10 Tentang Kaum Hawa

4K 198 4
                                    

"Dear Para Kaum Adam. Tak henti-hentinya aku mengingatkan bahwa menyakiti hati perempuan sama saja menyakiti hati wanita yang melahirkan kalian. Karena kita semua terlahir dari rahim seorang perempuan."

~

"Lo suka sama Ayesha, Bang?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo suka sama Ayesha, Bang?"

Bukan malah menjawab, Kholif memberikan smirk smilenya.

"Pertanyaan unfaedah. Jawabannya sudah jelas tanpa gue jawab, Ril," jawab Kholif yang membuat Khoiril mengeraskan rahangnya.

"Kenapa? Gak terima kalo saingan lo itu Abang lo sendiri?"

Khoiril semakin dibuat panas. Apa-apaan dengan tingkah Kholif yang menyebalkan itu? Apakah ia sengaja membuat adiknya marah besar padanya? Kalau jawabannya Iya, tandanya Kholif berhasil. Wajah Khoiril sudah memerah padam dengan rahang yang mengeras.

"Kenapa harus dia, Bang? Kenapa harus dia yang lo suka?" tanya Khoiril dingin.

"Ralat, Ril. Gue itu gak suka. Tapi cinta." Kholif menghentikan ucapannya hanya sekedar memperjelas perasaannya pada Ayesha.

"Sebelum lo nanya, seharusnya lo jawab pertanyaan Naila juga. Kenapa harus Ayesha yang lo suka? Kenapa harus perempuan yang sudah Naila anggap adik?"

Pertanyaan itu terasa membekukan syaraf-syarafnya. Ia tak tau lagi harus menjawab apa.

"Ini salah satu kesalahan lo. Kalo lo pinter, harusnya lo cari target lain. Di luar kampus kek. Bukan malah perempuan yang-"

"Dia bukan target," potong Khoiril dengam cepat. "Dia itu perempuan yang gue suka."

Kholif kembali mendekat. "Gue tanya sama lo sekali lagi. Lo suka gak sama Naila? Lo serius gak sama dia?"

Khoiril dibuat skakmat dengan pertanyaan mematikan dari Abangnya. Jika ia jawab suka, maka ia akan disebut egois. Jika ia jawab tidak, itu artinya ia membohongi hatinya.

"Gak bisa jawab, kan? Lebih baik lo berhenti kejar Ayesha. Fokus sama satu orang saja, Ril. Lo yang udah lukain hati Naila, sebisa mungkin lo juga yang ngobatin luka itu." Kholif berbalik membelakangi sang adik.

"Sadar, dek. Tidak sepantasnya lo mainin hati perempuan. Lo lupa kalo Umi pernah pesan sama kita untuk tidak nyakitin hati perempuan. Menyakiti hati perempuan, sama aja menyakiti hati Umi, Rill. Camkan itu," ucap Kholif final. Ia langsung meninggalkan Khoiril dengan perasaan yang berkecamuk. Ada rasa sesal dan bersalah pada Naila. Tapi sama saja, egonya masih diatas rata-rata.

Tubuh Khoiril terhempas di sofa empuk ruang keluarga. Untungnya, Umi dan Abinya sedang mengunjungi sanak keluarganya yang berada di Makassar. Sehingga, kedua orang tuanya tidak perlu lagi menyaksikan pertengkaran dua kakak beradik itu hanya karena perempuan.

***

Tiap koridor kampus, ada saja yang memandang Kholif dengan tatapan kagum. Tak sedikit juga mahasiswi yang menyapanya. Kholif hanya mengangguk sebagai respon dari kata sapaan selamat pagi.

GoodBye, Memories! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang