08. o-oh

2.5K 380 26
                                    








Suga


"Jujur aja," sahut Hoseok. "Gue yakin anak Bangtan nggak ada yang ember mulutnya."

"Gimana?" gue mengangkat satu alis gue. "Gimana gue bisa percaya, hah?"

"Jadi lo nggak percaya sama anak Bangtan? Termasuk gue?"

"Bukan begitu, Seok. Masalahnya, kalau Wendy tahu, bisa hancur image gue ini."

"Yah," Hoseok membuang napasnya. "Kalo lo terus mikirin image, nggak bakal ada habisnya. Keburu Wendy direbut orang. Soalnya, denger-denger, si Chanyeol juga lagi ngejar Wendy."

"Hah?" oke, seketika gue nggak paham. "Chanyeol yang sekelas sama Wendy itu?"

Hoseok mengangguk pelan. "Siapa lagi yang namanya Chanyeol?"

Sial. Entah kenapa, perasaan gusar tiba-tiba menghantam diri gue sebegitu cepatnya. Gue sebetulnya nggak begitu kenal sama Chanyeol, tapi gue tahu orangnya yang mana. Taehyung dan Jimin—yang seangkatan dengannya—pernah bilang bahwa Chanyeol termasuk cowok yang paling diincar-incar, terutama sama cewek-cewek kelas 11. Hal itu yang justru gue takutkan. Kalau Wendy bakal lebih memilih dia, gimana? Sebenarnya nggak pa-pa, cuma gue takut Wendy jatuh ke tangan yang salah. Apalagi kalau cowoknya sudah banyak diincar. Bisa-bisa, Wendy malah kena labrak cewek-cewek seangkatannya.

Memikirkan hal-hal yang seharusnya nggak gue pikirkan itu, tanpa sadar membuat tangan usil gue mulai mengacak-acak rambut. Iya, tanpa sadar. Tiba-tiba rambut gue udah berantakan aja.

Dan Hoseok jelas melihat semuanya. "Tuh kan," tukas cowok itu. "Udah kelihatan kalau lo suka."

Gue nggak menjawab, lebih memilih untuk diam. Rasanya lidah gue mendadak kelu. Gue nggak tahu harus jawab apa kalau situasinya udah begini.

Beruntung, Hoseok mengerti. Ia tiba-tiba menepuk punggung gue, kemudian menambahkan, "Balik nanti, lo ceritain semuanya. Nggak apa-apa. Gue yakin anak Bangtan bisa dipercaya, malah mungkin mereka bakal bantuin lo. Grup kita dijuluki dengan grup yang punya solidaritas tertinggi, kan?"

Gue mengangguk pelan.

"Permisi, ini pesanannya. Sudah lengkap semua ya, apa ada tambahan?"

"Nggak, Mbak. Makasih ya." Hoseok menjawab, kemudian menyerahkan beberapa lembar uang rupiah pada mbak-mbak itu. "Ga, ayo, jangan murung begitu. Ingat kalau lo masih punya Bangtan."






Wendy


Tok, tok, tok.

Pintu kamar Joy terbuka. Astaga, semoga bukan ayahnya. "Kak Wendy?"

Oke.. aku berpikiran apa barusan? "Yeri? Masuk aja, Yer. Joy masih di kamar mandi."

Adik kelasku, Yeri, mengangguk, kemudian ikut masuk ke dalam kamar. "Rumahnya sepi amat, gue kira gue dikerjain, Kak."

Aku terkekeh, "Ya enggak lah. Oh iya, Seulgi sama Kak Irene di mana?"

"Ehmm, mereka bilang, mereka masih on the way,"

"Oh, gitu. Oke deh."

Yeri beralih duduk di sampingku. Baiklah, kali ini, aku akan sedikit bercerita tentang Yeri. Menurutku, Yeri ini masih polos, mungkin karena masih kelas 10. Yah, walaupun aku tahu kalau kadang dia 'sok' polos.. tapi aku tidak bisa bohong kalau Yeri ini polos sepenuhnya. Terkadang, kalau aku dan anak grup Velvet yang lainnya sedang berbicara tentang sesuatu yang sedikit lebih dewasa, anak itu pasti tidak mengerti. Pernah suatu hari, kami membicarakan soal pernikahan, dan dengan polosnya anak itu berkata, "Gue paling seneng kalau di acara pernikahan ada booth es krimnya." Padahal, kami jelas-jelas tidak sedang membicarakan 'acara'-nya pada waktu itu. Mengingatnya saja ingin membuatku tertawa.

Tapi, walaupun begitu, anak ini lumayan terkenal di kalangannya. Mungkin, seluruh anak kelas 10 mengenal Yeri. Aku tidak begitu tahu, sih. Soalnya aku sendiri tidak banyak mengenal anak seangkatannya.

Yang aku tahu, hebatnya, polos-polos begitu Yeri sudah mempunyai pacar. Yah, kalau soal itu, aku sangat mengakui kalau Yeri itu cantik. Pacarnya pun, si Jungkook—juga memiliki tampang yang lumayan, menurutku. Dan karena sama-sama good looking, tak dapat dipungkiri kalau mereka ini dikategorikan sebagai best couple di angkatan mereka.

"Loh, Yeri sudah datang?" tiba-tiba, terdengar suara Joy dari balik pintu. Ah, akhirnya anak itu keluar juga dari kamar mandi. "Ayo, Yer, Wen, kita duduk di ruang tengah aja."






"Permisi,"

"Eh, Seulgi? Kak Irene? Masuk aja!"

Begitu mendapat izin, Seulgi dan Kak Irene langsung masuk ke dalam rumah Joy bersamaan. "Wendy, Joy, mana oleh-olehnya?"

Oh iya, oleh-olehnya. Seingatku, barang-barangku masih berada di bagasi mobil Joy. Untung saja, sewaktu aku jatuh di bandara tadi, tidak ada makanan oleh-oleh yang keluar dari bungkusnya. Jadi mereka masih aman.

"Ah, masih di mobil. Tunggu ya, gue ambil dulu," ujar Joy. "Wen, punya lo gue ambil sekalian ya."

Aku mengangguk.

Setelah itu, Joy berdiri, meninggalkan kami berempat yang sedang duduk melingkar di ruang tengahnya, untuk mengambil barang-barang itu. Suasananya mendadak sepi, mungkin karena lama tidak bertemu. Kami memang sedang berkumpul, tapi masing-masing dari kami hanya sibuk memandang layar handphone.

Joy memang satu-satunya yang tidak pernah kehabisan topik. Maka, jika dia tidak ada, kami mungkin akan terus berdiaman seperti ini. Ah, anak itu kenapa lama sekali ya? Aku sejujurnya sudah tidak tahan dengan suasana begini. Lagi-lagi, canggung. Padahal, mereka yang sedang duduk bersamaku ini adalah anak satu grupku.

Sampai tiba-tiba saja, Yeri berseru dengan suara yang sedikit keras, "Eh, Kak Suga suka sama Kak Wendy?!"






k u e t i r a m i s u

Karma.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang