25. leave

1.1K 204 6
                                    







Suga


Nggak gue sangka, tim kami menang. Walaupun cuma juara dua, tapi menurut gue, itu udah termasuk bagus banget dalam skala internasional. Percaya atau enggak, tebakan gue soal juara satu juga nggak meleset. Tim dari Malaysia sendiri yang mendapat juara satunya.

Gue beralih keluar dari kamar, kemudian turun ke lantai bawah. Gue udah kembali ke rumah saat ini. Dan sayangnya, nyokap gue udah bersiap-siap untuk pindahan. Bokap gue malah udah ke Surabaya duluan.

"Bun, harus banget pindah?" gue mengambil sekotak susu stroberi dari dalam kulkas. "Teman-temanku kan di sini."

"Ntar di sana juga dapet teman baru," jawab nyokap santai. "Intinya, sesuai perjanjian, kamu harus ikut kemauan Ayah. Lomba dan segala urusan dance-mu itu sudah selesai, kan?"

"Ck, Bunda—timku dapet juara dua, Bun. Tingkat internasional," gue mengalihkan pertanyaan. "Nggak mau ucapin apa gitu?"

"Huft—iya deh, iya. Selamat ya, kamu memang hebat," ucap nyokap, walaupun gue tahu itu terpaksa. "Sekarang beresin barang-barangmu, besok kita flight pagi."





"Suga!"

"Eh? Astaga, kalian udah di sini dari jam berapa?"

Namjoon tertawa kecil, "Jam tujuh," katanya. "Sengaja."

Gue total speechless. Padahal, flight gue sebenernya nggak pagi-pagi amat, tapi semua anak BangtanVelvet—bahkan para pelatih—ada di sini. Di bandara, dari jam tujuh pagi, menunggu kedatangan gue. Fix, kalau begini sih, ekskul dance emang yang terbaik.

Para pelatih bersalaman dengan nyokap. Sementara, gue beralih menghampiri anak-anak dance yang sebetulnya nggak rela gue tinggalin ini. Terlebih, gue nggak mau ninggalin salah satu anggota grup Velvet yang paling gue sayang.

Gue melihat ke arah Wendy. Di saat yang lain menyemangati gue, mengingatkan gue supaya gue nggak lupa sama mereka, mengingatkan gue supaya gue nggak macem-macem di sana—sedangkan Wendy tetap diam. Betul-betul diam, dia cuma menatap gue tanpa mengeluarkan suara sama sekali.

Tapi, eit, jangan kira gue nggak peka. Dari matanya aja, gue udah tahu kalo Wendy nahan nangis sedari tadi. Gue tahu itu. Mungkin temen-temennya pada nggak sadar, tapi kalo gue perhatikan baik-baik, matanya bahkan sudah berkaca-kaca.

Gue melangkah maju, perlahan memeluk Wendy. Kata orang, cinta itu nggak butuh kata-kata, melainkan aksi. Jadi, daripada gue basa-basi nanya, Wen, kamu kenapa? Mending langsung gue peluk—tanpa peduli pasang-pasang mata yang sudah tertuju ke arah kami.

"Call aku. Telepon aku. Hubungin aku kapan aja kamu butuh," gue mendesis di telinga Wendy. "Setiap liburan, gue pasti bakal pulang. Jadi nggak usah khawatir, nggak usah nangis.. ingat kalo aku selalu sayang sama kamu sejauh apapun jarak kita. Oke?"

Dalam dekapan gue, gue bisa merasakan anggukan kepala Wendy. "Aku sayang Kak Suga." bisiknya pelan.

Gue tersenyum. Jujur, selama ini, belum pernah ada cewek yang ngomong begitu ke gue. "Aku juga sayang Wendy."

Sayangnya, pelukan ini nggak berlangsung lama. Nyokap gue kemudian memanggil dan menyuruh gue untuk melakukan check-in dan segera masuk ke ruang tunggu.

"Suga! Jangan lupain kita, ya!"

"Baik-baik di sana, Ga! Jangan nakal-nakal!"

"Sampai jumpa lain waktu, Bang!"

Gue menoleh. Di antara anak-anak Bangtan yang sibuk menyoraki gue, samar-samar gue dapat melihat segerombolan anak Velvet sedang menunduk.

Lantas, gue berhenti, berusaha memfokuskan penglihatan gue. Apa yang terjadi? Kenapa di saat Jungkook dan Jimin heboh melambaikan tangan mereka, Yeri dan Seulgi malah menunduk sambil mengelus-elus punggung Wendy?


Oh... astaga.

Ternyata. Wendy. Nangis. Dia bahkan kelihatan susah banget buat ngatur nafasnya.

Dan rasanya, gue pengen langsung nyamperin dia, meluk dia erat-erat, kemudian nggak bakal ninggalin dia lagi setelah itu.

Tapi, gue bisa apa?





#WeLoveYouMinYoongi.


k u e t i r a m i s u

Karma.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang