🔴 28. Hujan Dan Kenangan

16.5K 3.9K 886
                                    

Playlist dreams - Leebada

Berikan banyak cinta untuk cerita ini 💕

Sekretaris apanya, dibandingkan disebut sebagai sekretarisnya, aku tak jauh berbeda dengan babu pribadi yang berkedok sekretarisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekretaris apanya, dibandingkan disebut sebagai sekretarisnya, aku tak jauh berbeda dengan babu pribadi yang berkedok sekretarisnya.

Hari ini adalah hari kedua dimana aku resmi menjadi sekretarisnya, mejaku berada tepat di depan ruangannya, itu artinya dia bisa memantauku lebih jelas dari sana.

Seperti sekarang, Rio yang duduk dengan gaya tengilnya tersenyum penuh arti lalu menekan tombol di telepon yang ada di atas mejanya, seketika itu juga telepon yang ada di mejaku berdering, maka itu artinya panggilan perbabuan di mulai. Sudah sepuluh kali aku keluar masuk ruangannya hari ini, aku pikir ini menyangkut soal pekerjaan tapi Andrio tengil itu ternyata hanya memanggilku untuk hal yang sangat sepele upil.

Tadi pagi contohnya, aku pikir ada urusan krusial apa hingga sampai meneleponku segala, tahunya, dia memanggilnya cuma untuk menyalakan AC di ruangannya, gila apa dia? Predikat cowok tengil memang sudah sangat melekat untuknya.

Sekarang, hal setidakpenting apa yang ia ingin aku lakukan?

"Permisi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
Dia mengetuk-ngetukkan jarinya di meja kerja.

"Pertanyaan bodoh, kalo saya manggil kamu berarti ada yang harus kamu bantu, kemari."

Ughhh, ingin sekali aku menjejeli sampah ke dalam mulutnya.

Beginilah kalau manusia tengil memiliki jabatan tinggi, dia akan bertindak seenak jidatnya.

Tahan Anjali, tahan.

"Saya ngantuk nih, tolong di buatin kopi."

Sedikit lega karena ternyata permintaannya masih tergolong normal kali ini.

"Kopi hitam pak?"

Dia menopang dagunya lalu melihatku seperti gadis bodoh. "Memangnya kopi ada yang warna pink?"

Dakjal memang.

Sekali lagi, ini ujian kesabaran. Bersabarlah sedikit lagi Anjali. Sambil mengaduk kopi di pantry khusus karyawan, aku memperhatikan jarum jam yang bergerak. Kenapa hari ini ini rasanya jam lambat sekali sih? Aku pengen gitu cepat pulang dan terbebas dari manusia laknat macam Rio.

"Ini Pak kopinya, jika tak ada yang bapak perlukan lagi, saya permisi."

Aku sudah berpikir bebas untuk satu hal ini, namun tak sampai beberapa langkah menuju pintu keluar ruangannya, pria itu kembali berulah.

Saat aku menoleh, aku lihat dia sudah melepeh kopi itu kembali ke dalam gelas.

"Kamu bikin kopi aja gak becus, gimana sih? Ck, bikin ulang, tapi jangan pahit kayak hidup kamu."

Don't Call Me Dora! [Cinta Lama Belum Kelar] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang