13. The Truth

10.2K 1.5K 60
                                    

Chan's sides.

Bibirku tertarik ke atas secara otomatis saat melihat gadis itu.

Heera. Gadis yang bisa membuatku tersenyum hanya dengan melihatnya saja.

Ia sedang duduk di bawah pohon belakang sekolah sendirian.

"Heera?" panggilku.

Heera sama sekali tidak menoleh. Kebiasaan buruknya ketika sendiri adalah melamun. Dan aku tau dia sedang melamun sekarang.  Menggemaskan!

"Heera!"

Kali ini dia menoleh, sedikit terkejut.

"Sedang apa sendirian disini?" tanyaku yang ikut duduk disampingnya.

"Tidak ada." Heera tersenyum kecil.

Hening setelahnya. Heera berkelut dengan pikirannya sendiri dan aku dengan pikiranku sendiri.

Jujur saja. Heera terlihat sedang tidak baik-baik saja. Ia terlihat murung dan tertekan.

Selalu seperti ini. Walaupun ia berusaha menyembunyikan semua itu dengan senyuman, tetap saja aku bisa mengetahuinya.

Aku sudah mengenal Heera lama.
Dan aku tau apa penyebab ia menjadi gadis pemurung seperti ini.

Tentu saja karena Hwang Hyunjin.

Tidak ada alasan lain untuk Heera bersedih jika bukan karena pria itu.

"Oppa.."

"Hm?"

Aku merubah posisi dudukku menjadi tegak. Siap mendengarkan apa yang Heera ingin katakan padaku.

"Aku bodoh 'kan?"

Aku mengernyitkan dahiku, tidak mengerti apa yang Heera maksud.

Heera menunduk. Aku mengusap punggungnya pelan. "Apa ini ada kaitannya dengan Hyunjin?" tanyaku.

Dalam kamus hidupku, Heera yang diam berarti menjawab iya.

"Heera dengarkan aku.." Aku berlutut didepannya sebelum melanjutkan kalimatku. "Terkadang seseorang harus berhenti dari semua aktifitasnya saat orang itu benar-benar merasa lelah. Seperti kau, Heera."

Aku menghembuskan nafasku kasar dan beralih menggenggam tangannya.

"Aku tau kau sangat mencintai Hyunjin, tapi kau harus memikirkan dirimu juga, Heera. Kau pantas bahagia dan dicintai. Apa selama bersama Hyunjin kau bahagia dan mendapatkan cintanya? Kupikir tidak sama sekali."

Satu buliran bening menetes dari mata Heera. Bukan maksudku untuk menyakitinya dengan ucapanku, aku hanya ingin Heera sadar dan terlepas dari Hyunjin agar ia juga bisa mendapatkan kebahagiannya. Itu saja.

Semakin lama tangisan Heera semakin menjadi-jadi. Aku membawanya ke dalam pelukanku agar gadis itu bisa menumpahkan air matanya dan merasa lega setelah ini.

"Tidak apa-apa, kau tidak bodoh. Hanya saja cinta yang membodohimu." ucapku sambil menepuk punggungnya.

Setelah dirasa cukup, aku melepaskan pelukanku dan mengusap sisa-sisa air mata dipipinya.

"Wajahmu sangat pucat dan kau sedikit demam, Heera. Kau mau ke UKS?" Heera mengangguk.

Aku menuntunnya mengingat kondisi gadis ini yang kurang sehat.

Tapi baru beberapa langkah, Heera terkulai lemas. Dia pingsan.

"Heera?!"

Dengan cepat aku membopong tubuhnya dan membawanya ke UKS.






****





Brakk.

Aku menoleh dan melihat Hyunjin masuk ke dalam UKS dengan sangat terburu-buru.

Ia langsung mendekat ke sebuah ranjang yang diatasnya sudah terdapat Heera yang sedang tertidur.

Hyunjin menempelkan punggung tangannya ke dahi Heera.

"Apa yang kau lakukan?"

Sepertinya Hyunjin tidak mengetahui keberadaanku. Ia sedikit terkejut saat melihatku yang sedak duduk di sofa tepat di belakangnya.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu, sedang apa kau disini?" tanyanya.

Aku mendengus. Aku berjalan mendekatinya. "Aku yang membawa Heera kesini. Wae?"

"Benarkah? Woahh.. Beruntung sekali Heera. Dia pingsan dan ditolong oleh pangeran berkuda sepertimu." Hyunjin tertawa meledek.

Aku sama sekali tidak tertarik dengan leluconnya. Aku tetap menatapnya dengan ekspresi datarku.

"Kau senang sudah membuatnya seperti ini?"

"Apa maksudmu?" tanya Hyunjin dengan keseriusan diwajahnya.

Aku mendesis. "Menurutmu siapa yang orang yang sudah membuat luka-luka lebam ditubuhnya seperti itu?"

Hyunjin kembali menatap Heera sekilas setelah mendengar ucapanku. "Kau menyalahkanku?" tanyanya lagi.

Hyunjin memutar bola matanya malas. "Itu semua karena kebodohannya. Aku muak dengannya, hyung. Dia terus saja mendekatimu dan dia akan memohon padaku untuk tidak meninggalkannya setelah itu. Murahan sekali bukan?" 

"Jaga ucapanmu, Hyunjin. Heera bisa mendengarkanmu." kataku dengan sedikit penekanan.

"Aku tidak peduli. Biar saja dia mendengarnya. Toh memang itu faktanya. Heera mengemis agar bisa menjadi kekasihku dan sekarang dia juga mendekatimu. Setelah ini mungkin Felix? Seungmin? Atau Jeongin yang akan menjadi korbannya."

Aku mengusap wajahku kasar. "Hyunjin, hentikan!"

Hyunjin menatapku tajam. "Hyung, kau pernah bilang ingin mengambilnya dariku 'kan? Ambil saja kalau begitu. Aku sudah tidak membutuhkan wanita murahan ini."

Aku akan memukulnya jika Hyunjin tidak langsung pergi begitu saja. Kata-katanya sangat kasar dan menyakitkan untuk Heera. Beruntunglah Heera sedang tertidur dan tidak mendengar itu semua.

Aku menutup pintu UKS dan kembali duduk di sofa. Bersamaan dengan itu, aku mendengar suara isakkan.

Aku menengok dan mendapati Heera tengah menangkup wajahnya dan menangis.

Refleks, aku membulatkan mataku. Jadi Heera mendengar semuanya?





****

Part selanjut-selanjutnya mungkin akan mulai menguras air mata  /gakdeng/ :'v

Btw besok author ulang tahun loh wkwk /gakadaygnanya/

Kuy ah vote or vomment buat part galau2nya :3

Next?

180513

Don't Hurt Me, Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang