4. Sebuah Kesalahan (1)

1.5K 60 11
                                    

Akhirnya, mereka berempat sampai di balkon kamar Ryan. Nathan bersandar di tembok bersama Dylan sementara Ryan berdiri di dekat tangan-tangan balkon- berdiri membelakangi Kory, karena Kory berdiri di belakangnya, tidak jauh darinya.

"Ada apa?" tanya Kory bersila tangan.
"Apa alasanmu memutuskan kau menjadi ayah Norman?" tanya Ryan. Ia menoleh sedikit dengan mata kirinya yang melirik ke arah Kory. Kedua tangannya tampak masuk ke saku celana panjangnya.

"Sudah jelas, kan? Melindungi mereka berdua," jawab Kory.
"Apa kau paham makna dari kata 'melindungi'?"
"...."

Biasanya, Ryan atau Nathan akan melerai bila ada pertengkaran. Namun, rupanya tidak untuk kali ini karena justru yang berdebat adalah Ryan dengan Kory. Jadilah Nathan diam saja karena ia juga penasaran dengan penjelasan Kory.

"Haruskah aku menjelaskan secara lebih rinci untuk membuktikan betapa seriusnya aku atas ucapanku, atau dengan kata lain membuktikan bahwa itu bukan bualan, sekedar omongan, bahkan kata-kata dalam komik semata?"
"Ya."

Mereka saling pandang namun dengan tatapan serius khas orang yang sedang berdebat. Lagi-lagi Nathan tidak melerai. Ia diam saja sembari bersandar pada tembok dengan kedua tangannya yang terlipat.

"Baiklah jika itu maumu."
"...."
"Ada alasan lain mengapa aku memutuskan untuk menjadi ayah Norman."
"...."
"Aku tidak ingin Norman mengalami apa yang aku dan kau alami."
"Eh?"

Ryan, Dylan, dan Nathan terkejut mendengar jawaban Kory. Namun Dylan segera sadar dari keterkejutannya dan kembali menatap Kory dengan tatapan serius.

"Maksudmu?" tanya Nathan tidak mengerti.
"Kau tahu bagaimana masa laluku dan Ryan terkait ibu kami, kan? Bedanya, kami masih memiliki ayah, sementara dia...."
"...."

"Ya, dia memang punya ayah, Dylan dan kau juga. Tetapi, apakah ayahnya Norman adalah orang yang baik seperti ayah kita?"
"...."
"Tidak."
"...."
"Jangan lupakan cerita Dolly tentang ayah Norman."
"...."

"Itulah alasan Dolly ingin mengasuh Norman seperti anaknya sendiri, begitupula denganku."
"...."

"Aku ingin Norman mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Salah satunya adalah dengan memiliki keluarga yang utuh dan memiliki orang tua yang tidak hanya lengkap, tetapi juga menyayanginya sepenuh dan setulus hati."
"...."

Kory berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Ryan, Dylan, dan Nathan. Ia kembali bersuara saat ia berhenti berjalan tepat di samping Dylan.

"Apalagi setelah Norman dan Dolly menghadapi bahaya karena tentakel robot itu."
"...."

"Melihat mereka hampir diserang tentakel robot itu membuatku kesal, marah, dan murka."
"...."

"Dan sejak saat itu, aku berjanji akan melindungi mereka meski dengan nyawaku sendiri."

Dan Kory berlalu meninggalkan mereka bertiga. Ia membuka pintu lalu menutupnya perlahan. Ryan terdiam, begitupula dengan Dylan dan Nathan.

"Lalu, bagaimana menurut kalian? Apakah alasan Kory dapat diterima? Atau ia hanya berkilah dan kalian tetap tidak percaya?" tanya Nathan.

"Aku benci mengakuinya. Tetapi alasan Kory ada benarnya. Dan jika itu benar alasannya, bagiku itu adalah alasan yang lumayan kuat," jawab Ryan.

"Sejujurnya aku masih ragu bahwa yang mengatakan itu adalah Kory. Biasanya dia bilang '....berdasarkan komik yang ku baca'. Tetapi, tadi dia bilang bukan," ucap Dylan.

"Kupikir Kory sudah dewasa sekarang meski statusnya masih anak SMA," ucap Nathan tersenyum simpul.

Dan ketiganya menggelengkan kepala lalu tersenyum bersamaan. Di balik sifat galak, mudah marah, dan konyolnya Kory, ternyata terselip sifat peduli dan serius dalam dirinya. Hal ini membuat ketiganya bangga padanya.

Five Loves for My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang