Seokjin pikir ketika dirinya tiba di katedral Frauenkirche, dia akan melihat segerombolan polisi dan juga tim medis. Dia pikir, mereka semua sudah menunggu di sana. Tapi nyatanya, tidak ada apapun dan juga siapapun di sana.
Namjoon mengikuti Seokjin dari belakang. Daerah itu gelap dan sepi seperti di pemakaman karena katedral itu ditutup pada malam hari. Seokjin meraih pistolnya ketika mereka merayap memasuki gang sempit yang berada di sepanjang sisi katedral. Suasananya mirip seperti film horor yang sering Seokjin lihat.
"Aku mencium bau darah," Suara Namjoon menggema di tengah keheningan gang itu. Seokjin mendadak merinding. Dia sama sekali tidak mencium bau darah, tetapi jika werewolf itu yang mengatakannya...
"Terlalu banyak darah." Tambah Namjoon lagi.
Seokjin mendadak ragu, untuk terus maju atau memutar balik dan keluar dari gang ini. Sial, kenapa tidak ada satu pun polisi di sini?
Genggaman tangan Seokjin pada gagang pistol mengerat ketika dia memutuskan untuk terus maju. Kemudian—kemudian dia melihat tubuh itu. Seorang wanita. Meringkuk di atas tanah dengan genangan darah di bawahnya.
"Dia masih hidup!" Seru Seokjin karena dia bisa melihat gerakan samar dari tubuh wanita tersebut. Pada saat itu, Seokjin segera menghampiri si wanita sementara dia mendengar suara raungan keras di belakangnya. Suara Namjoon?
Lehernya, ya Tuhan...
Wanita itu tersedak, lalu memuntahkan darahnya sendiri. Bibirnya bergerak ketika dia mencoba berbicara dengan mata yang terbuka lebar. Pandangan wanita itu mengunci Seokjin ketika Seokjin berjongkok di sampingnya.
"Kau akan baik-baik saja," kata Seokjin kepadanya. Bohong. Kata-kata itu ditujukan untuk menenangkan dirinya sendiri. Bagaimana bisa wanita itu baik-baik saja dengan darah sebanyak itu? Seokjin meletakkan pistolnya kemudian menekan jari-jarinya di atas luka yang menganga di tenggorokan wanita itu. Mencoba menghentikan aliran darahnya.
Kenapa tidak ada ambulans di sini? Kenapa tidak ada rekan-rekan yang juga sesama polisi di sini?
"Namjoon!" Seokjin berteriak, gemetar dari rasa takut yang menyerang tubuhnya membuat suara Seokjin pecah. Dia takut jika gagal menyelamatkan korban. "Namjoon!" Kemana Namjoon? Padahal pemuda itu tadi ada di belakangnya. "Namjoon, aku membutuhkanmu! Cepat panggil ambulans!"
Tidak ada jawaban. Sial. Seokjin menekan luka pada tenggorokan wanita itu dengan satu tangan. Suara tercekik yang keluar dari bibir wanita itu terdengar mengerikan. Korban berjuang mati-matian untuk hidup. Sambil meraba-raba, Seokjin mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi ambulans. Begitu suara operator menyambutnya, Seokjin segera berkata, "Aku membutuhkan ambulans." Ujarnya cepat, "Aku Detektif Kim Seokjin dengan nomor lencana dua-dua-empat—"
Sesuatu menghantam Seokjin. Bukan sesuatu, melainkan seseorang. Gerakannya keras dan cepat. Ponsel Seokjin melayang dan menghantam dinding gang. Hancur berkeping-keping. Sementara tubuh Seokjin terjungkal ke belakang—tidak siap menerima serangan. Pada detik ketika dia mendongak, Seokjin melihat moncong pistolnya sendiri berada di antara kedua matanya.
"Halo, Detektif Kim." Kata bajingan yang memegang senjatanya, "Aku menunggumu." Ujarnya lagi seraya menyeringai dan mengencangkan genggamannya pada pelatuk pistol Seokjin.
.
.
.
Cakar dan taring Namjoon muncul entah sejak kapan. Setiap inci dari nalurinya menjerit untuk melakukan suatu hal.
Membunuh atau dibunuh.
Ada seorang vampir yang berada di dekatnya, dan insting werewolf di dalam diri Namjoon telah merasakan kehadiran keparat itu. Dia bisa mencium bau dari vampir laki-laki itu, bercampur dengan aroma darah juga kematian. Namjoon tahu persis mengapa lintah darah itu keluar malam ini...
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight | NamJin ✓
WerewolfKim Seokjin adalah seorang detektif di Dresden. Dunianya sebagai manusia biasa hancur berantakan ketika dia menangani kasus pembunuhan pertamanya. Seokjin terperangkap dalam pertempuran abadi antara werewolf dan vampir karena kasus pembunuhan yang d...