Temanku #6

154 64 17
                                    

***

Suara dentingan yang terus menerus berbunyi menandakan adanya pesan dari orang yang aku cintai. Seolah setiap bunyinya membesit hati. Aku mematikan suara pemberitahuan. Mungkin sunyi lebih baik saat ini.

Kamarku sangat gelap saat itu. Aku bahkan enggan membiarkan cahaya redup menemaniku. Hanya menyelimuti diri dengan selimut dan di temani beban pikiran. Tak ku sangka sahabatku sekejam itu. Dia bahkan tak jujur padaku bahwa dia menyimpan rasa pada orang yang juga aku cintai.
Aku tertidur malam itu karena lelah melawan air mata. Aku menunggu sampai waktu mulai berganti yaitu malam yang pergi dan menghadirkan pagi.

Aku terbangun dengan mata lelah lalu bersiap berangkat sekolah dengan lamunan yang seolah mengambil alih diriku. Beberapa kali aku tak konsen dalam pelajaran yang membuatku tak mengerti dan sulit untuk mengerjakan banyaknya soal. Sungguh, hari yang menyebalkan.

Aku berjalan di tengah kerumunan orang di kantin. "Kamu tidak tidur semalam?" Tanya salah satu temanku. Aku tersenyum. "Mana mungkin aku tidak tidur" balasku. Aku memberi tahu temanku kalau aku hanya lelah dan tak ingin membeli apa-apa hari ini jadi aku menuju ke kelasku lebih dulu.

Maaf teman seharusnya kalian mengerti bagaimana perasaanku saat ini jadi tolong beri aku celah untuk sendiri sebentar.

Sesampainya di kelas, sosok yang sekarang aku nantikan untuk menjelaskan semuanya hadir dan menghampiriku dengan senyuman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesampainya di kelas, sosok yang sekarang aku nantikan untuk menjelaskan semuanya hadir dan menghampiriku dengan senyuman. Dengan dahi yang berkerut dan wajah sedih yang kamu gunakan saat itu sahabat. "Maaf" ucapmu sambil menatapku dalam. Lalu senyummu kembali hadir ketika sahabat barumu itu datang dan menghampirimu.

"Yang aku lakukan itu salah, tapi beginilah perasaanku. Kekasihmu itu sangat ramah sampai aku lupa kalau dia milikmu." Lanjutmu.

Seolah itu bukan hal yang membebaniku kamu memelukku dan tertawa sambil mengulang kata maaf. Seolah itu hal yang sederhana bagimu. Kamu seolah menyalahkan kekasihku karena dia ramah dan terbuka. Kamu merasa begitu nyaman walaupun dia hanya menghubungimu karena ingin mengetahui tentangku lebih banyak. Kamu bangga telah menggunakan alasan aku untuk dekat dengan kekasihku? Aku sungguh kecewa sobat.

Aku tertawa dengan tawa palsuku itu dan membalas pelukanmu. Dengan nada yang sedikit tinggi aku membuka mulutku dan memaksa lidah yang beku ini untuk bicara. "Haha.., tak apa bila kamu cinta. Rebut saja dia kalau dia mau." Tak mungkin jika aku diam diri saat menghadapi teman yang tak tahu diri. Yang aku kira kamu begitu bisa di percaya dan tak mungkin hal ini terjadi akhirnya aku yang salah mengira.

Aku ingin bertanya saat ini di lihat dan di dengar banyak orang bahkan sahabat barumu, apa kamu tak malu menjadi orang ketiga dalam hubungan temanmu?

Saat itu kamu bahkan tak pantas lagi aku sebut seorang sahabat. Saat rasa percaya yang aku beri padamu tak kamu gunakan dengan baik, jangan harap dia akan kembali seperti semula. Aku bahkan akan sangat sulit memberimu percikan kepercayaan. Mungkin iya aku akan memaafkan, tapi kita tak akan lagi sama. Sebab, kenangan buruk tetaplah kenangan buruk.

***

Kepada sang pencipta rinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang