"The world you are in,
is the true hell."
Suzy Kassem, Rise Up and Salute The Sun***
Minggu, 9 Juni 2013
Untuk siapapun yang membaca buku harian terkutuk Raka hari ini,
Jadwal kegiatan hari ini:
- 06:00 - 22:00 Tetap Di Rumah
Sesederhana itu pun, gue nggak bisa centangi dari daftar.
Gue selalu berencana untuk nggak melakukan apapun setiap hari Minggu, hanya supaya kutukan gue nggak kejadian.
Tapi, yang namanya dikutuk, apa juga akan terjadi supaya kutukannya bisa terlaksana.
Misalnya, hari ini sampai jam tiga sore gue berhasil berdiam diri di kamar. Paling nggak, gue kira kalau tetap di rumah, kutukannya hanya terjadi lewat video dari YouTube atau grup chat sekolah.
Tapi terus, Mama ke kamar bawa kantong sampah yang baunya itu berasal dari telor busuk yang nggak sengaja dia beli kemarin.
Dan kalau Mama udah bicara, "Buang sampang sekarang. Jangan di kamar terus." ya gue harus nurut. Ngomongnya pakai titik, bukan tanda seru. Asli, itu lebih bahaya dari apapun.
Jadi gue keluar ke halaman belakang, melewati adik gue, Aria, yang super bawel gara-gara kebauan. Nangisnya ngeselin.
"MAMA! PAPA! MAS RAKA BAU!"
Sialan, kan. Baunya darimana, yang dituduh bau siapa. Dia juga panggil Papa yang notabenenya jarang pulang karena pekerjaannya sebagai travel guide. Tapi gue itu abang yang baik. Walaupun Mama gue nggak kunjung sadar anak sulungnya itu dikutuk, gue akhirnya berlalu ninggalin tangisan adik gue yang ngeselin untuk buang sampah di halaman belakang.
Tapi waktu gue buang sampah, suara kencang datang dari jendela tetangga belakang rumah gue.
Di situ gue lihat wajah tetangga gue yang seorang wanita paruh baya bertubuh mungil menempel di jendela.
Tangan pria bersarung tangan kulit mencekik lehernya, sampai bibir tetangga gue itu biru. Mata tetangga gue terlihat kosong, tapi jarinya bergerak. Membentuk coretan mirip angka satu di jendela dari bercak darah yang ada di kacanya.
Nggak lama, tetangga gue kelihatannya benar-benar udah mati. Pria yang hanya bisa gue lihat kilatan matanya itu pergi. Itu udah jutaan kalinya gue lihat tatapan iblis macam itu. Juga sarung tangan kulit yang kayaknya dipakai hampir semua pembunuh.
Gue barusan keserang panik sampai nggak bisa bergerak. Setelah normal, gue lapor polisi.
Sekitar jam lima sore, mereka menyelidiki dan bilang coretan dari darah itu pasti berarti sesuatu. Walaupun bagi gue, nggak begitu.
Gue untuk kesejutakalinya dijadikan saksi mata pembunuhan. Polisi beberapa kali menyangka gue terlibat karena terlalu sering jadi saksi mata.
Mama membela gue mati-matian. Dan akhirnya dengan baik hati berkata, "Kalau besok-besok lihat lagi, nggak apa-apa sesekali nggak lapor polisi. Bisa bahaya buat kamu."
Jadi, ya, itu lah kutukan gue.
Melihat orang-orang mati di akhir pekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of the Cursed Eyes | ✔
Short Story"Terkadang gue berpikir, gue dikutuk. Mata gue terutama." Raka Angkasa menulis buku harian tentang kutukannya. Kutukan dimana ia harus melihat orang-orang terbunuh setiap hari Minggu, dan tak ada yang bisa mencegahnya. Sampai ia bertemu dengan Na...