"Mommy kangen kamu, Rico!" Wanita paruh baya itu bangkit dari duduknya menghampiri laki-laki yang dipanggilnya sebagai Rico.
"Rico juga kangen, Mommy." Rico tersenyum manis seraya balas memeluk seseorang yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri.
Kedua insan yang berbeda umur dan berbeda jenis kelamin itu saling berpelukan melepas rindu. Pelukan itu khas sekali seperti seorang ibu memeluk anaknya yang lama tak ia temui.
"Gak kangen nih sama Daddy?" celetuk seorang pria paruh baya yang masih dengan tenang mendudukkan tubuhnya di single sofa ruangan itu.
Kalimat itu sukses membuat sang laki-laki yang lebih muda melepaskan pelukannya dari sang wanita paruh baya.
"Rico, juga kangen, Daddy!" Terjangnya seraya memeluk pria yang juga suah ia anggap sebagai ayah.
"Daddy juga kangen, Rico. Ayo sini duduk dulu," sahut pria itu lalu mempersilakan Rico untuk duduk.
"Gimana, kabar Raga? Mom, Dad," tanya Rico.
"Udah tiga bulan Mommy belum ketemu sama Raga. Ah, Mommy kangen banget sama anak kesayangan Mommy itu," jawab Liana sambil menerawang menatap langit-langit rumahnya.
"Tadi Rico telepon. Katanya lagi pergi," ujarnya Rico.
"Mungkin pergi sama pacarnya," balas Liana sambil menatap lembut sahabat kecil anaknya itu.
"Pacarnya? Raga punya pacar, Mom?" tanya Rico terkesan posesif.
"Iya punya. Namanya Siska. Mommy suka anaknya. Baik, ramah, dan ceria. Dia keliatan bisa mengubah sifat dingin Raga," jawab Liana sambil membayangkan wajah cantik Siska.
Rico mengangguk paham. Sejak kecil Raga memang memiliki sifat dingin dan tak banyak bicara. Sosok anak kecil yang begitu misterius.
"Andai dulu Mom sama Daddy nggak lalai mengurus Raga, pasti Raga punya hubungan yang baik dengan kita," ucap Liana sedih.
"Emang Raga kenapa, Mom?" Rico bertanya dengan wajah penasaran yang tidak bisa di sembunyikan.
"Raga itu dingin, Sayang. Ini juga salah Mom dan Dad karena lalai ngurus Raga dan lebih mementingkan pekerjaan yang gak ada habisnya," ucap Liana dengan mimik wajah sedih.
"Udah, Mom, jangan sedih, sini Rico peluk," hibur Rico lalu berjalan dan memeluk wanita paruh baya yang saat ini tengah merintihkan air mata.
***
"Raga, kan aku mau yang itu!" teriak tertahan seorang perempuan bersurai cokelat. Wajahnya menunjukkan kekesalan, sedangkan laki-laki di depannya tengah asik memainkannya game di ponselnya.
"Raga! Kamu ini dengerin aku gak, sih?" ucapnya kesal.
"Raga! Ishh nyebelin! Tahu gitu tadi aku jalan sama mereka aja!" Akhirnya perempuan itu benar-benar berteriak karena jengkel dengan laki-laki di depannya ini. Mereka yang dimaksud itu adalah Dita, Putri dan Salsa.
Teriakan itu menjadi pusat perhatian di kedai seblak sederhana yang saat ini tengah ramai oleh pengunjung.
"Siska," desis laki-laki yang tadi tengah asik bermain game di ponselnya. Benar, pemuda itu adalah Raga. Raga menyimpan ponselnya di saku celananya lalu menatap mata Siska tajam.
"Ya habisnya kamu! Kan aku mau seblak yang level lima bukan level satu, Ga!" ucapnya dengan wajah menantang.
Alih-alih menunjukkan kemarahannya, Raga malah mengeluarkan seringai andalannya yang membuat beberapa pengunjung wanita berteriak tertahan.
"Siska, aku belum kasih kado ke kamu, kan. Nanti pulang dari sini nginep di apartemen aku aja ya, aku mau kasih kejutan ke kamu," balas Raga masih dengan seringai di bibir seksinya.
Tubuh Siska menegang mendengar jawaban Raga.
Aduh, mampus gue. Pasti dihukum lagi, aduh Siska kok lo bego banget sih, monolognya dalam hati.
"A-Aku kan belum izin ke Mami, Ga," ucap Siska seraya menunduk dan memilin baju bagian bawahnya.
"Ok, aku izin ke Tante Salma dulu," sahut Raga sembari mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
"Halo, Tante."
"..."
"Raga, mau izin kalau Siska nginep di Apartemen Raga malam ini."
"..."
"Raga mau ngasih Siska surprise hadiah ulang tahunnya, Tante."
"..."
"Tahu sendiri gimana Jakarta, pasti bakal larut malam banget kalau harus nganterin Siska pulang ke rumah."
"..."
"Raga janji gak akan macem-macem sama Siska, Tante."
"..."
"Terima kasih, Tante."
"..."
Tut
"Tante Salma udah ngizinin. Jadi, gak ada alasan kamu untuk nolak," ujar Raga dengan seringan di bibirnya.
"Ta-Tapi, Ga," cicit Siska.
"Gak ada tapi-tapian. Mas, seblaknya dibungkus aja ya!" ucap Raga, lalu mengangkat tangan dan menyuruh salah satu pegawai kedai seblak itu untuk membungkus pesanan miliknya.
Dasar Mami! Kenapa diizinin sih. Semoga badan gue baik-baik aja, Amin, batin Siska.
"Ini, Mas. Semuanya jadi sepuluh ribu." Seorang pegawai seblak mendatangi meja Raga dan Siska lalu menyerahkan seblak pesanan mereka.
Raga selembar uang limapuluh ribu dari saku celananya lalu mengambil seblak pesanannya, "Ini, Mas. Terimakasih."
"Sebentar kembaliannya, Mas."
"Gak usah, Mas, kembaliannya ambil aja."
"Makasih, Mas."
"Iya sama-sama."
Setelah percakapan kecil itu Raga menarik tangan Siska untuk segera keluar dari kedai seblak tersebut.
Raga sampe ramah begitu anjir, mulai gila nih orang, ucap Siska dalam hati.
Setelah memakai helm mereka menaiki motor ninja berwarna merah kesayangan Raga, seketika setelah mesin dinyalakan kendaraan beroda dua itu membelah jalanan ramai ibu kota.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Psychopath Boyfriend [ END ]
Teen FictionTersedia di toko buku kesayangan Anda. Sometimes, my hands are itching to kill someone, but I have promised my dear ones not to kill anymore -Raga Dirgantara. Karena suatu tragedi Siska kini berakhir menjadi kekasih Raga Dirgantara, seorang psikop...