🧸Diary Nikah Muda. 32

279K 16.7K 1.4K
                                    

STOPPP!

Sebelum baca ini gue saranin setel lagu ini;
The Hill Moon x Perayaan Mati Rasa

Dijamin feelnya nembus pembuluh darah

Kalian apa kabar?

Boleh dong absen di sini yaa, berapa banyak yang nunggu cerita ini di up?

Berikan banyak sayang untuk cerita ini yaaa, panjang banget nih hampir 4 rb kata
Keterlaluan yang cuma baca tanpa komen 😒

Berikan banyak sayang untuk cerita ini yaaa, panjang banget nih hampir 4 rb kata Keterlaluan yang cuma baca tanpa komen 😒

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagas duduk canggung di hadapan makanan, ia bersama keluarga Saras duduk di atas karpet dari anyaman bambu kering. Sedikit pun tangannya enggan bergerak untuk menaruh makanan meski sudah dipersilakan makan oleh ibu Saras.

Ibu Saras mencubit pelan tangan putrinya seraya berbisik, "Apa dia ndak suka makanan kita ya?" kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, cara Bagas memandang masakannya menimbulkan presepsi ketidaksukaan.

Saras tahu persis kebiasaan makan Bagas di kota, tapi waktu ia memasak untuk Bagas sekeluarga, sepertinya Bagas oke-oke saja tuh.

Apa mungkin bukan masalah di makanannya tapi lingkungan rumah aku yang nggak layak ini buat dia?

"Bagas, kamu mau makan telor dadar aja? Aku buatin ya, nanti kamu bisa makan di ruang tamu kalau mau." Saras sudah berniat berdiri, tetapi Bagas tanpa berkata apapun menyendokkan makanan ke piringnya, tanpa terkecuali, lauk apapun ia ambil.

"Ibu, makasih ya sudah menjamu saya dengan makanan, padahal nggak perlu juga, Ibu pasti capek kan?"

Ketegangan Ibu Saras sirna, tubuhnya baru bisa melemas lagi setelah sempat berpikir menantunya tak menyukai masakan yang tersaji. Ia mendorong piring lauk lebih dekat ke Bagas,"Nanti tambah ya kalau Nak Bagas suka."

"Siap, Bu."

Jauh dari pemikiran negatif Saras, nggak cuma makan dengan lahap, Bagas juga terlihat tak jijik makan langsung menggunakan tangan kosong, biasanya selalu harus ada sendok garpu di piringnya. Ibunya juga menuangkan minuman untuk Bagas, tak disangka, kini Bagas dan ibunya lebih terlihat seperti Ibu anak ketimbang dirinya. Ia lega dan bersyukur semua tidak semengerikan bayangannya.

Bagas, cowok tak terjangkau yang selama ini hanya bisa ia lihat dari belakang kelas atau barisan, kini berbicara hangat dengan ibunya yang nggak punya apa-apa.

Seusai makan, Saras membantu ibunya mencuci piring. Meski sudah diminta istirahat saja, Saras tetap keras kepala membantu. Ia menaruh semua bilasan piring ke dalam keranjang sebelum nanti dipindahkan ke rak piring mereka.

Ia berdiri setelah berjongkok mencuci piring. Tanpa sepengetahuan Sang Ibu yang tengah menyusun kayu bakar, Saras datang memeluk tubuh ibunya dari belakang.

Diary Nikah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang