(7) 14 Juli 2013 : warung mi ayam

1.1K 230 11
                                    

"She wasn't exactly sure when it happened. Or even when it started."
Nicholas Sparks, Safe Heaven.

***

Minggu, 14 Juli 2013
Untuk siapapun yang membaca buku harian terkutuk Raka hari ini,

Sudah-sudahnya, Amanda jadi sering main ke kelas gue bareng Naela. Naela bilang, cewek itu minta dideketin ke gue. Gue jadi nggak enak. Gue kan nggak suka beneran.

Selama satu minggu aja, Amanda makin suka sama gue, kata Naela.

Naela itu ajaib. Dan gue nggak bakal bosen bilang begitu. Meskipun, gue nggak tahu keajaiban Naela itu positif apa negatif.

"Ceritain gue tentang lo!" Pagi ini gue lagi sarapan di warung mi ayam dekat rumah Naela, dan dia bilang begitu.

"Hmm," Gue mendusta, berpura-pura mikir sebentar. "Gue dikutuk."

"Selain itu!"

"Nggak ada lagi yang mesti diceritain."

"Misalnya, kenapa lo kalau jalan tuh nunduk?"

Gue kira Leony satu-satunya orang yang peduli dengan cara jalan gue. Tapi, gue memang nggak punya alasan spesifik kenapa setiap jalan nunduk. Jadi gue jawab, "Kebiasaan aja."

"Harus diubah, tahu! Sayang kan muka lo."

"Ya, ya."

"Gimana sama Amanda?" Gue kesal dapat pertanyaan ini. Hanya karena, buat gue makin nggak enak.

"Na,"

"Oi?"

"Gue nggak beneran suka sama Amanda, kalo lo mau tahu."

Setelah itu hujatan dilayangkan buat gue. Beberapa kali Naela ngatain gue diselingi tawa. Tapi dia kayaknya kesal beneran. Dan merasa bersalah sama Amanda, kayak gue, mungkin.

"Yah, tapi syukur deh," ucap Naela setelah puas memaki gue.

"Syukur kenapa?"

"Ya, syukur. Berarti lu sebenernya, memang nggak lagi suka sama orang lain gitu dong?"

"Kan gue udah nyoba bilang begitu sama lo."

"Iya, maaf udah nggak percaya."

"Tapi kenapa mesti disyukurin?"

"Karena, gue suka sama lo!" Dia bilang begini sambil nyengir lebar. Jadi, tenang aja, dia hanya bercanda. Gue yakin.

Di tengah itu semua, tiba-tiba warung mi ayam tempat gue makan diserang.

Kata Naela, itu geng motor sekitar rumahnya yang memang suka rusuh.

Salah satunya, yang Naela bilang sebagai pentolannya, pakai sarung tangan kulit. Dari pengalaman gue, gue bisa berasumsi dia lah pembunuh minggu ini.

Gue mencoba bilang sama Naela. Tapi awalnya dia nggak percaya. Dia yakin, yang lain lah yang bakal bunuh orang. Misalnya yang bawa pistol; dan melalui pengalaman gue pula, gue tahu itu pistol bohongan.

Setelah si bapak tukang mi ayam hampir mati disiram air panas, Naela baru bertindak ke si pentolan.

Naela cekatan.

Dia menyemprotkan wajah si ketua geng dengan sambel, lalu dengan segera gue tendang itu orang.

Mereka semua berhasil kabur pada akhirnya.

Begitu pula gue dan Naela. Daripada pas polisi dateng gue disuruh jadi saksi, mending lari jauh-jauh.

"Maaf ya, nggak percaya sama lo," kata Naela setelah menjauh dari warung mi ayam.

"Alesannya apa sih nggak percaya?"

"Iya maaf!" Dia nunduk banget sampai-sampai gue nggak tega.

"Duh. Ya udah, gue maafin. Bangun."

"Ah serius?" Naela langsung semangat dan ngerangkul gue. "Ah, makin suka sama lo!"

"Gue benci lo."

"Makin sukaaa! Awas, nanti lo juga suka sama gue."

"Nggak."

Dan perdebatan itu terus terjadi sampai beberapa menit yang lalu lewat telepon.

Sekarang sudah tengah malam. Naela sudah tidur. Begitu pula kutukannya.

Diary of the Cursed Eyes | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang