Sinar mentari bersinar dengan sangat terang di ufuk Timur, sinarnya bahkan menembus celah-celah gorden salah satu unit apartemen di kota itu. Namun, kedua anak Adam yang kini masih terlelap itu terlihat sama sekali tak terganggu, malah berpelukan semakin erat mencari kenyamanan.
Hingga akhirnya, salah satu dari mereka mulai membuka mata dan melenguh pelan, "Eunghh." Siska mengerjapkan matanya pelan, setelah terbuka sepenuhnya Siska beralih menatap jam yang menggantung di dinding. Kedua mata berbulu mata lentik itu membelalakkan kaget melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Belum lagi dengan dirinya yang sudah berganti pakaian menjadi celana pendek serta kaus kebesaran milik Raga.
Seprei yang dipenuhi oleh bercak-bercak merah darah juga telah diganti oleh yang baru, kamar ini juga sudah beraroma lavender kembali.
"Raga, bagun! Kita telㅡ"
"Shhh, badan kamu masih perih, kan? Udah tidur lagi."
Siska meringis pelan mengetahui ucapannya disela Raga begitu saja. Tubuhnya memang masih sangat perih, tetapi bagaimana dengan tugas merangkumnya?
"Terus rangkuman aku gimana?"
"Gampang." Raga membalas ucapan Siska dengan mata yang masih tertutup rapat.
Siska menghela napas pelan, ia memang tak akan pernah menang dari Raga. Terjadi keheningan beberapa saat sebelum Siska kembali membuka mulutnya.
"Raga, aku laper ...," ujar Siska seraya memerhatikan wajah tenang Raga. Terlihat sangat tampan jika laki-laki itu tak menunjukkan sifat kejamnya.
Perlahan, Raga mulai membuka kedua matanya, menunjukkan iris sekelam malam miliknya.
"Kamu mau makan apa?" ujar Raga, matanya menatap Siska lembut.
Siska terlihat sedikit berpikir. "Kayaknya bubur ayam enak," sahut Siska.
Raga terlihat meraih ponselnya di meja nakas kemudian mengotak-atik benda persegi panjang itu beberapa saat.
"Udah, tunggu, ya. Aku pesan lewat aplikasi ojek online."
Siska mengangguk pelan. Jarinya menelusuri rahang tegas Raga. "Sana mandi, udah siang."
"Hmm." Raga hanya membalas ucapan Siska dengan gumaman.
Tak lama, Raga kembali membuka matanya dan bangkit dari ranjang, sebelum itu Raga lebih dulu mengecup kening Siska.
"Uangnya ambil di dompet aku."
Siska mengangguk dan ikut bangun dari ranjang. Tangannya mengikat rambutnya menjadi satu menggunakan ikat rambut yang selalu terselip di pergelangan tangannya.
Siska berjalan menuju meja nakas, bermaksud ingin mengambil uang dari dompet Raga. Namun, rambutnya yang sudah terkucir malah ditarik begitu saja hingga menyebabkan tergerai dengan indah.
"Kok dilepas, sih?" gerutu Siska.
Raga hanya diam tak membalas, melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi yang berada di ruangan itu.
Siska memutar bola matanya kesal lalu mengambil selembar uang dari dompet Raga, setelah itu berjalan keluar dari dalam kamar.
Siska menunggu pesanannya datang di ruang tamu. Tangannya memencet asal siaran televisi yang sama sekali tak menarik perhatiannya.
Siska menghela napas pelan, matanya menerawang langit-langit ruangan itu. Bosan sekali rasanya. Namun, tak lama, telinganya mendengar suara bel dibunyikan.
Dengan wajah berseri-seri Siska berjalan membukakan pintu.
"Pagi, Kak. Benar ini pesanan Bapak Raga?" Seorang driver yang kira-kira berumur setengah baya menyambut Siska dengan senyuman.
Siska mengangguk. "Iya, benar."
Driver itu tersenyum samar penuh makna. "Semuanya jadi 25 ribu."
Siska menyerahkan selembar uang berwarna biru yang tadi ia ambil di dompet Raga.
"Kembaliannya, Kak."
Siska tersenyum licik. "Ambil aja, Mas makasih," ucapnya. Anggap saja ini adalah balasan sikap menyebalkan yang Raga lakukan padanya tadi, lagi pula Raga tak akan miskin hanya dengan kehilangan uang seperti itu saja.
"Yang benar, Kak? Ini kembaliannya banyak banget, loh," sahut driver itu tak percaya.
Siska mengangguk seraya tersenyum.
"Makasih, ya, Kak."
"Sama-sama. Hati-hati, ya, mas!"
Siska kembali masuk ke dalam apartemen Raga, dan betapa terkejut dirinya menemukan Raga yang kini berdiri di dekatnya hanya dengan sebuah handuk kecil yang melekat di pinggangnya.
Siska seketika menundukkan kepalanya, entah kenapa pipinya terasa sangat panas.
"Udah mulai ngelirik cowok lain ya kamu, mau aku hukum lagi?" Raga berucap secara tiba-tiba dengan suara dinginnya.Siska yang terkejut sontak mengangkat kepalanya, wajahnya terlihat sangat bingung. "Maksud kamu apa sih, Ga?"
"Kurang, tuh ngobrolnya udah akrab banget juga keliatannya." Bukannya menjawab pertanyaan Siska, Raga malah kembali berucap dengan kata-kata sarkastik.
"Lah, Ga. Kamu ini kenapa, sih?"
Memilih tak kembali menjawab pertanyaan Siska, Raga malah menarik Siska menuju sudut ruangan dan mengurungnya menggunakan tangan juga tatapan tajamnya.
"Kamu mau aku hukum lagi?" tanya Raga dengan suara rendahnya.
"E-enggak, Ga."
"Jangan pernah berbicara dan berdekatan dengan laki-laki lain, ngerti?"
"I-iya ak-aku ngerti."
"Good girl," ucap Raga sambil mengusap kepala Siska.
"Udah yuk makan, katanya kamu laper." Raga kembali menarik tangan Siska.
Siska hanya menggerutu dalam hati.
Kan, katanya tadi suruh tunggu, terus ngasih uang juga! Gimana sih! Gerutu Siska di dalam hati.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]
Teen FictionTersedia di toko buku kesayangan Anda. Sometimes, my hands are itching to kill someone, but I have promised my dear ones not to kill anymore -Raga Dirgantara. Karena suatu tragedi Siska kini berakhir menjadi kekasih Raga Dirgantara, seorang psikop...