Jika kesakitan datang menghampiri mu, percayalah Tuhan sedang mengujimu dan kebahagiaan akan segera datang seiring dengan berjalannya waktu.
***
Raga berlari meninggalkan Lusi menuju tempat di mana Siska dan kedua sahabatnya berada.
Namun Siska dengan setetes air mata yang meluncur dari matanya berlari dengan kencang meninggal kantin.
Siska tak tahu ia ingin melarikan diri ke mana, ia hanya mengikuti langkah kakinya berjalan. Ia butuh waktu sendiri saat ini.
Tak terasa kaki jenjangnya membawa tubuh Siska masuk ke dalam UKS. UKS sedang sepi hari ini, tidak ada murid sakit atau hanya sekedar ingin tidur di bangkar UKS.
Siska menutup pintu UKS dengan rapat sekaligus mengunci pintu itu.
Tubuh Siska merosot, tertunduk dengan air mata yang membasahi pipinya. Ia tak menyangka dengan hal yang tadi ia lihat menggunakan kedua mata kepalanya adalah kejadian nyata.
Siska menangis sambil mengigit bibir bawahnyaㅡ menahan isakan agar Raga tak tahu di mana keberadaannya. Ia tak ingin menemui Raga dalam waktu dekat ini. Ia butuh waktu sendiri untuk mencerna semua kejadian tadi.
Mungkin terdengar berlebihan, namun Siska sudah cukup tertekan dengan kejadian yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Kematian Dita adalah salah satu hal terbesar yang mengguncangkan mentalnya. Cukup dengan Dita, ia tak ingin kehilangan seseorang yang ia sayangi siapapun itu, terutama Raga dan keluarganya.
Sudah cukup! Siska sudah tidak tahan. Siska memukul dadanya kencang. Dadanya terasa sakit sekali.
Siska masih belum bisa mengikhlaskan Dita dengan perasaan ikhlas seikhlas-ikhlasnya. Mungkin ia memang memasang wajah tersenyum dan ceria. Namun itu semua berbanding terbalik dengan hatinya. Jauh di dalam lubuk hati Siska, perasaan bersalah masih terus menghantuinya.
Siska tahu semuanya, Siska bukan gadis bodoh yang akan percaya begitu saja tanpa adanya bukti yang jelas.
Ia tahu bahwa Raka dan Rico yang membunuh Dita. Ia tahu semuanya. Dan hal itu selalu membuat Siska dibantu perasaan bersalah yang sangat mendalam.
Jujur, Siska tak menyangka jika Kakak laki-lakinya akan tega berbuat seperti itu. Bahkan dengan alibi membuat dirinya bahagia tidak bisa diterima pikiran sehatnya. Siska kecewa, sungguh.
Dari mana Siska mengetahui hal itu? Dulu, selang sehari kematian Dita, Siska tidak bisa tidur dengan nyenyak di kamarnya. Siska menghampiri Raka di kamarnya, berniat tidur dengan Kakak laki-lakinya itu setidaknya agar ia tidak jatuh sakit.
Namun harapannya pupus saat mendengar percakapan telepon Raka dengan seseorang. Percakapan dalam sambungan telepon itu dalam mode loudspeaker. Siska dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.
Orang suruhan Raka memberitahu bahwa ia sudah menabrak Dita menggunakan mobilnya hingga Dita tewas. Raka membalas ucapan sang pembunuh bayaran dengan nada puas dan berjanji akan mengirim bayaran secepatnya.
Siska yang masih berdiri di depan pintu terdiam mematung mendengar semua percakapan itu. Ia tak tahu harus berbicara apa. Ia sangat terkejut. Mentalnya kembali dijatuhkan dengan sangat dalam.
"Gue capek hiks.. Gue gak kuat.." lirih Siska dalam isakannya. Ia masih memukuli dadanya dengan kencang, berharap rasa sakit itu akan segera hilang.
Karena kantin yang ramai dan koridor yang dipenuhi murid-murid lain, Raga kehilangan jejek Siska.
Ia memaki dalam hati dan menyumpahi Bu Novita atas semua hal yang terjadi. Oh dan jangan lupakan Lusi. Rasanya Raga ingin melenyapkan gadis itu dengan linggis yang menganggur di rumahnya!
Sudah berjam-jam Raga mengitari seluruh penjuru sekolah, namun nihil, Siska tak dapat ia temukan.
Raga menghela napas kencang lalu mengusap wajahnya kasar. Ia harus menemukan Siska dan meminta maaf juga menjelaskan semua yang terjadi.
Sekolah sudah mulai sepi karena bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu.
Raga menatap pintu di depannya, hanya satu ruangan yang ia belum temui, yaitu ruang UKS. Dan saat ini ia tengah berdiri di depan ruangan itu.
Raga menarik handle pintu, namun pintu terkunci dengan rapat. Raga menatap pintu ia persekian detik lalu meninggalkan koridor sepi itu.
Mungkin Siska sudah pulang, ia harus mencarinya di rumah gadisnya.
Di dalam sana, jantung Siska berdetak dua kali lebih cepat saat handle pintu ditarik. Ia yakin itu Raga.
Namun setelah mendengar langkah kaki menjauh Siska dapat menghela napas lega.
Menghapus air mata yang berada di pelupuk dan juga pipinya.
Bangkit dari duduknya lalu membuka kunci pintu UKS, membuka pintu bercat kayu itu dengan perlahan. Kepalanya ia condongkan keluar, melihat sekeliling apakah sudah aman atau belum.
Siska menghela napas lega saat keadaan sudah aman, tidak ada lagi murid berkeliaran termasuk Raga dan terkecuali dirinya sendiri.
Siska berjalan menuju kelasnya, ia ingin mengambil tas berwarna secercah awan miliknya.
Tas sudah ia ambil, sekarang hanya memikirkan ke mana dirinya akan singgah untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya.
Sembari melangkahkan kakinya menuju gerbang, Siska memikirkan ke mana dirinya akan pergi.
Dan jalan satu-satunya adalah Hotel. Karena tak mungkin ia pulang ke rumahnya atau menginap di salah satu rumah temannya, karena Raga pasti akan menemukannya dengan cepat.
Ia butuh memenagkan pikirannya agar bisa kembali berpikir dengan jernih. Mengambil ponsel yang berada di saku bajunya, mematikan daya ponsel itu agar tak ada yang bisa melacak di mana keberadaannya.
Siska menyetop salah satu taksi yang lewat di depannya, mengucapkan salah satu nama Hotel di Ibu Kota lalu jatuh terlelap. Lelah dan mengantuk ia rasakan setelah menangis dengan cukup lama, benar-benar menguras tenaganya.
Jika ditanya, apakah Siska memiliki uang? Tentu saja ia memiliki uang. Siska memiliki uang tabungan yang tidak diketahui siapapun tahu. Uang tabungan itu sisa-sisa dari uang jajannya. Ia kumpulkan hingga jumlahnya menjadi cukup banyak.
TBC
A/N: Konflik kali ini akan sedikit berat karena ini adalah konflik terakhir di cerita ini. Dan kayaknya tinggal beberapa part lagi buat cerita ini ending. So, jangan bosen-bosen buat nunggu dan komen sebanyak-banyaknya biar gue gak mager update.
Kira-kira bakal happy ending atau sed ending?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]
Novela JuvenilTersedia di toko buku kesayangan Anda. Sometimes, my hands are itching to kill someone, but I have promised my dear ones not to kill anymore -Raga Dirgantara. Karena suatu tragedi Siska kini berakhir menjadi kekasih Raga Dirgantara, seorang psikop...