28

3.5K 524 53
                                    

Bagi Seokjin, bagian tersulit dari pekerjaannya adalah ketika dia harus berbicara dengan keluarga korban yang sedang berduka. Bahkan Seokjin tidak sanggup menatap mata ibunda dari Julien Kang yang penuh dengan duka. Itu bukanlah tugas yang mudah. Terlalu memilukan.

Seokjin mondar-mandir di dalam kamar asrama milik Julien, pemuda itu adalah senior di Technical University of Dresden jurusan teknik kimia. Hanya kurang dari satu semester lagi sampai dia mendapatkan gelar sarjananya, sampai dia mencapai mimpinya. Tapi sekarang...

Peti mati itu sedang menunggu jasad Julien.

Tidak ada apapun di kamar Julien yang bisa Seokjin gunakan sebagai bukti. Segala hal tentang pemuda itu tampak normal. Julien memiliki mantan pacar yang cantik, mereka berdua banyak memposting momen kebersamaan mereka berdua di media sosial. Julien memiliki keluarga yang peduli kepadanya. Pemuda itu tampak memiliki segalanya.

Tapi sekarang, hidup pemuda itu telah menghilang.

"Mengapa pembunuh itu memilihmu?" bisik Seokjin.

Seokjin memijat pelipisnya pelan, hingga kemudian dia mendengar suara pintu kamar asrama Julien yang diketuk dan dia menegang—

"Hei, Julien! Apa kau di dalam?" Suara seorang laki-laki.

Sebelum Seokjin bisa menjawab, pintu itu sudah lebih dulu terbuka. Seorang pemuda jangkung, berambut pirang berdiri di sana. Seokjin memperkirakan usia pemuda itu berkisar dua puluh satu tahun, atau mungkin dua puluh dua tahun. Pemuda itu tampak kaget ketika melihat dirinya.

"Oh maaf, aku tidak tahu kalau Julien kedatangan tamu." Pemuda itu tersenyum lebar kepadanya. "Baiklah, aku akan kembali lagi. Aku bisa berbicara dengannya nanti."

"Tidak—kau tidak bisa berbicara dengannya lagi." Sial, Seokjin benci bagian ini. Lalu, dia mengeluarkan lencananya, "Aku detektif Kim Seokjin."

Di ambang pintu, pemuda itu tampak ragu-ragu, "Apakah Julien dalam masalah?" tanyanya khawatir. "Dia anak yang baik, aku bersumpah. Dan dia sangat cerdas. Dia selalu membantuku saat nilai matematiku jelek, ya meskipun dia suka berpesta. Tapi, hei kami masih muda—"

"Maaf," Seokjin memotong. "Tapi Julien... dia sudah meninggal."

Ekspresi pemuda itu tidak berubah.

Seokjin melangkah ke arahnya. Tetapi, pemuda itu melangkah mundur, lantas menggelengkan kepalanya. "Apa? Kau bercanda, kan?"

"Nyawa seseorang tidak untuk dijadikan bahan candaan."

Sekarang, raut wajahnya tampak syok yang dibalut dengan kesedihan, "Tidak mungkin..."

"Aku turut berduka atas kematiannya," ujar Seokjin. Rasa sedih tentu membuat pemuda itu merasa terpukul. Tetapi, Seokjin ingin bertanya padanya sebelum pemuda itu menyerah pada rasa sakit yang kini dia rasakan, "Julien Kang terbunuh tadi malam."

"Tapi... tapi dia datang ke pesta tadi malam." tukasnya serak.

"Pesta? Di mana?" Itu akan menjadi petunjuk yang bisa Seokjin gunakan. Dia akan menelusuri kembali jejak Julien.

Pemuda itu tersenyum pahit, "Ayolah, ke mana lagi orang-orang pergi untuk berpesta?"

Seokjin mengerutkan kening. Dia tidak tahu. Dia hampir tidak pernah datang ke pesta. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

"Adam's Gate."

Seokjin tercekat.

"Dia pergi ke Adam's Gate tadi malam." lanjut pemuda itu. Keping matanya telah dipenuhi air mata. "Aku seharusnya pergi ke sana juga, tetapi aku harus mengerjakan tugas penelitianku."

Moonlight | NamJin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang