30. Merelakan

114 6 0
                                    

Sudah dua bulan Gebi tinggal bersama mamanya. Semenjak kejadian itu dan orang tuanya resmi bercerai, Gebi memilih tinggal bersama mamanya. Dia masih belum bisa menerima perlakuan papanya, tetapi dia akan mencoba menerima ini semua dengan lapang dada. Bagaimana pun dia tetap papa Gebi, tanpa papanya Gebi tidak akan ada di dunia ini. Jadi saat ini, Gebi masih berusaha menerima bahwa dia papanya.

"Cepat sarapan, Geb. Nanti kamu di tinggal Adi loh. Kamu ini kebiasaan banget sih lama kalau siap-siap. Mandi juga enggak kalau pergi sekolah. Capek mama ngasih tau kamu, jadi anak cewek kok joroknya kebangetan. Nurun siapa sih kamu." Mama Gebi mengomel di meja makan. Beliay sedang mempersiapkan sarapan anak satu-satunya itu. Dia tidak ingin melewati moment saat anaknya remaja. Cukup saat dia masih kecil. Mamanya tidak ingin mengulangi kesalahannya lagi.

"Iyaaa... ma. Ini udah selesai kok." Gebi keluar dari kamarnya sambil memasang dasi sekolahnya. Tak lupa tas ranselnya yang berwarna pink sudah berada dipunggungnya.

"Kamu ini kebiasan deh lam." Mama Gebi merapikan dasi anaknya yang sedang duduk sekarang. Setelah selesai dia mengambilman anaknya nasi goreng untuk sarapan.

"Cepat makannya, nanti Adi dateng. Kasian dia harus selalu nunggu kamu kalau pagi. Padahal kamu yang menumpang padanya. Dasar penumpang tidak tau malu," kata mama Gebi sambil menatap anaknya itu sinis.

Gebi tertawa melihat mamanya yang seperti itu. Dia suka sekali membuat mamanya itu mengomel. Sesekali dia juga menjaili mamanya seperti saat menonton tv, dengan sengaja Gebi menukar siaran yang sedang dilihat mamanya. Entah mengapa dia lebih bahagia setelah percerain itu terjadi.

Tiiin...tiin...

"Adi udah dateng tuh 'kan. Kamu sih lama banget, sarapannya jadi enggak habis 'kan." Mama Gebi beranjak dari duduknya lalu memberikan bekal kepada Gebi yang sudah dia siap kan dari tadi.

Gebi meminum air putihnya lalu menerima bekal yang di beri mamanya. Dia menyalami tangan mamanya dan mencium pipi mamanya. Kemudian dia berlari keluar pintu sambil berteriak. "Pergi dulu, ma. Assalamu'alaikum." Pintu rumahnya tertutup.

Mama Gebi tersenyum melihat Gebi yang sudah kembali ceria. Bahkan Gebi yang sekarang lebih ceria dari pada Gebi sebelumnya. Dia senang melihat anaknya baik-baik saja setelah perceraiannya. Hatinya sempat diliputi rasa takut jika Gebi melakukan hal yang buruk karena tida terima dengan apa yang terjadi. Untungnya anaknya itu tidak melakukan hal yang berbahaya.

*****

Gebi memasuki kelas dengan senyum mengembang di wajahnya. Dia melihat Sasa yang sedang berteriak kepada Udin. Dia tidak habis pikir dengan mereka.

"Udiiiiiiin... balikin buku gue!!!" teriak Sasa sambil mengejar Udin. Kelakuan mereka tidak pernah berubah.

"Minjem sebentar, Sa. Gue mau lihat pr." Udin berlari menjauhi Sasa agar Sasa tidak dapat mengambil bukunya. Dia terus berlari keluar kelas.

Sasa yang melihat Udin belari keluar kelas, mengurungkan niatnya untuk mengejar Udin. Sasa melihat Gebi yang sedang mellihat dia. "Udin tuh," kata Sasa mengadu.

Gebi tertawa mendengar Sasa mengadu padanya. "Hati-hati jodoh lo." Gebi tertawa mendapat pukulan dari Sasa setelah mengatakan itu. Itu kata kramat bagi Sasa, dan seharusnya Gebi tidak mengatakannya.

Bilal masuk dan melihat Gebi yang berdiri di dekat papan tulis bersama Sasa sedang tertawa. Bilal tersenyum melihat Gebi sudah baik-baik saja. Dia berjalan melewati mereka berdua. Saat melewati mereka, Gebi menarik satu kucir rambut Gebi. Sang punya rambut berteriak kesakitan.

Gebi yang merasakan tarikan dirambutnya berteriak. Dia menoleh kesamping melihat Bilal yang melewatinya tanpa rasa bersalah. Tentu saja Gebi tidak bisa menerima itu semua, dia langsung mengejar Bilal dan menarik jambul Bilal yang sudah berdiri tegak dan rapi. Bilal yang tidak terima balik mengejar Gebi. Sungguh jambul yang amat berarti bagi Bilal. Dia tidak terima jika jambulnya harus rusak.

Gebi #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang