"The world is changed because you are made of ivory and gold. The curves of your lips rewrite history."
Oscar Wilde, The Picture of Dorian Gray
***
Minggu, 16 September 2013
Untuk siapapun yang membaca buku harian terkutuk Raka hari ini,
Setelah dua kali nggak benar-benar melihat pembunuhan di depan mata, gue ngerasa sedikit lebih tenang.
Tapi Sabtu kemarin, Papa harus kembali bekerja. Katanya sih, dia bakal jadi guide buat orang yang akan liburan ke Lombok. Enak juga, ya.
Hari ini gue pergi sama Naela ke pasar. Iya, pasar tradisional gitu. Katanya, mama Naela mau masak besar-besaran buat arisan. Dia minta tolong Naela dan gue buat belanja. Jadi, yah, gue ke pasar. Berdesakan dengan emak-emak yang buas banget dan nawarnya suka nggak tahu diri.
Tapi pas lagi di tempat beli cabai, pas sibuk-sibuknya nawar, ada motor ngebut lewat di belakang kita berdua.
Motor itu diikutin segerombolan motor lain.
Ya, gerombolan itu pasti si pembunuh pekan ini.
Gue berdecak, lalu berencana buat ngejar si pembunuh. Lagipula, merupakan perjanjian nggak tertulis kalau gue harus mencegah semua pembunuhan di hari Minggu itu selagi gue mampu.
Tapi Naela nahan tangan gue.
"Na, kenapa? Ayo!"
"Nggak, Rak. Nggak usah."
"Kalau ada yang mati gimana?"
Naela nunduk. Dia nggak jawab gue. Sebenarnya ada apa, gue nggak ngerti. Tapi pas gue dengar teriakan dari tikungan, gue lari. Ninggalin Naela.
Sebuah kesalahan besar.
Pas gue sampai, seorang pria sudah mati. Dan pas gue lihat pembunuhnya, seseorang nahan dia. Gue lari mendekat, melihat si pembunuh dilepas helmnya.
"Papa?" Gue nggak percaya sama apa yang gue lihat.
Papa gue sendiri.
Baru aja membunuh orang. Apa-apaan?
Nggak, pasti salah. Pasti salah.
Dengan cepat 'papa' melepaskan diri. Kemudian kabur dibantu komplotannya. Gue membeku sekitar sepuluh menit. Tapi lalu teringat Naela.
Pas gue samperin, bahunya lagi dirangkul seorang pria. Setelannya persis seperti Papa tadi, dan tanpa helm juga. Pria itu ayahnya Naela. Di sampingnya ada dua motor, pengendara motor yang sedang menunggu ayah Naela itu adalah Papa. Iya, nggak salah lagi, Papa.
"Na?" panggil gue. Lirih banget sampai gue sangsi ada yang bisa mendengar suara itu.
Naela nangis.
Gue benar-benar nggak ngerti keadaannya.
"Maafin gue, Rak," kata Naela.
Lalu mereka semua pergi.
Dan di sini gue, di kamar. Menulis sesuatu yang gue nggak yakin.
Papa gue pembunuh.
Ayah Naela terlibat.
Dan Naela mengetahui semua itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary of the Cursed Eyes | ✔
Short Story"Terkadang gue berpikir, gue dikutuk. Mata gue terutama." Raka Angkasa menulis buku harian tentang kutukannya. Kutukan dimana ia harus melihat orang-orang terbunuh setiap hari Minggu, dan tak ada yang bisa mencegahnya. Sampai ia bertemu dengan Na...