4. Satu kelas

126 10 19
                                    

Gebi berjalan menyusuri koridor yang sepi. Gebi melihat ke arah lapangan Basket. Di sana anak-anak cowok sedang bermain bola Basket, padahal jam pelajaran sedang berlangsung. Apa mereka tidak takut di marahin guru. Gebi terus berjalan hingga sampai di depan pintu kelasnya XI Ipa 1. Gebi mengetuk pintu kemudian membukanya perlahan.

"Maaf saya terlambat, bu." Gebi menunduk sopan kepada Bu Linda, guru Kimianya.

Bu Linda berhenti menulis di papan tulis, lalu menoleh ke arah Gebi. "Sudah lapor ke piket, Gebi?" tanya Bu Linda ramah. Bu Linda terkenal dengan ke ramahannya. Guru ini juga jarang kelihatan marah.

"Sudah, bu." Gebi melihat ke arah Bu Linda.

"Yasudah, kamu boleh masuk," ucap Bu Linda. "Ibu mau ke ruang guru sebentar, kalian jangan ribut bisa?!" tanya Bu Linda ke semua siswa kelas XI Ipa 1.

"Bisa, bu...," kata mereka kompak.

Bu Linda berjalan menuju ruang guru setelah menutup pintu kelas. Belum lama Bu Linda ke luar, kelas Gebi sudah ribut seperti pasar. Ada yang sedang bergosip, ada yang bermain game, ada yang berkaca, ada yang menceritakan club kebanggaan sepak bola mereka dan masih banyak lagi.

Gebi sudah duduk di samping bangku Sasa. Dia meletakkan tasnya di sandaran kursi. Di kelas mereka siswa-siswinya duduk berdua.

"Lo kok bisa terlambat, Geb? tumben." Sasa melihat ke arah Gebi penasaran.

"Gue kesiangan, Sa. Gara-gara ngeliat Oppa malaikat maut," jawab Gebi sambil mengambil buku pelajaran dari tasnya.

"Drama itu 'kan udah lama, Geb. Lo baru liat Goblin?" Sasa menatap Gebi heran. Di saat orang lagi heboh melihat drama Goblin Gebi malah tidak melihat. Ketika sudah tidak di bicarakan orang-orang Gebi malah baru melihatnya.

"Haha... iya. Telat banget gue ya." Tawa Gebi lalu membuka buku pelajaran.

"Banget, Geb. Eh, gue ada drama baru, lo mau enggak?" tanya Sasa semangat. Mereka sangat antusias ketika membahas negeri Gingseng tersebut. Keduanya sangat menggilai Oppa-oppa cantik tapi tampan.

"Mau... mau banget gue," jawab Gebi tak kalah semangat dari Sasa.

"Yaudah, besok gue salinin," kata Sasa.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Seketika kelas hening, mereka pikir itu Bu Linda yang sudah kembali dari ruang guru.

Pintu di buka, timbul sebuah kepala berjambul dengan senyuman lebar di bibirnya. Kelas heboh seketika, yang mereka pikir guru ternyata Bilal si biang kerok. Bilal berjalan ke sebelah kursi Udin.

Udin langsung melempari Bilal dengan gumpalan kertas. Dia kesal melihat kelakuan sahabatnya itu. Ketika mereka sedang asik-asiknya bercerita malah di usili, rasanya tuh seperti mau bersin tapi enggak jadi–menurut Udin–.

Bilal duduk di kursinya yang bersebelahan dengan Udin. Udin langsung memukul Bilal kesal. Bilal hanya tertawa, kemudian dia meletakkan tasnya di sandaran kursi. Matanya tak sengaja menatap cewek di belakang meja ketua kelasnya. Bilal duduk paling depan, kemudian di belakangnya ada Rafi si ketua kelas, dan Gebi berada di belakang Rafi.

"Eh...," seru Bilal pelan karena terkejut melihat Gebi yang ternyata sekelas dengannya.

Gebi yang melihat Bilal juga terkejut, tapi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Gebi memutuskan kontak mata mereka. Gebi menatap Sasa kembali dan mereka melanjutkan cerita Oppa-oppa dan roti sobeknya.

Rafi berteriak menyuruh teman-temannya diam. Mereka masih ribut walau tidak seribut seperti sebelumnya.

Tidak lama Bu Linda kembali. Kelas kembali hening, mereka pura-pura melihat buku paket agar kelihatan seperti belajar. Padahal faktanya berbanding terbalik.

Gebi #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang