♡
Wendy
Begitu keluar dari bandara, aku dapat melihat orangtua Joy yang tengah menunggu kedatangan anaknya. Spontan saja, Joy langsung menghampiri mereka dan memeluk keduanya. Ah, mereka ini memang keluarga yang harmonis sekali.
Aku melihat sekeliling, berharap ada tanda-tanda keberadaan orangtuaku di sekitar sini. Rasanya, setelah semingguan meninggalkan rumah, aku tidak bisa bohong kalau aku rindu orangtuaku. Aku ingin sekali seperti Joy yang bisa langsung memeluk kedua orangtuanya begitu ia tiba. Tapi nyatanya, aku tidak bisa. Karena aku Wendy, bukan Joy. Sudah jelas orangtua di antara keduanya berbeda. Menurutku, Joy seharusnya lebih bersyukur—karena ia masih dapat memeluk kedua orangtua kandungnya. Tidak sepertiku, yang harus menghabiskan hari-hari dengan orang asing yang 'katanya' merupakan ayah tiriku.
Tapi, tenang saja, jangan khawatirkan aku. Ayah tiriku bukan tipe-tipe ayah tiri yang tampil di sinetron pada umumnya, kok. Beliau sejujurnya baik, murah senyum, dan cukup perhatian padaku. Walaupun kadang aku lebih menginginkan kehadiran ayah kandungku setiap harinya.
Ah, sudahlah, lupakan. Intinya, di mana ayah dan ibuku saat ini? Apa mereka lupa kalau hari ini aku pulang? Padahal, sebelum masuk pesawat tadi, aku sudah berpesan pada mereka agar tidak lupa menjemputku di bandara.
Sial! Aku kehabisan pulsa. Apa aku pinjam handphone milik Joy saja, ya?
Baiklah.
"Joy, boleh pinjem ha–"
"Eh, Wendy!" seru Joy tiba-tiba. "Mau ikut makan bareng, nggak?"
"Hah?"
"Iya, ortu gue ngajakin lo," ujarnya, seraya menarik lenganku dengan keras. "Kita bakal makan pizza, Wen! Udah lah, ikut aja!"
"E-eh, gue izin ortu dulu!"
♡
"Mau duduk di mana?" tanya ibunya Joy. Saat ini, kami sudah berada di sebuah kedai pizza kecil di ujung kota. Alasan kenapa kami ke sini, karena pizza di kedai ini memang terkenal dengan kelezatannya. Aku sendiri tak dapat memungkiri kalau pizza-pizza di sini memang lezat. Tak heran jika kedai ini selalu ramai tiap minggunya.
"Di sana aja, Ma! Yang pakai sofa!" Joy menunjuk ke tempat duduk yang berada di pojokan. Hm, boleh juga. Kelihatannya cukup nyaman. Ibunya Joy pun mengangguk dan menyuruh anak semata wayangnya itu untuk mengambil tempat duduk itu dengan cepat.
Joy menurut, ia berjalan ke arah tempat duduk itu. Orangtuanya mengikuti di belakangnya. Sementara, aku berada di barisan paling belakang. Yah, namanya juga diajak, aku mesti tahu diri. Tak mungkin aku langsung seenaknya menyerobot dan mengambil tempat duduk itu berbarengan dengan Joy.
"Loh, Kak Hoseok? Kak Suga?"
Joy tiba-tiba berhenti, membuatku dan kedua orangtuanya spontan juga menghentikan langkah kami. Ah, Joy ini apa-apaan, sih? Kenapa dia harus bawa-bawa nama orang yang sedang tak ingin kudengar itu?
Mulanya, aku mengira bahwa Joy hanya berniat untuk mengerjaiku. Jadilah aku geram sesaat, seketika ingin memarahinya saat itu juga. Namun, saat aku melihat ke depan—ternyata dua orang yang baru dipanggil Joy itu benar-benar ada. Mereka sedang duduk berdua dengan mbak-mbak pelayan kedai yang kelihatannya hendak menulis apa yang ingin mereka pesan.
"Joy?!" seru kedua cowok itu bersamaan. Mereka terlihat kebingungan dengan kehadiran cewek itu. Ahaha, mereka lucu juga, ya.
"Jiah, ketemu lagi. Bosen deh. Nggak latihan, nggak di bandara, nggak di kedai pizza.."
"Nak," ibunya Joy menyela. "Mending kita langsung duduk aja, deh. Mama udah laper banget soalnya."
Joy mengangguk cepat, "Oke, Ma," jeda sejenak, "Kakak-kakak, duluan ya." kemudian pergi meninggalkan Kak Suga dan Kak Hoseok yang masih setia dengan wajah bingung mereka.
Aku yang sedari tadi diam—tentu saja karena canggung—hanya kembali mengikuti rombongan keluarga kecil itu dari belakang. Untung saja kali ini tidak ada kejadian memalukan yang terjadi. Image-ku bakal benar-benar hancur jika kejadian seperti di bandara tadi terulang lagi.
Aku berjalan melewati Kak Suga yang sedang duduk di kursinya. Astaga, kukira semuanya akan berjalan selancar dugaanku! Tidak sampai Kak Suga yang tiba-tiba saja memanggilku begitu ia menyadari aku sudah berada di sampingnya.
"Hoi," ucap cowok itu. "Lo nggak seharusnya jutek begitu. Lo anak dance, kan? Otomatis lo kenal gue sama Hoseok, kan? Apa susahnya sih, nyapa kakak kelas sekaligus senior yang jelas-jelas lebih tua dari lo?"
O-oke.. ehm..
..memang wajahku sejutek itu, ya?
♡
k u e t i r a m i s u
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma.
FanfictionSuga bilang, karma itu nggak nyata. Tapi karma menjawab, lo berikutnya. [BTS' Suga & Red Velvet's Wendy fanfiction] status; completed✔️ © kuetiramisu | 2018