16. feelings

1.8K 294 21
                                    







Wendy


"Pelajaran hari ini selesai. Jangan lupa kerjakan tugas yang sudah Ibu kasih, ya. Sampai jumpa besok."

Aku keluar dari kelas. Hari ini waktunya latihan. Dan seperti biasa, anak-anak Velvet selalu saling menjemput satu sama lain di kelas masing-masing sebelum kami berkumpul di ruang latihan.

Aku dan Seulgi—karena kami satu kelas—beralih menjemput Joy di kelasnya. Kelas anak itu tidak begitu jauh dari kelas kami, mengingat anak itu juga seangkatan denganku dan Seulgi.

Saat kami berada di depan kelas Joy, kami dikagetkan dengan Kak Irene yang rupanya juga sudah berada di sana. Maka dari itu, langsung saja kami pergi ke kelas Yeri—yang paling jauh dari kami berlima—untuk menjemputnya bersama-sama.

"Yeri?" panggil Seulgi. Ia tak sungkan-sungkan untuk masuk ke dalam kelas itu walaupun masih banyak yang belum keluar.

Yeri tidak menjawab. Tumben sekali. Anak itu terlihat amat lesu, kepalanya saja bahkan enggan diangkatnya. Apa yang terjadi? Padahal menurutku, Yeri merupakan kloningan dari Seulgi. Sama ributnya, sama hebohnya. Sama-sama hiperaktif.

"Yer, lo kenapa?" kali ini Kak Irene bertanya. Kak Irene selalu cemas apabila ada satu dari keempat adiknya yang tiba-tiba berubah. Bukan, bukan berubah wujud, tetapi sifatnya yang tiba-tiba berubah. Karena walaupun hal kecil, sebab kenapa itu terjadi bisa saja besar.

"Nggak pa-pa.." jawab Yeri, lemah. Suaranya benar-benar seperti orang tak berdaya.

"Yeri, serius. Lo sakit?" aku mengambil alih, meletakkan tanganku di atas permukaan dahi Yeri. "Tapi nggak panas.."

"Serius. Gue nggak pa-pa, kakak-kakak."

Kami berempat jelas cemas. Melihatnya saja sudah dapat dipastikan bahwa Yeri ini kenapa-napa. Ada suatu hal yang pasti menyebabkan lemahnya Yeri hari ini.

"Belum makan?" kali ini Joy mencoba. "Ayo makan dulu, kita temenin."

Sisa dari kami berempat mengangguk setuju.

"Nggak usah, Kak. Makasih.."

"Yer," Seulgi angkat bicara. "Lo kalo ada apa-apa, cerita sama kita. Mau lo sakit, lo ada masalah, lo kehilangan seseorang.. apapun itu, cerita aja. Kita kan bisa bantu lo."

Lagi-lagi Yeri tidak menjawab. Setetes air mata seketika lolos dari matanya. Entahlah, apa yang membuatnya menangis? Begitu ia sadar air matanya jatuh, buru-buru cewek itu menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya.

Ini aneh. Yeri termasuk cewek yang jarang menangis. Kuingatkan sekali lagi, dia ini merupakan kloningan dari Seulgi.

Yah, walaupun aku tahu, tidak selamanya orang yang hiperaktif itu terus bahagia. Pasti ada saatnya mereka jatuh, mereka sedih, mereka menangis. Tapi pertanyaanku, karena apa? Apa yang membuat Yeri yang biasanya periang ini tiba-tiba saja menangis?

Aku membalikkan tubuhku, melihat seisi kelas Yeri. Kelas ini sudah kosong. Barangkali Yeri lebih ringan bercerita apabila tidak ada orang lain yang mendengarkan.

"Kelas lo udah nggak ada siapa-siapa, Yer," aku menepuk pelan bahu Yeri, berusaha untuk tidak memaksanya. "Mungkin lo bakal lebih enak ceritainnya."

Yeri menarik napasnya cukup panjang. Ia usap lagi wajahnya, ia usap lagi matanya. Sepertinya ia akan mulai bercerita.

"Kak.." ucapnya pelan, kemudian ia tarik napasnya lagi. Apakah alasannya menangis tadi begitu berat untuknya? Oh astaga, aku jadi penasaran.

Yeri mengerjapkan matanya beberapa kali, kelihatannya sedang menahan untuk tidak menangis lebih banyak lagi. Kami berempat—selaku kakak kelas dan seniornya—bersabar diri menunggunya siap. Aku tahu hal-hal seperti ini memang sulit diceritakan, bahkan untuk kawan terdekat sekalipun.

"Kak," ucap Yeri lagi. Kali ini terdengar lebih tenang. Syukurlah.

Kak Irene memberanikan diri. "Iya, Yer?"

Yeri diam sejenak.

"Gue diputusin Jungkook."





Oke, aku mengerti apa yang terjadi. Yeri sudah menceritakan semuanya. Dan entah kenapa, setelah mendengar ceritanya itu.. maaf, aku jadi sedikit ilfeel dengan Kak Suga. Aku tidak bohong.

Maksudku, hanya karena Jungkook yang memberitahu Yeri, Yeri yang keceplosan, dan entah bagaimana Seulgi yang juga ikut keceplosan, masa Kak Suga harus semarah itu? Kasihan Yeri.. aku tahu dia benar-benar menyayangi Jungkook.

Memang, Kak Suga sudah melarang mereka untuk membocorkan rahasianya. Memang, Jungkook itu salah. Tapi, begini, apa harus semarah itu? Se-marah besar itu?

Lagipula, toh aku tidak masalah dengan rahasia itu. Kecuali, kalau aku tidak terima bahwa Kak Suga menyukaiku—itu boleh saja dia marah. Tapi nyatanya tidak, kan? Lalu karena apa? Karena gengsi? Takut dirinya dipandang rendah karena sudah menyukaiku?

Ah, entahlah. Masalah ini rumit. Dalam sekejap perasaan suka yang dulu menguasai hatiku hancur begitu saja.





Suga


"Yeee, kalo gitu kenapa lo kaget begitu tahu Jungkook mutusin Yeri?"

"Biar drama, ahahahaha."

Gue dan Namjoon terbahak-bahak setelahnya. Padahal, menurut gue itu sama sekali nggak lucu. Mungkin biar nggak datar-datar amat kali, ya. Hidup kalo terlalu datar kan nggak enak.

"Jadi, lo nggak peduli sama hubungan mereka?"

Gue menggeleng santai.

"Padahal.. kalo dilihat-lihat, mereka itu cocok," Namjoon berkomentar. "Dua-duanya juga kelihatannya saling sayang. Kasihan kalo Yeri mesti diputusin sama Jungkook."

"Ya bukan salah gue, kan?" gue meyakinkan Namjoon. "Salah dua-duanya, kenapa mesti ngebocorin rahasia orang?"

"Yah, terserah lo, deh," ujar Namjoon. "Hati-hati aja kalo karma tiba-tiba nyamperin hidup lo."

Lah, malah jadi drama beneran.

"Ya nggak mungkin lah, Joon."

Namjoon tiba-tiba menyeringai. "Siapa yang tahu?"





eyyy double!!!


k u e t i r a m i s u

Karma.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang