Setelah melalui perdebatan panjang dengan diri sendiri, akhirnya Seokjin memutuskan masuk ke Sarang Namjoon. Namjoon mengikuti usai memastikan bahwa dia telah mengunci pintu di belakangnya. Dia tidak ingin orang lain masuk dan mengganggu mereka. Ruang kantor itu kedap suara―salah satu tindakan pencegahan yang dia lakukan dan sangat diperlukan ketika werewolf lain berada di areanya. Pendengaran mereka yang super sensitif bisa membuat rahasia yang dimilikinya terbongkar.
Dan Namjoon tidak menginginkan hal itu terjadi.
Namjoon melihat Seokjin menyentuh bibirnya saat pemuda itu mondar-mandir di depan meja kerjanya. "Apa itu tadi? Kenapa kau menciumku?"
Sambil menyandarkan punggungnya ke pintu, Namjoon membiarkan tatapannya menyapu Seokjin, "Aku ingin bercinta denganmu."
Seokjin berhenti mondar-mandir. Terkejut mendengar pengakuan tersebut.
"Kupikir ciuman itu sudah membuatnya jelas," Namjoon mengangkat alisnya, "Apakah aku harus mencobanya lagi?"
Seokjin tercengang, "Kau tidak seharusnya mengatakan hal-hal semacam itu." Tukasnya dengan suara yang serak.
Dan untuk pertama kalinya, Namjoon tidak mengerti dengan pemikiran manusia, "Lalu apa yang harus kukatakan? Kau manis? Bahwa kau sangat mempesona? Bahwa setiap kali aku melihatmu, aku merasa sakit?" Suara tawa yang kasar mengalun dari celah bibirnya, "Cara itu dilakukan oleh manusia, bukan untukku. Bukan seperti itu caraku bekerja."
Setelah menarik napas dengan cepat, Seokjin melangkah ke arahnya."Bagaimana caramu bekerja?"
"Aku orang yang sangat primitif," pengakuan itu diucapkan dengan nada yang datar. "Saat aku melihat sesuatu yang kuinginkan, maka aku akan mengambilnya."
"Aku bukan sesuatu. Aku seseorang."
"Dan aku bukan tipe orang yang romantis. Aku adalah tipe orang yang akan memberimu banyak kesenangan hingga kau berteriak dengan suara yang serak."
Seokjin menatapnya kaku, "Aku mengerti. Kau adalah tipe orang yang terlalu percaya diri."
Namjoon tertawa. Dan sialnya, Seokjin menyukai suara tawa itu. "Kau bisa menilainya sendiri setelah aku membuktikannya." Namjoon menjauh dari pintu dan mencoba meraih Seokjin.
"Tidak!" Seokjin mundur dengan cepat, lantas menggeleng keras. "Jangan sentuh aku! Itu hanya—itu bukan alasan mengapa aku berada di sini." Keningnya berkerut ketika menatap Namjoon. "Dan kupikir, kau hanya ingin mengecohku."
Ya, mungkin. Namun yang jelas, Namjoon mencium Seokjin karena dia menginginkannya—dia memang ingin bercinta dengan Seokjin, dan ingin memberikan pemuda itu banyak kenikmatan—tetapi, Namjoon juga ingin melindunginya. Mencium Seokjin di tempat umum seperti tadi, Namjoon ingin menunjukkan kepada werewolf lain bahwa Seokjin bersamanya.
Sehingga tidak akan ada yang menyakitinya. Setidaknya, tidak sampai dia menemukan rahasia-rahasia Seokjin yang tersembunyi. Rahasia itu akan muncul. Dia hanya membutuhkan waktu.
"Baiklah. Jadi, mengapa kau berada di sini?" Namjoon bertanya, menjaga suaranya tetap lembut.
"Prunella."
Rahang Namjoon terkatup, "Dia sudah pergi, Seokjin, dan dia tidak akan kembali." Lagi.
"Kau bilang kalau dia adalah vampir."
Namjoon mengetuk dagunya, "Benarkah aku mengatakan hal itu?" Sebenarnya, dia pikir, dia akan mengatakan bahwa vampir—
"Aku menghubungi tim medis. Bukan untuk membicarakan perihal omong kosong mengapa mereka tidak mengingat kejadian awal saat Prue di temukan di Niedere Burgstraße —"
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight | NamJin ✓
WerewolfKim Seokjin adalah seorang detektif di Dresden. Dunianya sebagai manusia biasa hancur berantakan ketika dia menangani kasus pembunuhan pertamanya. Seokjin terperangkap dalam pertempuran abadi antara werewolf dan vampir karena kasus pembunuhan yang d...