Forty Two

5K 467 50
                                    

Perut gue dari semalem sakit banget, dan pagi ini makin jadi aja sakitnya. Gue fikir gue mau buang air, tapi tetep aja nggak hilang.

"Aduh yang gimana ya sakit banget ini" kata gue mengeluh sambil memegang perut buncit gue.

Kai mengelus-elus perut gue, "Nak, jangan siksa mama kamu dong. Kasian tuh mamanya nangis terus" kata Kai bermonolog.

"Aws! Kai ya Allah sakit banget huaa" gue mulai nangis, nggak tahan sama rasa sakitnya.

Kai mengerutkan dahi, "Jangan-jangan mau lahiran kali yang?" kata Kai menebak.

"Mana ada sih, baru juga 8 bulan yang" kata gue menepuk bahunya pelan. Gue kehabisan tenaga karena nahan rasa sakit.

Kai berdecak, "kita ke dokter aja deh yuk. Bentar ambil konci mobil dulu" kata Kai yang langsung berdiri beranjak pergi ke kamar mengambil konci mobil.

Gue nggak bergeming, masih dengan posisi meringkuk dan mengelus-elus perut gue yang super sakit.

"Ayok" kata Kai mempobong gue.

Gue menengok ke sekeliling rumah, "Anka?" tanya gue ke Kai.

"Oh iya astaga, dia di kamar" Kai menepuk jidatnya karena lupa buat mengajak Anka.

Kai melepas gue dan menghampiri Anka yang ada di kamar, dan as always he was watching favorite TV program.

Selesai mengajak Anka, Kai keluar kamar dan membopong gue kembali. Kita menuju rumah sakit untuk periksa.

"Mba, istri saya mules" kata Kai di meja resepsionis.

Resepsionis nya untung cepet tanggap dan langsung memanggil pihak UGD dan gue langsung dibawa.

Sampai di bangsal, gue diperiksa. "Bu udah berapa bulan hamilnya?" tanya Dokter.

"Delapan dok, aduuh" ucap gue menjawab sembari meringis. Sumpah ya ini lebih sakit dari hamil Anka.

Dokter mengangguk, "Ada pihak keluarganya?" tanya Dokter ke salah satu suster.

"Ada dok, di depan" ucap suster menjawab.

Dokter langsung menuju keluar kamar ruangan dan langsung menghilang dari hadapan gue.

Gue masih nahan rasa sakit yang amat, "Sus, saya kenapa sih? Aduh sakit banget" kata gue ke suster.

"Mudah-mudahan nggak papa bu, berdoa aja yaa" kata suster menenangkan gue.

Gue cuma bisa mengangguk, saat ini ucapan suster sama sekali nggak gue hiraukan. Gue bener-bener kayak mau mati aja rasanya, sakitnya bener-bener berlebih.

Sudah sekitar 20 menit gue diem di kamar nahan sakit, dan Kai masuk ke kamar nemuin gue.

"Kamu yang kuat ya!" kata Kai yang nggak gue duga menjatuhkan airmatanya.

Gue menatap Kai yang menggendong Anka penuh pertanyaan. Kai mengelus puncak kepala gue.

"K-kenapa" tanya gue terbata-bata. Gue nggak mau denger kabar buruk dari Kai. Please enggak!

Kai menarik nafas, "Nanti dokter coba bantu kamu lahiran sayang" kata Kai masih dengan nada parau.

"Kok? Ih aku masih delapan bu-"

"Ya, kamu bakalan prematur lahirannya" kata Kai yang tidak menatap gue sama sekali.

Bagai dicambuk, gue kaget setengah mati. Gimana bisa gue ngelahirin prematur? Setau gue anak gue sehat-sehat aja.

Kai mencium puncak kepala gue, "Aku disini buat kamu" katanya.

"Tapi, kenapa?" tanya gue yang juga udah nggak bisa membendung airmata lagi.

Kai memegang tangan gue, "Kita ikutin aja ya yang terbaik dari dokter, aku yakin kamu sama dedek sehat kok" katanya menenangkan gue.

Sesaat kemudian, dokter dateng ke ruangan gue dan udah siap mindahin gue ke ruang persalinan.

Di ruang persalinan, ternyata ketuban gue udah pecah dan mulai lah semua.

Gue melahirkan anak perempuan yang sedari dulu gue harapin. Gue selalu berharap kalo nikah nanti anak gue perempuan.

Selesai persalinan, Dokter membawa anak gue ke ruang inkubator. Kai mengelus punggung tangan gue, "Sehat. Cantik kayak kamu" kata Kai menyeka airmata gue.

Gue masih nggak habis fikir, kenapa anak gue bisa prematur? Mungkin gue selalu kecapekan waktu hamil dia.

"Gimana?" tanya Ibu gue yang udah di depan pintu kamar.

Kai mengangguk, "Alhamdulillah bu, tapi masih di Inkubator" kata Kai menjawab.

Gue masih lemes, nggak bisa ngapa-ngapain. Cuma nangisin keadaan yang nggak akan berubah ke yang lalu.

"Maaf ya" kata gue ke Kai dengan tatapan kosong.

Kai mengernyitkan alisnya, "Buat?" tanya nya.

"Buat aku yang belum bisa jaga dedek sebaik mungkin. hiks, maaf" kata gue yang udah nggak bisa ngebendung airmata gue.

Ibu juga nangis, mungkin terbawa suasana.

Kai mengelus puncak kepala gue lembut, "Kamu udah berusaha. Aku akan terima apapun pemberian Tuhan. Dan berusaha sebisa aku, right?" katanya yang membuat gue mengangguk.

"Makasih udah selalu ada, Kai. hiks" gue menangis hebat. Gue nggak tau harus apa lagi.

Kai mengusap airmata gue sesekali, "Aku yakin dedeknya sehat" ucapnya senyum.

"Iya, aku juga" kata gue mengangguk.

"Aku mau liat boleh nggak ya?" tanya gue sambil mengelap airmata.

Kai menatap gue, "Nanti ya kamu belum bener sehat" kata Kai.

"Please!" rengek gue.

Kai menggeleng, "Nggak. kamu jangan susah dong. Nanti juga bisa,ya?" pintanya.

Gue akhirnya mengangguk mengikuti perintahnya. Lagi juga gue masih ngerasa sakit pasca lahiran ini.

"Yang, aku belum siapin nama tau" kata Kai ngomong ke gue namun menatap punggung tangan gue yang di infus.

Gue mengangguk, "Aku juga" kata gue.

"Kamu mau namain siapa?" tanya Kai.

Gue berfikir sejenak, gue mencari nama dikepala gue. "Hm, Ayana mungkin?" kata gue ceplos.

"Ayana? Bagus kok" ucapnya.

"Kim Ayana Kailen, Kim Anka Kailan?"

"Yeah!" seru gue tersenyum.




Hi, maaf yaaa update-an ini nggak menarik sama sekali wkwk. Terimakasih untuk yang udah membaca dan masih sempet untuk komen cerita abal ini.

Gue kayaknya harus bikin konflik deh supaya yang baca makin banyak haha😂

Vote dan komen yaa!
See you gaes❤🙏

Kai as My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang