Keteguhan

5.7K 325 4
                                    

Haiiiiii
Stay dan setia terus ya
di cerita ini
Maunya sih buat cerita baru,
tapi karena satu aja updatenya jarang, maka telah diputuskan bahwa perilisan cerita baru ditunda 😂😂😂
Yuk, langsung aja ⏬

###

"Apa loe bakalan ngomong hal yang sama ketika loe tau apa yang Meira sebenarnya lakuin ke elo?" tanya Husna.

Sebelah alis Arshad terangkat. "Maksudnya?".

"Sebenarnya... Surat yang gue berikan kemaren......".
.
.
.

Hening....
Husna memilih menggantungkan perkataannya. Ia meremas ujung pakaian. Menyadari kebodohan atas perkataan dirinya sendiri.

"Surat yang loe berikan kenapa, Na?" tanya Arshad penasaran.

"Emph... Engh... Su-suratnya... Suratnya sebenar-".

Tin tin!!!!

"Assalamualaikum" sapa Hizam di dalam mobil hitam yang baru saja datang dan berhenti tepat di depan Husna dan Arshad.

"Waalaikumsalam".
"Waalaikumsalam" jawab Arshad dan Husna hampir berbarengan.

"Ayo Na, masuk. Keburu larut malam. Nanti malah jadi fitnah" ajak Hizam.

Husna mengangguk. Ia bersyukur karena Hizam datang tepat waktu. Sehingga ia tidak harus menjelaskan tentang surat yang ia manipulasi.

"Sad, gue pulang dulu ya. Jaga Meira baik-baik. Kabari gue kalo Om Farzan udah siuman" ujar Husna.

Baru aja Arshad hendak menyela. Tapi Husna sudah beranjak masuk ke dalam mobil duluan.

"Sad, duluan ya. Hati-hati jangan sampai khilaf hehe" canda Hizam.

"InsyaAllah enggak" jawab Arshad dengan cengiran.

"Assalamualaikum" pamitnya.

"Waalaikumsalam".

***

Srekkkk

Arshad baru saja datang dan membuka pintu kamar inap Farzan. Ia tersenyum mendapati Meira yang sudah tertidur dengan kepala disamping papanya.

Dengan perlahan Arshad mengambil selimut lalu memakaikannya ke Meira.

Merasa ada pergerakan, Meira terbangun dan mendapati Arshad sudah berdiri di sampingnya.

"Husna sudah kamu antar?".

Arshad mengangguk "Sudah kuantar sampai depan pintu rumah sakit. Selebihnya Hizam yang urus".

"Oh. Mmmm kamu nggak pulang?".

"Enggak".

"Nanti orangtua kamu nyariin".

"Aku udah ijin. Kamu tenang aja".

Meira mengangguk dan tersenyum lega. Jujur saja, ia senang karena Arshad mau menemaninya. Setidaknya ia tidak akan merasa kesepian.

Mata Meira menyipit tatkala melihat sebuah nasi bungkus di atas nakas yang terletak di ranjang papanya.

"Apa itu?".

Remaja Masa Kini (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang