Jimin tengah menatap isi obrolan dari seseorang, yang membuatnya hampir tidak bisa tenang ketika memikirkannya. Isi obrolan itu, sudah hampir sangat lama. Sepertinya sudah berjalan sekitar sebulan yang lalu. Tapi, tetap saja Jimin selalu memandangnya dengan tatapan kosong, bohong bila hatinya tidak berharap seseorang itu menghubunginya.
"Kemana sih kau bocah sialan!" Ucap Jimin frustasi sembari mengacak acak rambutnya.
Seokjin yang melihat teman yang umurnya lumayan jauh darinya yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri ini, sudah hampir 5 hari berturut-turut selalu terlihat dengan moodnya yang acak-acakan, malah terkadang Jimin terlihat tidak nafsu untuk menjalankan hari harinya. Jimin yang selalu memamerkan gigi dan mata sipitnya yang membuat hati mereka tenang melihatnya kini tengah dibuat panik dengan perubahan.
Jimin selalu terlihat murung, tidak tenang,dan terkadang ia mengerutkan dahinya sendiri. Lantas siapa yang tidak penasaran dengan sikapnya itu.
"Jimin-ah." Panggil Seokjin sembari menepuk bahu Jimin.
Jimin hanya menoleh lalu memandang Seokjin.
"Aku sebenarnya ingin diam saja, aku tahu mungkin kau sedang banyak pikiran, semakin lama aku semakin tidak bisa diam....Jimin---"
"Jika kau ingin berbagi pikiran denganku, aku siap mendengarkannya." Lanjut Seokjin.
Mata Jimin yang awalnya menatap mata Seokjin dengan diam tanpa mengeluarkan kata-kata satupun kini berubah, ia menunduk memandang lantai. Tentu disana, Seokjin paham bagaimana perasaan Jimin.
"Hyung, aku marah dan aku sangat takut.." ucapnya pelan dengan memainkan kedua telunjuknya yang saling ia gesekan.
"Taehyung, hm?"
"Bb..bagaimana bisa...Hyung tahu?"
"Pfff benar ya? Lagian kalau aku bilang karena perempuan...itu tidak mungkin untukmu, haha!" Tawa Seokjin memecah kecemasan Jimim untuk sementara.
"Bukan aku saja, Hyung!"
"Iya iya, kita memang sudah mem - blacklist hubungan antar perempuan, kkkk lucu sekali bila aku mengusilimu!"
Seokjin menghancurkan rambut Jimin saking gemasnya.
Mereka berdua tertawa geli, tapi itu hanyalah sementara untuk Jimin. Lagi-lagi ia tak bisa menyingkirkan teman jauhnya itu untuk menghilang sebentar dari pikirannya.
"Hyung, bila kau mempunyai janji yang mungkin sudah cukup lama kepada seseorang--apa mungkin kau masih menepati janji itu?"
Seokjin mengangguk paham, jadi ini yang terus berkecamuk dan berputar-putar di kepalanya, batin Seokjin.
"Tentu, aku akan menepatinya---bila berbuat janji harus ditepati, bukan? Tapi...bila aku tidak bisa menepati janji tersebut, percayalah ada sesuatu alasan yang logis yang membuatku tidak bisa menepati janji tersebut." Jelasnya.
"Lalu... apa Hyung tidak memikirkan orang yang sudah membuat janji bersama mu?" Tanya Jimin lagi.
"Hmm...."
Seokjin berasa seperti ia pertama kali di wawancarai untuk menjadi Trainee di agensinya dulu.
"Tentu aku memikirkannya, tapi yang lebih penting adalah....alasan mengapa aku tidak menepati janji, aku mungkin berusaha untuk memperbaiki keadaan dengan...tidak menaati janji tersebut, untuk kebaikan."
Jimin ternganga dan ia reflek bertepuk tangan,terpukau dengan apa yang ia dengar. sedangkan seseorang yang daritadi berbicara panjang lebar tersebut tersenyum bangga dengan perkataannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian mereka! [✔]
FanfictionJeon Jungkook, Kim Taehyung dan Park Jimin sudah bersahabat dari sekolah dasar. Namun ketika mereka ingin menjalani sekolah menengah pertama, persahabatan mereka terhalang oleh ruang dan waktu. -- Jeon Jungkook, dia yang ingin merasakan masa-masa SM...