Bus berhenti tepat pukul sebelas siang di lokasi tujuan camping.
Sekolah kami memang sengaja memilih daerah hutan sebagai tempat camping yang tentu saja sudah aman dan di bawah pengawasan pihak pengelola. Lagipula hutan itu sudah sering di jadikan destinasi wisata baik untuk lokal maupun turis.
Satu persatu rombongan turun dari bus. Andrio lebih dulu turun ninggalin aku, dia mau nyamperin teman-temannya yang berada di bus lain. Halah, bilang aja mau nyamperin Calista.
Sedangkan aku? Aku memilih memisahkan diri dari mereka bahkan kalau bisa menjauh saja dari Andrio. Bukan hanya karena aku malu akibat kejadian konyol di bus tadi, tapi juga karena aku nyadar diri aja, aku mana pantes gabung sama gengnya Andrio, palingan kalau aku ikut gabung malah di jadiin bahan tertawaan.
***
"Perhatian semuanya, sebelum kita membangun tenda masing-masing, sebelumnya saya akan membagikan kelompok yang terdiri dari 10 orang perkelompok, kelompok ini yang nantinya akan dipakai saat bermain games dan jurit malam. Mengerti?" tanya Pak Dido, sang penanggung jawab acara yang tak lain adalah guru matematika yang killernya minta ampun.
"MENGERTI, PAK!" semua siswa menjawab serentak.
Kelompok sudah dibagikan, sekarang saatnya membangun tenda, tendanya lumayan besar, bisa muat untuk lima orangan lah kira-kira.
Di saat yang lain asik berselfie-selfie ria dengan tema pemandangan alam, aku justru duduk sendirian di pinggiran telaga yang ada di tempat kami camping. Aku menutup mata, menikmati udara sejuk pepohonan dan tak lupa menikmati nyanyian kicauan burung yang saling berbalasan. Rasanya bikin damai.
"Ahhh enaknya!" kapan lagi aku bisa ngehirup udara segar gini?
"Hai, gue boleh ikutan duduk di sini gak sama lu?"
Tanya seseorang, aku langsung membuka mata, menoleh ke sebelahku di mana sudah ada Calista yang ikut duduk.
"Calista?" dia ngapain ikut duduk di sini sama aku?
"Gak gabung sama yang lain?" tanyanya.
Aku hanya menggeleng.
"Mm, gue denger-denger lu pacarnya Andrio ya? Bener gak sih?" tanya Calista sambil melempar batu ke dalam telaga yang ternyata cukup dalam. Hal itu bisa di ketahui saat batu yang di lemparnya berbunyi cukup kencang."Kata siapa?"
"Lah kan gue nanya gimana sih lu? Kok nanya balik sih." ucapnya lagi.
"Kalau menurut lu gimana? Emang gue sama dia kayak orang pacaran ya?"
Heran, kenapa pada percaya aja hubungan aku sama Andrio itu nyata, padahal itu cuma lelucon Andrio belaka. Melihat bagaimana cara dia memperlakukanku pun, harusnya orang-orang tau kalau dia tak punya rasa apapun padaku. Aku hanyalah sebuah bahan mainan baginya."Gimana ya, tapi menurut gue kalian berdua tuh bisa di bilang pacaran, tapi gak ada romantis-romantisnya."
Aku tersenyum, "Nah itu lu tau jawabannya."
Lagian aku juga ngerasa minder kalau mereka berpikir aku ini pacar Andrio, secara ekspetasi sih harusnya pacar cowok selevel Andrio itu harusnya cantik, hits dan berasal dari keluarga terpandang. Bukan kayak aku yang sama sekali gak pantes di sejajarin sama dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Call Me Dora! [Cinta Lama Belum Kelar]
Teen FictionGenre :TEENFICTION [Story 2] Semua berawal ketika masa orientasi sekolah dulu. Anjali--gadis dengan rambut mirip seperti Dora--tak pernah menyangka bahwa surat cinta yang ia buat akan menjadi pembuka cerita untuknya. Ia tak pernah menyangka bahwa...