Raga dan Rico sudah kembali dari rumah sakit. Dokter bilang, Rico hanya kelelahan dan banyak pikiran.
Kini, Rico tengah tertidur dengan pulas karena efek obat yang diminumnya. Selimut tebal menutupi tubuh Rico hingga sebatas dagu. Deru napasnya teratur terdengar sangat halus.
Raga menatap Rico dengan pandangan yang sulit diartikan. Sahabat masa kecilnya kini sudah tumbuh dewasa. Dulu Rico akan merengek manja padanya, tapi sekarang laki-laki itu bahkan menyukai kekasihnya sendiri.
Raga menghela napas pelan. Laki-laki itu menatap kamar di mansion milik keluarganya ini. Lebih tepatnya menatap ke arah sudut kamar itu. Pikirannya menerawang jauh mengingat kejadian masa kecilnya yang membuat ia jadi seperti ini sekarang.
Ditinggalkan, dikucilkan, di-bully, dibentak, dipukul, ditampar dan hal lain yang sangat menyakitkan mental Raga kecil. Kejadian itu terus terjadi hingga hadirnya Rico dalam hidupnya. Laki-laki manis yang selalu membelanya dan mengajaknya bermain.
Raga menghela napas, lagi. Bangkit dari duduknya lalu mengambil kunci mobil yang tadi ia letakkan di meja nakas. Berjalan menghampiri sofa yang berada di kamar itu lalu mengambil jaketnya yang terletak di atas sofa itu. Memakai jaket hitam kulit itu lalu berjalan dengan langkah panjang ke arah pintu kamarnya.
Pikirannya sedang kacau saat ini. Mood-nya turun drastis setelah mengingat kejamnya masa lalu yang menimpa dirinya. Dan, mengingat Rico yang menyukai Siska. Raga ingin sekali membunuh Rico rasanya, namun hatinya berkata lain. Rico adalah sahabat masa kecilnya yang selalu ada untuknya. Sungguh, Raga tidak tega melihat wajah damai Rico saat sedang tertidur.
Dan percayalah, di balik jaket hitam Raga ada sebuah pisau kecil dengan ukiran bunga lily di ujung mata pisaunya. Pisau itu selalu tersemat di dalam jaket itu sepanjang waktu.
Pikirannya kacau. Mungkin membunuh satu atau dua orang tidak masalah, pikir Raga.
Seketika tercipta sebuah seringan di bibir Raga. Seringan itu terlihat sangat mengerikan di wajah tampan Raga.
Malam semakin larut dan hujan turun semakin deras. Namun, dengan tubuh berbalut celana jeans hitam dan hoodie berwarna serupa, Raka nekat keluar dari mansion megah nan hangatnya.
Siska sudah tidur sekitar 15 menit yang lalu. Raka ingin membeli sesuatu di minimarket jadi ia memutuskan keluar dengan menggunkan mobilnya. Mobil audi miliknya yang lama ia tak pakai. Mobil itu salah satu mobil pemberian ayahnya. Selama Raka berkuliah di London Alvian yang merawat mobil itu.
Jalanan kota yang biasanya padat saat ini terasa begitu sepi, tak ada suara bising kendaraan yang saling bersahutan. Hanya ada beberapa mobil yang melintasi. Mungkin karena ini sudah cukup larut untuk berkeliaran di luar rumah ditambah hujan yang turun begitu deras.
Tak membutuhkan waktu lama, Raka akhirnya sampai di minimarket dan dekat komplek mansion-nya. Turun dari mobil menggunkan sebuah payung hitam yang sempat ia ambil tadi. Lalu berlari kecil ke dalam minimarket itu.
Suasana minimarket pun terasa begitu sepi, hanya ada beberapa staff yang merapihkan barang dan penjaga kasir.
Raka mengambil beberapa cemilan dan softdrink. Setelah itu berjalan menuju kasir.
"Selamat malam, apa ada tambahan?" tanya penjaga kasir dengan ramah. Matanya sesekali mencuri pandang dengan wajah Raka, tapi, Raka sama sekali tidak memperdulikannya.
"Tidak ada."
"Semuanya lima puluh ribu," ucap penjaga kasir itu setelah menscan semua harga barang belanjaan Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]
Teen FictionTersedia di toko buku kesayangan Anda. Sometimes, my hands are itching to kill someone, but I have promised my dear ones not to kill anymore -Raga Dirgantara. Karena suatu tragedi Siska kini berakhir menjadi kekasih Raga Dirgantara, seorang psikop...