Tujuh Belas

13 4 1
                                    

Aku masih duduk melihat cewek nerd itu pergi, masih berpikir tentang hal yang sama sampai sekarang, mereka mau berteman denganku. Apakah ini sungguh-sungguh tidak sebuah jebakkan. Aish.... Semakin aku pikirkan semakin membuatku pusing. Ah iya hampir saja aku lupa, aku harus segera ke ruang musik sekarang jika tidak nanti aku akan kena omel lagi dari si Vincent. Kalau mengingat Vincent aku masih kesel sama dia, soal tadi pagi. Apa maksudnya hah? Dia bilang aku pacarnya Sam. Padahal aku sudah bilang kalau aku dan Sam tidak ada hubungan apa pun kecuali, rencana untuk Ibu kos itu.

Aku berjalan kearah ruang musik, aku gak tahu apa istimewanya aku. Tapi, setiap melewati depan kelas abang-abang (Padahal aku kelas 12, tapi nyebut adek kelas dengan sebutan abang) aku selalu mendengar kata-kata, "Hai cantik, kok jalan sendirian." atau "Kamu kenapa jalan sendirian, sini abang temenin." dan lain sebagainya. Kali ini aku tidak tinggal diam, aku harus menghajar mereka.

"Eh, abang." ucapku di depan mereka.

"Hai, cewek. Kenapa mau nemenin abang ya?" ucap salah satu laki-laki dengan senyum genit.

"Gak mau." ucapku, biasanya kalau di film-film kayak gini nih, pasti mau sesuatu dan biasanya si cewek bakal langsung nampar.

Dengan segenap rasa percaya diriku, aku berdiri di depan cowok yang sering berbicara cabul kata para cewek biasanya, PRAK...!!!! (Aku gak tahu gimana suara tamparan). Aku menampar dia, oh tidak aku beneran menamparnya.

Aduh, bagaimana ini?

"Maaf, maaf, aku tidak sengaja menamparmu, habisnya aku tidak tahan dengan omonganmu itu. Habisnya, kamu sih ngomong kayak gitu. Aku juga ngikutin gerakan ala film yang ku tonton," aku berbicara seperti itu dan melihat dia memegang pipinya bekas ku tampar tadi.

"Cewek ini aneh banget ya, dia yang nampar, dia yang minta maaf. Hahahaha,"

"Aku-kan merasa bersalah," aku menunduk dan mencoba memegang pipi cowok itu, melihat apakah tamparanku membuatnya terluka, "Maaf, sakit ya. Aku minta maaf oke."

Sial apa yang kulakukan? Kan biarin aja kalau dia kesakitan

"Tidak sakit." tiba-tiba nadanya berubah menjadi cuek.

Aku terus meminta maaf kepadanya, aku merasa tidak tenang, apalagi pas dia berlalu masuk kelas. Aish, makin tidak tenang saja pikiranku ini, hah tapi kenapa aku merasa bersalah seperti ini sih? Aku duduk dibangku depan kelas itu, memikirkan hal yang tidak penting bagi aku, tapi penting bagi pikiranku.

Vincent POV

Wullanjelly kemana ya? Kok sampai jam segini belum muncul, hah atau ada terjadi sesuatu ya dengannya, ada apa ini kenapa aku memikirkannya. Aku tidak peduli dengannya. Dia Wullanjelly sudah punya Sam.

"Arrrgggghhhhhhh....."

"Cent, lu nape? Ngacak-ngacak rambut gitu."

"Hah, siapa yang ngacak-ngacak rambut, sok tahu loe. Sam." ucap gue ke Sam, pacarnya Wullanjelly. Jujur saja, gue gak percaya kalau Sam ini pacaran sama Wullanjelly, apalagi waktu dia dikelas kena semprot dengan beberapa anak kelas. Tapi, demi menjaga imej gue ini, gue harus bersikap mendukung mereka berdua.

"Lu mikirin apaan? Cewek ya." goda si Leo anak alay yang narsisnya selangit.

"No. Wullanjelly mana? Ada yang cari dia deh. Gue mager mau nyari tuh anak."

"Owh, lo mikirin si Wullanjelly ya. Iyakan. Loe sih jadi orang gak percayaan, kalau si Sam itu tidak ada hubungannya sama tuh anak."

"Raka. Apa Wullanjelly? Si cewek aneh itu. Idih, gue mah ogah banget mikirin tuh bocah, udah deh sono cariin tuh bocah, latihan kita. Udah mau deket lomba nih."

Apa-apaan ini, gue mikirin si cewek aneh itu? Hah, konyol mending gue mikirin cewek korea daripada tuh bocah yang bikin hari-hari gue apes banget.

"Gue aja deh." sekarang apalagi hah? Sam pacar Wullanjelly yang mau mencari ceweknya dan apa ini, aku mengacungkan jempolku tanda setuju.

Hah, bisa gila gue kalau begini. Cuma ngurusin anak satu itu. Cewek aneh, cewek alien, cewek norak,dll. Lengkap deh untuk cewek sok polos model dia itu.

"Guys, sambil nunggu kita latihan dulu deh. Cek musik masing-masing."

Author's POV

Sam berjalan melewati setiap kelas, mencari Wullanjelly dilorong-lorong. Mencarinya ditaman, tempat dimana si Wullanjelly sering nongkrong. Langkahnya sudah berada diatas rerumputan taman. Matanya melihat kesekeliling dan bertumpu disatu tempat, dia bertemu dengan Wullanjelly.

<Skip, ndak usah diceritainkan pas dia jalan ke tempatnya Wullanjelly, author ngantuk neh>

"Wullanjelly." panggilnya

Gadis nan kesepian itu menoleh kearah sumber suara, dia melihat sekilas kearah Sam dan melanjutkan pikirannya.

"Eh, gak latihan lu. Ditungguin Vincent noh."

Refleks...

Wullanjelly memeluk Sam dan menangis kepelukan cowok bule betawi itu. Dia sesekali memukul tubuh Sam dan menghentakkan kakinya.

"Jahat." ucapnya dalam tangisannya.

"Siapa yang jahat?" Sam mengelus rambut Wullanjelly dan tangan kirinya memeluk tubuh Wullanjelly.

"Mereka jahat."

"Sudah.. Sudah.. Cup.. Cup.. Latiha yuk. Kan kamu vokalisnya masa iya kamu gak latihan, ayo dong kita keruang musik sekarang dan kita latihan, nanti kena omel si Vincent loh."

"Ndak mau, Incent pasti marah ama aku. Ntar aku diomelin lagi."

"Yah, makanya ayo dong latihan. Apa perlu pacarmu ini mengantarmu atau mengangkatmu. Hah."

Menggeleng lagi, Wullanjelly berlari dikoridor sekolah, seolah tangisan itu hanya iklan lewat saja. Cerianya kembali lagi.

Tapi, mereka tidak sadar. Jika ada satu orang dijauh sana yang memperhatikan mereka dengan rasa cemburu.

#Next_Yah

Vote, Read, and Read...oke

ABSURD LOVERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang