Extra Part 1

520K 18.9K 3.4K
                                    

Tak terasa, sudah lima tahun berlalu sejak kejadian Raga melamar Siska di rumah sakit waktu itu.

Kini Raga dan Siska sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Raga menikahi Siska tepat saat mereka lulus dari bangku sekolah menengah atas.

Raga benar-benar bergerak cepat, ia tak mau kehilangan Siska apalagi sampai melihat gadisnya itu terluka.

Kini Raga juga sudah menjadi seorang CEO di perusahaan penerus keluarganya. Sedangkan Siska, gadis itu menjadi seorang Ibu Rumah Tangga yang baik karena tak diizinkan Raga bekerja.

Katanya sih Raga tak ingin Siska kelelahan, dan ia masih cukup dan sangat mampu menafkahi Siska tanpa bantuan dari istrinya itu.

Lagipula jika Siska bekerja, siapa yang akan menyambutnya saat ia pulang bekerja? Jika Siska bekerja mereka akan sama-sama lelah dan tak ada waktu untuk Raga bermanja-manja bersama Siska. Sifat posesif Raga juga tak pernah hilang sedikitpun.

Raga itu, sudah tua tapi tak ingat umur!

Sebenarnya Siska ingin berontak dan mengeluarkan aspirasinya. Namun keberanian yang tak kunjung tumbuh membuat Siska hanya dapat mengangguk pasrah.

Omong-omong, sampai saat ini Raga dan Siska masih belum dikaruniai seorang keturunan. Entahlah, mungkin Tuhan ingin Raga bekerja lebih kerasa setiap malam.

Padahal, Siska sudah membayangkan bagaimana bentuk lucunya seorang bayi mungil yang keluar dari perutnya sendiri.

Dan, kini Raga juga sudah mengurangi kebiasaan buruknya dalam menghukum Siska mengunakan sifat kekerasan.

Kini Raga lebih sering menasehati Siska terlebih dahulu, jika istrinya itu benar-benar tak bisa dinasehati lagi atau bersikap kelewatan batas, barulah Raga menghukum istrinya itu, namun kini Raga lebih menyukai menghukum Siska di ranjang hingga istrinya itu kelelahan dan tak bisa berjalan selama beberapa hari.

Mesumnya Raga bahkan tak berkurang, dan malah semakin bertambah setiap harinya.

Oh, dan jangan lupakan Raka, Rico dan kedua sahabat Siska.

Raka dan Putri kini sudah resmi berpacaran, sedangkan Rico masih mencoba mengejar cintanya pada Salsa.

Entah bagaimana keempat orang itu bisa dekat hingga dapat menjalin tali kasih seperti saat ini.

Tuhan benar-benar membuat sekenario yang siapapun tak bisa menebaknya, entah itu berkahir bahagia atau mengecewakan.

Pagi ini Siska sudah bangun lebih dulu dari Raga, padahal mereka baru saja tidur pukul tiga pagi karena maraton menonton film Megalodon disusul dengan beberapa film action lainnya.

Mereka melakukan hal tersebut bukan tanpa sebab, semalam adalah Malam Minggu, sebenarnya mereka sudah merencanakan untuk pergi kencan namun gagal karena hujan turun dengan begitu deras, ditambah petir dan kilat yang terus bersahutan.

Siska melirik jam dinding berwarna putih yang tergantung di dingin kamarnya dan Raga. Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Setelah itu Siska beralih menatap wajah damai Raga saat tertidur, ia juga mengelus surai hitam legam Raga. Wajah Raga benar-benar polos dan tak terlihat seperti seorang psikopat gila berdarah dingin.

Wah, pribahasa jangan melihat buku dari sampulnya itu ternyata benar ya!

Siska bahkan tak pernah menyangka bahwa hatinya akan berlabuh pada seorang psikopat gila yang saat ini sudah resmi menjadi suaminya.

Siska segera bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk lalu mengucir rambut panjangnya asal.

Ia ingin membuat sarapan, setelah itu baru ia membangunkan Raga. Sepertinya Raga sangat kelelahan, terlihat sekali dari raut wajahnya saat ini. Akhir-akhir ini Raga memang sering lembur karena urusan di perusahaannya terus menumpuk, Siska jadi kasihan melihat Raga yang harus pulang malam karena mengurus tumpukan kertas menyebalkan itu.

Baru saja Siska menyingkap selimut yang masih menutupi sebagian tubuhnya, sebuah tangan kekar sudah melingkar dengan posesif di pinggangnya, tangan itu menarik tubuh Siska menjadi tertidur kembali.

"Mau ke mana, hm." Sebuah suara berat dan serak di telinga Siska membuat bulu kuduk Siska meremang dibuatnya.

Perlahan, tangan yang tadinya melingkar di pinggang Siska beralih masuk ke dalam perut rata Siska. Tangan berurat Raga mengusap kulit halus Siska dengan perlahan.

"Raga, ah! Masih pagi, aku mau masak dulu. Kamu balik tidur lagi sana," suruh Siska sambil berusaha melepaskan tangan Raga di dalam piama biru tua miliknya.

"Ngelawan suami dosa loh."

Selalu itu yang menjadi ancaman seorang Raga Dirgantara saat ini. Dosa Siska, kan sudah banyak, ia tak ingin menambahnya dengan durhaka menjadi seorang istri bagi Raga.

"Ish, kamu mah! Tau ah, nyebelin!" gerutu Siska memilih mengalah.

Raga hanya membalas dengan gumaman tak jelas sambil mengendus leher jenjang Siska yang kini semakin menjadi candu baginya.

"Kapan di dalam perut ini bakal ada kehidupan, hm," lirih Raga masih dengan kegiatannya.

"Gak tau. Aku juga mau cepet-cepet punya momongan. Sepi kalo kamu kerja dan aku sendirian di rumah," balas Siska pelan.

"Kayaknya aku memang harus kerja lebih keras." Raga menyeringai sambil menjilat daun telinga Siska.

"Enghh, apaan sih, Ga. Masih pagi." Siska mendesah kecil sembari melakukan perlawanan kecil.

Dan entah bagaimana cara lelaki itu bergerak begitu cepat, karena kini Raga sudah berada di atas Siska dengan wajah khas orang bangun tidur yang terlihat sangat tampan sekaligus menyebalkan.

"Mami kepengen cucu, Sayang. Ayo kita bikin cucu yang banyak buat Mami!" ujar Raga dengan wajah mesumnya.

"AAAAA!" Siska hanya dapat berteriak.

Karena setelah itu kalian tahu apa hal yang mereka lakukan di pagi hari yang indah itu. Hitung-hitung olahraga di pagi hari.

END

A/N: Good morning, guys and have a nice day! Apa kabar nih kalian? Hm lama ya diriku tak menyapa wkwkwk. Maaf kalo gak sesuai sama ekspetasi kalian, dan kayaknya gue bakal bikin sequel cerita ini dengan keluarga kecilnya si Raga wkwkwk. Ok, tunggu aja ya, bye!

Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang