kenalin ke gue dong." Pinta Udin dengan antusias.

"Dia enggak suka manusia kayak lo, Din." Bilal terkekeh melihat muka Udin yang sudah tidak sedap di pandang.

Gebi masih bergulat dengan pikirannya. Dia salah menduga bahwa cewek itu pacar Bilal. Dia telah menghabiskan tenaga untuk marah-marah kepada Bilal walau tidak di depan orangnya. Dia juga buang-buang waktu karena menghindari Bilal di sekolah semalam. Dia mengutuk dirinya sendiri.

"Sialan lo!" Udin melempar Bilal dengan cemilan yang ada di meja.

Udin kembali berbaring di karpet untuk menjernihkan pikirannha yang sudah berasap memikirkan soal Matematika. Walau pun dia suka tetap saja otaknya bekerja keras hari ini.

Bilal menatap Gebi yang masih diam. Dia mengacak rambut Gebi gemas. Gebi melihat Bilal yang sedang mengacak rambutnya. Rasa malu akan pikirannya tadi membuat Gebi tidak berani menatap Bilal. Dia sungguh malu.

Bilal terkekeh geli melihat Gebi yang tidak cocok dengan sifat pemalunya yang sekarang sedang keluar. Padahal biasanha dia tidak tau malu bukan seperti ini yang malu-malu.

Gebi menjauhkan tangan Bilal yang ada di kepalanya. Dia menatap Bilal sengit berusaha menghilangkan rasa malunya. Dia merapikan rambutnya yang di acak Bilal. Dia melepaskan ikat rambutnya lalu mengikat kembali rambutnya setelah di rapikan.

"Cantik," kata Bilal pelan pada dirinya sendiri.

Bilal membisikkan sesuatu ketelinga Gebi. "Udah enggak salah paham lagi 'kan?" Bilal menyeringai di samping Gebi.

****

Maaf typo dan segala kekurang yang ada di dalam cerita ini.

Dumai, 6 April 2018

Gebi #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang