Biasanya, Kim Namjoon menghindar untuk berhubungan dengan pihak kepolisian. Pengecualian untuk malam ini, dia tidak punya pilihan.
Jadi, Namjoon mengikuti polisi itu–sang detektif–untuk kembali ke kota.
Seokjin bukanlah apa yang Namjoon harapkan. Tubuh manusia itu terlalu riskan dengan pikiran seorang pejuang. Perpaduan yang menarik. Dan sebenarnya, Namjoon begitu gatal untuk merebut pistol dari tangan detektif itu.
Namjoon akui bahwa bertemu dengan Seokjin terasa begitu menarik, dan fakta bahwa pemuda itu langsung menatapnya lantas berpikir bahwa dirinya adalah seorang pembunuh–yeah, itu sudah cukup jelas.
Sayang sekali, wanita itu lebih dulu tewas sebelum sempat Namjoon selamatkan.
Sebelum datang ke kantor polisi, Namjoon telah berhenti lebih dulu di kantor koroner, dan berbicara dengan dokter yang berada di sana. Memastikan dokter itu akan mengatakan hal yang telah dia perintahkan. Dan sekarang, segalanya telah sesuai dengan apa yang dia rencanakan. Dia telah menutup kisah yang sebenarnya. Seperti biasa, karena biar bagaimanapun, itu adalah tugasnya untuk menjaga rahasia gelap yang tersembunyi di kota ini.
Kasus ini telah ditangani. Wanita muda yang terbunuh itu akan dilupakan. Masalah selesai.
Bagian yang tersisa adalah bagaimana caranya berbicara dengan detektif manis itu. Dia harus menyelamatkan Seokjin. Kegelapan menyelimuti ketika dia menunggu Seokjin meninggalkan gedung kepolisian.
Semua orang tampak bekerja meski malam telah larut.
Dua puluh menit berlalu, dan akhirnya Namjoon melihat Seokjin. Pemuda itu bergerak cepat menuruni anak tangga, tatapan matanya menyapu ke segala arah, waspada pada setiap ancaman.
Ancamannya jelas-jelas berada di sana, tetapi Seokjin tidak melihatnya. Yeah, setiap mangsanya tidak pernah menyadari keberadaaannya.
Seokjin tampak bergegas, dan berjalan menyusuri trotoar, langkahnya terlihat percaya diri dan mantap. Lalu, Namjoon keluar dari tempat persembunyiannya untuk mengikuti detektif itu. Namjoon tidak bersuara. Tidak ada suara apa pun, bahkan suara gemerisik angin–
Seokjin berputar ke arahnya, lantas menarik pistol dari sabuknya dengan kecepatan yang mengagumkan. Bahkan sebelum sempat Namjoon berkedip, moncong pistol itu sudah mengarah tepat ke jantungnya.
"Makhluk idiot macam apa yang menguntit detektif dari divisi pembunuhan?!" Seokjin menggeram padanya.
"Menguntit adalah kata yang terlalu kasar," Namjoon bergumam, "Aku hanya ingin... mengobrol."
Seokjin masih belum menurunkan pistolnya. "Jadi, apa kita bisa menyelesaikan pembicaraan kita sebelumnya?"
Namjoon mengangguk.
"Pembicaraan... interogasi... yeah, kau bisa menyebutnya apa pun, Kim Namjoon."
Ah, sepertinya detektif itu sudah menemukan data dirinya. Tapi hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan, karena para polisi itu hanya mengetahui apa yang Namjoon izinkan untuk mereka ketahui.
"Kim Namjoon," kata Seokjin seraya mencondongkan kepalanya ke arah Namjoon. "Kau berada di bawah pengawasanku."
Pistol itu masih belum diturunkan. Namun, Namjoon tetap terus melangkah maju, dan terus maju sampai pistol itu menekan dadanya. "Aku tidak membunuh gadis malang itu."
"Aku sudah mendengar penjelasan dari para staff-mu. Tim forensik mengatakan korban meninggal kurang dari satu jam sebelum mayatnya ditemukan."
Masuk akal, mengingat Namjoon mengetahui bahwa pembunuhnya hanya akan bergerak pada malam hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight | NamJin ✓
WerewolfKim Seokjin adalah seorang detektif di Dresden. Dunianya sebagai manusia biasa hancur berantakan ketika dia menangani kasus pembunuhan pertamanya. Seokjin terperangkap dalam pertempuran abadi antara werewolf dan vampir karena kasus pembunuhan yang d...