♡Wendy
Tak terasa, aku sudah menjalani hubungan jarak jauh atau yang biasa disebut LDR dengan Kak Suga selama tiga bulan. Semuanya berjalan lancar. Kami chat setiap saat, video call setiap malam (bahkan terkadang sampai ia ketiduran), atau kalau sedang malas, kami hanya melakukan voice call saja. Benar-benar kehidupan sebuah pasangan jarak jauh pada umumnya.
Aku masuk ke dalam kelas—kini aku sudah kelas 12. Banyak senior dance yang pindah keluar kota untuk melanjutkan pendidikan, namun tak sedikit juga dari mereka yang tetap tinggal di sini. I mean, mereka melanjutkan pendidikan, tapi tetap di sini. Di kota ini. Di mana semua kenangan bersamanya selalu teringat.
Beberapa dari mereka yang tetap tinggal adalah Kak Irene, Kak Namjoon, dan Kak Hoseok. Yah, mereka yang keluar kota mungkin cuma Kak Suga dan Kak Seokjin, tapi menurutku, lebih dari satu itu sudah termasuk banyak.
Dan di kelas 12 ini, aku tidak sekelas dengan siapapun dari anak Velvet. Sayang sekali. Padahal setidaknya aku ingin sekelas dengan salah satu dari mereka.
Oh iya. Btw, aku masih aktif dalam ekskul juga—walaupun aku tahu lomba di Malaysia kemarin adalah lomba dance terakhirku.
Namun itu tidak masalah. Untungnya, di tahun ajaran baru ini banyak anak kelas 10 baru yang tertarik untuk ikut ekskul dance. Dan karena Kak Namjoon dan Kak Irene sudah kuliah, jadilah aku yang ditunjuk oleh Kak Hyoyeon untuk menjadi leader Velvet baru, sementara Bang Kai menunjuk Jimin untuk menjadi leader Bangtan yang baru.
Entahlah, apa ini hanya perasaanku saja atau bagaimana, tapi aku tidak begitu menyukai era baru ini. Aku jujur lebih menyukai saat-saat aku masih kelas 11, dan semuanya masih lengkap. Belum ada satupun yang hilang.
Tapi, yang namanya waktu, pasti akan terus berjalan. Waktu tidak akan pernah berhenti—sampai Tuhan yang menghendakinya. Jadi, mau tidak mau, aku harus menerima era baru ini. Aku harus menjalani hari-hariku sebagai leader baru di grup Velvet, disertai dengan pelajaran-pelajaran kelas 12 yang harus siap kucerna karena ini merupakan kelas akhir.
"Wendy!" panggil Joy, yang sedang duduk di pojokan kelas sendirian. Aku heran kenapa dia tiba-tiba ada di kelasku.
"Hm?"
"Lo tahu nggak, Wen?" Joy sedikit berbisik. "Seulgi itu ternyata pelakor!"
"Hah?" aku kontan mengernyitkan dahi. "Ngomong apa sih lo? Seulgi kan udah sama Jimin,"
"Serius!" Joy meyakinkan, namun suara yang dikeluarkannya tetap tidak melebihi batas. "Lo ingat nggak waktu dulu, Jimin tiba-tiba jadian sama Seulgi tanpa bilang-bilang?"
"Ya mungkin karena mereka memang mau ngerahasiain hubungan mereka.."
"Ih, bukan gitu, Wendy," cetus Joy. "Mereka tiba-tiba jadian tanpa bilang-bilang itu.. jelas tanpa PDKT. Dan percaya atau enggak, itu semua adalah hasil kerja keras Seulgi yang berusaha buat ngerusak hubungan Jimin."
"Kok lo bisa yakin banget gitu, sih?" aku bertanya. "Emang sebelumnya Jimin pernah punya hubungan sama siapa?"
"Bukan hubungan yang serius, sih," jawab Joy. "Tapi gue denger-denger, katanya sebelum Jimin jadian sama Seulgi, Jimin itu sempet deket sama Rose, anak IPS 1. Tahu, kan?"
Aku manggut-manggut. "Berarti cuma denger-denger aja, kan? Bukan fakta?"
"Iya sih, Wen," Joy menimpali. "Tapi yang bilang begitu udah banyak banget."
"Yah.. Joy," ujarku. "Kalo nggak ada buktinya, gue nggak percaya. Lagian, Seulgi itu kan temen kita. Kita udah berjuang bareng lho, dari zaman kelas 10 dulu. Masa cuma gara-gara rumor yang entah gimana bisa viral itu lo langsung ngomongin Seulgi dari belakang, sih?"
♡
Intinya, setelah mendengar semua cerita omong kosong Joy yang ia bilang tadi, aku tidak percaya. Rasanya, nggak mungkin aja gitu, cewek sebaik Seulgi ternyata suka merusak hubungan orang. Memikirkannya saja sudah membuatku merasa bahwa itu mustahil. Tidak mungkin.
Aku jelas lebih mempercayai Seulgi. Anak itu bahkan terlalu baik untuk hal rusak-merusak itu. Tak heran jika Jimin menyukainya, karena selain fisiknya cantik, hati Seulgi juga tidak kalah cantik.
Dan gara-gara itu, entah kenapa, Joy jadi menjauhiku. Ia ternyata lebih memihak orang-orang yang mempercayai rumor super tak jelas itu, tidak kusangka. Kukira Joy memang benar-benar teman.
Tapi, peduli apa—aku masih punya Seulgi dan satu adik kelasku, Yeri. Walaupun tak sesering dulu, kami masih suka berkumpul, bercanda tawa bersama, saling berbagi cerita.. ah, aku jadi rindu semuanya.
Aku berjalan menuju kelas Seulgi. Harus kuakui, anak itu beruntung sekali. Selain dia seangkatan dengan pacarnya, dia bahkan kini satu kelas dengan Jimin. Andaikan aku bisa merasakan hal yang sama dengan Kak Suga.
"Seul–"
"Apa, sih?! Begini sedikit salah, begitu sedikit salah, ya salahin gue aja terus!"
"Ya memang salah lo sendiri, kan?! Coba lain kali dipikir-pikir dulu kalo mau ngomong!"
"Huft.. nggak tahu ah, Jim. Gue capek sama lo. Lo nggak pernah ngerti."
"Heh, sadar diri. Lo kira nggak capek apa ngadepin cewek yang sukanya seenak jidat aja kaya lo?—pokoknya, mulai sekarang, nggak usah cari gue lagi. Nggak usah hubungin gue lagi. Kita cukup sampe sini aja."
♡
k u e t i r a m i s u
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma.
FanfictionSuga bilang, karma itu nggak nyata. Tapi karma menjawab, lo berikutnya. [BTS' Suga & Red Velvet's Wendy fanfiction] status; completed✔️ © kuetiramisu | 2018