4

6.6K 1.1K 80
                                    

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Hoseok mengusap dahinya yang sedikit berkeringat sambil mondar-mandir di dalam kamar tidur.

Kamar tidur milik Seokjin.

Namjoon menatap sinis Hoseok sekilas. Tak ingin memandangnya terlalu lama karena dia merasa ingin sekali menendang bokong anak itu. Benar-benar bodoh, kenapa dia malah menembak Seokjin?

Namjoon bersyukur karena peluru Hoseok tidak sampai mengenai Seokjin. Namun sebagai gantinya, Seokjin terluka karena dia mendorong pemuda itu terlalu keras hingga kepalanya membentur sisi bangunan yang tajam.

Namjoon duduk di tepi tempat tidur Seokjin. Tangannya terangkat untuk mengusap pipi pemuda itu. Kemudian memeriksa pelipisnya yang terluka. Luka itu membuat daerah sekitar kulitnya agak membengkak. Kesalahannya.

Cakar-cakar Namjoon telah memanjang. Dia memotong pergelangan tangannya sedikit, membiarkan darahnya menetes dari luka kecil itu. Kemudian, dia menekan pergelangan tangannya ke bibir Seokjin.

"Apa yang kau lakukan?" Hoseok bertanya sangsi.

"Memperbaiki kesalahanmu," Memperbaiki semua kesalahan– seperti yang selalu Hoseok lakukan. Namjoon menganggap bahwa ini adalah acara 'memperbaiki'-nya yang ketiga untuk malam ini. Bukan, bukan karena dia sengaja menghitungnya atau apa– omong kosong. Dia telah mengenyahkan ancaman vampir, dia telah menyelamatkan seorang pria tunawisma dan membuat pria itu lupa atas penyerangan tersebut, lalu sekarang... sekarang dia harus merawat Seokjin. "Seokjin, minum."

Karena warga Dresden tidak boleh mengetahui rahasia gelap yang ada di kota ini, sehingga Namjoon harus membuat segalanya tampak wajar, dan normal di mata mereka.

Secara otomatis, bibir Seokjin terbuka. Pemuda itu meminum darahnya tanpa ragu-ragu; efek geger otak dan juga tak sadarkan diri.

Saat Seokjin meminum beberapa teguk darahnya, Namjoon menghembuskan napas yang sejak tadi ia tahan. Bertentangan dengan mitos, darah vampir tidak memiliki kekuatan apa pun– kekuatan untuk menyembuhkan, melainkan kekuatan untuk membunuh. Hell, yeah. Berbeda dengan darahnya.

Darah seorang alpha.

Pada saat Seokjin terbangun nanti, tidak akan ada lagi luka di pelipisnya. Tidak ada geger otak. "Dan tidak akan ada memori tentang malam ini," kata Namjoon, bersandar di dekat pemuda itu. Dengan darah miliknya yang ada di dalam tubuh Seokjin, mereka telah terikat. Tidak akan ada jalan bagi Seokjin untuk melawan perintahnya. Dia akan melupakan pembunuhan yang terjadi tadi malam. Lupakan semua yang telah terjadi.

Dan dia akan berkunjung ke tempat Dokter William Birkin sekali lagi... hanya untuk memastikan bahwa tidak akan ada lagi gangguan. Namun pertama-tama, jika tes yang dilakukan pada korban menunjukkan bahwa wanita itu akan menjadi vampir, kru pembersih seharusnya sudah diberitahu dengan segera. Dokter William seharusnya menjaga agar tempat itu tetap aman sampai mereka tiba.

Dan seharusnya Namjoon tidak menemukan vampir yang sedang kelaparan.

Namjoon menarik pergelangan tangannya dari bibir Seokjin. Untuk sesaat, tiba-tiba kedua mata pemuda itu terbuka, membuat Namjoon merasakan sebuah pukulan keras di perutnya. Tatapan Seokjin mengunci dirinya. Namjoon pikir, siapa pun bisa tersesat dalam tatapan mata seperti milik Seokjin.

Aku harus segera pergi dari sini.

"Kau tidak mengenalku..." Suaranya lembut, terdengar seperti rayuan seorang kekasih. "Kau tidak pernah bertemu denganku," Sayang sekali. Padahal mungkin, mereka bisa saja menghabiskan waktu bersama. "Kembalilah tidur."

Bibir Seokjin bergetar, "Tapi, para monster itu sedang menunggu... mereka akan menyakitiku."

Apa? Perut Namjoon mengejang ketika menyadari keanehan itu. "Tidak ada monster yang akan menyakitimu. Percaya padaku. Tidak satu pun."

Moonlight | NamJin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang