Saat ini Siska sudah terisak-isak dalam pelukan Salsa.
Sebelumnya Siska sudah mencari tahu apakah korban itu Dita atau bukan. Dan saat tahu hasilnya, Siska langsung menangis meraung-raung dalam pelukan Raka. Ia tak mau menerima kabar kematian Dita. Ia masih berharap bahwa ini hanyalah mimpi semata.
Kini Siska sudah berada di rumah Dita. Rumah yang dulu sering Siska datangi dengan perasaan gembira, rumah yang dulu selalu membuat kesan hangat saat orang mengunjunginya seketika berubah. Berubah menjadi rumah duka yang penuh dengan tangis dan kesedihan.
"Hiks.. Ini gak mungkin hiks.. Gu-gue yakin Dita masih ada." Tubuh Siska sudah lemas dalam pelukan Salsa, namun mulutnya masih terus mengucapkan kata-kata.
"Shut.. Lo gak boleh gini. Dita udah gak ada, lo harus terima kenyataan, Sis. Ikhlas Dita, jangan bikin dia gak tenang." Salsa menasehati Siska dengan suara bergetar, tangannya ia gunakan untuk mengelus punggung Siska agar gadis itu lebih tenang. Ia sudah tidak menangis saat ini. Ia mencoba mengikhlaskan dan menerima kenyataan bahwa sahabat terbaiknya pergi untuk selama-lamanya.
Berbeda halnya dengan Salsa dan Siska. Putri lebih memilih menyendiri duduk di sudut ruangan. Putri pun merasakan hal yang sama. Kesedihan dan terpukul akan kematian Dita yang sangat secara tiba-tiba. Namun kali ini Putri mencoba lebih dewasa. Ia tidak menangis karena itu malah akan memperkeruh suasana. Ia lebih memilih merapalkan doa-doa untuk Dita, dan menguatkan hatinya. Mencoba ikhlas dengan sepenuh hati dan menerima kenyataan yang ada.
Banyak sekali orang yang menyayangi Dita. Hal itu terbukti karena banyak sekali orang yang datang untuk melihat wajah Dita untuk terakhir kali. Rumah duka itu kini dibanjiri dengan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Ayat-ayatnya mengalun indah di dalam rumah besar ini.
Jika Siska, Salsa, dan Putri merasakan kesedihan yang sangat mendalam. Kedua orang tua Dita dan kakak laki-lakinya jauh lebih merasakan kesedihan. Mereka tak menyangka harus kehilangan Dita secepat ini. Kemarin mereka masih bisa melihat senyum manis Dita, namun ternyata itu adalah senyum manis Dita untuk yang terakhir kalinya.
Jam demi jam terlalui. Jasad Dita kini sudah dikebumikan. Kini sudah tiada Dita yang manis, tiada Dita yang dewasa, dan tiada Dita yang sering bersifat jahil. Semua hal yang bersangkutan dengan Dita kini hanya dapat dikenang.
Saat ini Siska sudah berada di dalam mobil dengan Raka. Kepalanya ia sandarkan di kaca jendela, pikirannya terbang jauh meninggalkan raganya.
Raka melirik adiknya yang tampak kacau. Tangannya ia ulurkan untuk menggenggam tangan Siska yang terasa dingin. Menggenggam tangan dingin itu dengan tangan besar nan hangat miliknya. Menyalurkan sedikit ketenangan dari genggaman tangan itu.
"Gue tahu lo pasti terpukul banget dengan ini. Tapi, lo tetep harus ikhlasin Dita. Lo harus menerima kenyataan." Raka berucap dengan lirih, mencoba menasehati adiknya yang tampak sangat terpukul ini. "Semuanya gak ada yang abadi. Di sini kita hanya menunggu giliran untuk pergi. Dan sekarang mungkin gilirannya Dita, gak tahu besok. Mungkin gue, atau lo. Jadi, cepat atau lambat, lo harus tetep ikhlasin dia," lanjut Raka.
Siska tidak merespon apapun ucapan Raka. Ia hanya memilih diam, namun ia mendengarkan apa yang Raka ucapkan.
***
Siska berjalan dengan perasaan bingung. Tempat ini dipenuhi dengan kabut putih, jalan setapak mengiring langkahnya yang entah berjalan ke mana.
Kabut putih itu sedikit muka sedikit menghilang. Dan kini Siska dibuat takjub oleh keindahan tempat ini.
Tempat ini seperti taman, namun lebih indah. Rerumputan hijau tumbuh di tanah yang nampak subur, bunga-bunga tumbuh dengan sangat cantik, berbagai warna dan jenis bunga ada di tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]
Novela JuvenilTersedia di toko buku kesayangan Anda. Sometimes, my hands are itching to kill someone, but I have promised my dear ones not to kill anymore -Raga Dirgantara. Karena suatu tragedi Siska kini berakhir menjadi kekasih Raga Dirgantara, seorang psikop...