Fifty

4.2K 536 117
                                    

"Eum Kai jadi gimana?" tanya gue meminta penjelasan tentang apa yang udah dia lakuin hari ini.

Kai menoleh dan mengerutkan alisnya, "Gimana apanya, hm?" tanya nya.

Tolong Kai, gue belum mau ribut cuma karena masalah ini, batin gue.

"Ya soal Krystal, terus dia gimana? Aku baru tau mama nya udah meninggal" ucap gue yang sebenarnya menahan hentakan di dada.

Kai berdehem dan meletakkan ponselnya di nakas, menatap gue "Eungh, aku juga nggak tau harus gimana. Tapi aku nggak pengen Krystal harus gila karena hal ini" ucap nya menjelasakan.

Terus kalo dia nggak mau Krystal gila, apa dia mau liat gue gila?

"Beni nggak mau tanggung jawab dan ninggalin Krystal. It's so hard buat Krystal" ucap Kai mengusap wajahnya kasar.

Walaupun gue tau Kai itu orang yang caring ke siapapun, tapi menurut gue ini berlebih.

Kai menghela nafas, "Krystal tinggal disini ya, untuk sementara waktu sampe anaknya lahir" kata Kai.

Perkataannya Kai baru saja membuat hati gue sakit pilu, gimana bisa gue tinggal serumah dengan mantan pacar suami?

Gue bukan orang gila yang menyetujui itu. Itu bukan ide bagus untuk menolongnya.

"Tapi Kai, kan Krystal punya rumah. Kalo kamu bilang mau bantu biayain dia kamu bisa transfer kan? Atau temuin dia pas kamu mau kasih itu?" tanya gue tak terima.

WHAT THE HELL? ISTRI MANA YANG TERIMA?

"Kasian Krystal sendirian dengan keadaan hamil.."

Gue menghela nafas, "Tapi aku nggak bisa!" ucap gue menolak tegas.

Gue nggak boleh lemah dan cuma patuh sama ide gila Kai.

"Kenapa nggak bisa?

"Apa kata tetangga nanti kalo Krystal tinggal disini dengan keadaan hamil? Pokoknya nggak!" jawab gue dengan nada tinggi.

Kai mengusap rambutnya, "Ya kenapa harus mikirin orang lain sih? Mereka nggak tau apa yang terjadi" jawabnya.

"Ya pokoknya nggak bisa! Terserah kamu, tapi aku bakalan tetep nolak"

"Kamu kenapa nggak ngertiin Krystal, sih?" tanya nya dengan nada yang meninggi.

Gue menatapnya, "Aku udah coba paham sama situasi Krystal, dan aku udah coba paham dengan kamu yang peduli ke dia. Tapi apa kamu paham sama hati aku?" tanya gue yang udah mulai meluapkan kekesalan gue.

"Aku udah diem daritadi, semua apa yang kamu lakuin ke dia aku coba buat pahamin. Mungkin emang dia lagi butuh itu semua. Tapi, terlepas dari rasa paham itu, aku juga punya hati Kai" lanjut gue dengan airmata yang sudah mengalir bebas.

Kai menyentuh pundak gue, "Yang..."

"Kamu peluk dia aku diem, kamu ajak dia ke kamar kita aku diem, dan dia salim sama kamu selesai sholat pun aku diem. Dan kamu masih bilang aku nggak ngertiin Krystal?"

"Mana ada istri yang diem aja liat semuanya?" tanya gue.

"Nggak ada Kai, hiks. Nggak ada hiks"

Gue kacau, hati gue menyuruh gue supaya meluapkan semua unek-unek tertahan gue. Yang akhirnya gue keluarkan tepat di depan Kai.

"(your name)..."

Kai memegang kedua tangan gue dan mengelusnya lembut, tapi hati gue terlanjur patah karenanya.

Gue menarik nafas dalam, mencoba menstabilkan sesegukan gue.

"Kamu boleh bantu dia, tapi nggak harus sampe bawa dia masuk ke keluarga kita Kai. Nggak!" kata gue yang makin menjerit.

"Terus aku harus gimana?" tanya nya.

"Kamu udah dewasa, aku harap kamu bisa mengambil keputusan bijak yang paling baik untuk semuanya" ucap gue menyeka airmata gue.

Gue berbaring menarik selimut dan membalikan badan memunggungi Kai, meninggalkannya berfikir sendiri.

Gue capek, dan saat gue memejamkan mata pun gue nggak benar-benar tidur. Gue merasa getaran emosi di hati gue yang sama sekali belum stabil.

"Maafin aku udah bikin kamu kecewa" ucapnya.

Pagi ini, selesai memandikan Anka dan Ayana gue langsung menyiapkan sarapan mereka.

Kai keluar kamar dengan pakaian kantornya, "Dedek ngompol nggak kak?" tanya Kai pada Anak sembari menciumi pipi Ayana.

"Nggak, tapi tidulnya nendangin kakak telus" ucap Anka mengadu yang membuat Kai tertawa.

Gue tau, dia cuma mengalihkan suasana aja. Kai duduk disamping Ayana dan ikut sarapan.

"Aku berangkat ya" ucap Kai yang menatap gue. Gue hanya mengangguk pelan, gue masih nggak mau bicara dengannya.

Baru Kai sampai depan pintu ponselnya yang tertinggal di meja makan berbunyi.

Krystal is calling....

Betapa susahnya gue menelan ludah gue sendiri, seperti tercekat membaca nama yang menelpon Kai saat ini.

"Halo?" ucap Kai yang menjawab panggilan telepon itu.

"Pagi gini tukang bubur kacang ijo belom buka. Nanti jam 10" ucap Kai.

"Iya-iya, yaudah nanti aku bawain" jawabnya.

Kai mematikan panggilannya dan menghampiri gue yang pura-pura sibuk dengan Ayana.

"Are you okay? Aku mau kerumah dia karena dia ngidam bubur kacang ijo" ucap Kai yang memeluk tubuh gue dari belakang.

Suara nya yang parau dengan nafasnya yang menyentuh leher gue membuat airmata gue ingin terjun bebas.

Gue tak menjawabnya melainkan hanya meresponnya dengan deheman saja.

Kai mencium pipi gue, "Aku nggak akan lama disana, janji" ucapnya menekankan kata janji.

Gue lagi-lagi hanya berdehem.

"Aku berangkat ya!" katanya yang langsung keluar rumah.

Gue menarik nafas gue panjang, menahan airmata yang memaksa jatuh. Namun gagal, airmata gue terjun begitu saja

Gue menenggelamkan kepala gue pda kedua tangan gue diatas meja makan. Berusaha menahan suara agar anak-anak tidak mendengar.

Gue kecewa dengan Kai, gue rapuh karena Kai, gue benci Krystal.



Ah, udah mau puasa nih wkwk. Ini gue bawain update-an semoga nyambung ya jalan ceritanya wkwkwk.

Banyak banget yang dm gue minta   next:( huhu padahal gue lagi buntu banget ini wkwk. Yaudah semoga menghibur😘😘😘😘

Jangan lupa ya baca cerita gue, "BELIEVE" ramein yaaa!❤❤❤

Kai as My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang