Bab 2.1 [Revisi]

87 33 24
                                    

       Mysha baru saja mendudukkan dirinya di bangku kantin tepat di samping Lis ketika dering ponselnya terdengar. Dengan gerakan malas, ia meraih ponsel di saku rok lalu membukanya.

Raka is calling...

Mysha mengernyit, melirik Lia dengan ragu lalu memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu.

"Kok gak diangkat?"

"Gak penting."

"Kali aja penting."

"Percaya deh, kalo dia telepon itu pasti nggak penting."

"Mysha ku yang cantik, coba deh sekali-kali buka hati dan mata lebar-lebar."

"Apaan deh?" Mysha memajukan bibirnya mendengar perkataan Lia.

"Itu yang telpon si Raka yang...itu?" sambil menekankan kata itu, Lia mencondongkan badannya ke arah Mysha, penasaran.

"Hmm."

"Dia masih kekeuh ngejar kamu? Nggak bisa move on ya? CLBK dong."

Mendengar itu Mysha langsung mendengus keras. Pembahasan topik inilah yang paling dihindarinya, Raka. Laki-laki itu adalah teman sekaligus mantan pacarnya saat dia duduk di bangku menengah pertama.

Tidak ada yang spesial sebenarnya, hanya kisah manis antara dua remaja yang baru menginjak angka remaja. Tidak ada keseriusan dan komitmen, hanya tentang kesenangan dan kebahagiaan. Namun kisah indahnya tidak berlangsung lama, layaknya permen karet, rasa manis itu perlahan memudar lalu hilang. Raka menemuinya dan memutuskan hubngan.

Tidak ada sedikitpun rasa sakit yang tertinggal, Mysha berhasil melewati masa awkwardpasca putus dengan Raka dengan sangat baik. Entah karena ia mulai merasakan keperdulian terhadap sosok Arvino di kehidupannya atau memang rasa itu telah lama hilang. Tidak ada yang pasti tentang itu.

"Udahlah, nggak usah bahas itu lagi."

"Terus kok—" Ucapan Lia terhenti ketika seseorang datang dan langsung menempati bangku kosong di depan Mysha.

"Ngomongin apa?"

Mysha menatap Adit- teman seperjuangan Arvino- dengan aneh, lagi-lagi tatanan rambut laki-laki itu berubah. Kali ini poni pendek terlihat menutup seluruh dahi lelaki itu hingga sebatas alis, setelah sebelumnya memodel rambutnya ala-ala boyband Korea. Benar-benar menakjubkan.

"Nggak penting. Kalian mau pesen? Yuk sekalian," jawab Lia.

"Lah emang situ ngapain aja daritadi?" kali ini giliran Rafi bertanya.

"Ini si Mysha gak jadi makan, jadi males ngantri sendiri."

Rafi menganggukkan kepala lalu beranjak untuk memesan makanan, diikuti Adit dan Lia yang mengekor di belakangnya meninggalkan Arvino dan Mysha berdua di bangku itu.

"Kenapa nggak makan?"

Mysha menoleh, mendapati Arvino yang sedang berpaku tangan menatapnya.

"Gak laper."

"Ck, diem sini." Arvino bangkit berdiri dan berjalan ke arah teman-temannya. Mysha melihat Arvino mengobrol sekilas dengan mereka sebelum membalikkan badannya dan kembali duduk di sampingnya.

"Vin nanti pulang anterin ke Gramed bentar ya."

"Yang penting ada ongkos jalannya."

"Ih." Mysha memukul pelan lengan Arvino. "Bentaran doang, lagian juga searah. Yaa?"

Ia menggoyang-goyangkan tangan Arvino memaksa. Sedang lelaki itu hanya diam dengan badan yang ikut bergerak akibat guncangan Mysha di tangannya.

"Diam berarti iya," ancam Mysha yang melihat Arvino masih saja bungkam.

"Bensin langka."

Mysha memutar bola matanya kasar, tangannya langsung terlepas dari lengan Arvino dan berpindah menonyor kepala lelaki itu. "Perhitungan banget sama sahabat sendiri."

"Tenaga laki banget," keluh Arvino sambil mengusap pelan kepalanya.

Lagi-lagi tangan mungil Mysha mendarat di tubuh Arvino, kali ini paha kirinya lah yang menjadi sasaran tepukan kuat Mysha. Tangannya bergantian memukul dan mencubit paha Arvino.

"Iya iya udah, damai." Arvino mengangkat kedua tangannya ke depan menghalangi tubuhnya dari serangan-serangan selanjutnya.

"Aduh pengantin lama tengkar mulu, wajar kali ya."

Mysha melihat Adit dan Rafi datang dengan satu piring makanan di masing-masing tangannya, sedangkan Lia memegang dua.

"Apaan deh Fi." Lia memutar bola mata malas mendengar gurauan receh Rafi kepada Mysha dan Arvino. Perempuan itu menaruh makanan di depan Mysha dan mulai menyantap makanannya sendiri.

"Makan." Satu kata dari Arvino membuat Mysha heran dan menolehkan kepalanya ke arah lelaki itu.

"Aku nggak pesan."

"Udah makan, keburu masuk."

Arvino menggeser duduknya mendekati Mysha dan menaruh tangan perempuan itu ke atas sendok. Mysha menjatuhkan pandangannya ke arah piring di depannya dan melihat seporsi nasi mawut kesukaannya, seketika perutnya berteriak lapar.

"Kalian kenapa nggak pacaran aja?" Lontaran itu membuat Mysha seketika tersedak dan terbatuk dengan keras. Tangannya bererak mengambil air mineral dan meneguknya cepat-cepat ketika merasakan usapan tangan Arvino di punggungnya. Dadanya bergetar hebat dan pipinya mulai terasa panas.

"Apaan?" ucap Mysha kikuk, matanya melirik sekilas ke Arah Arvino yang ternyata sedang menatapnya dengan tangan yang masih berada di punggungnya, mengabaikan pertanyaan Adit.

"Mendingan?"

Pertanyaan Arvino kepada Mysha membuat Adit dan Rafi bersiul menggoda, sedangkan Lia hanya menatap dua orang di depannya dengan datar.

Mysha berdeham pelan berusaha meredakan tenggorokannya yang tiba-tiba kering. Ia mengalihkan matanya ke segala arah asalkan bukan Arvino.

Entah apa yang terjadi dengan dirinya dan jantungnya akhir-akhir ini yang seringkali berdebar keras ketika berdekatan dengan Arvino, padahal selama 4 tahun persahabatan mereka Mysha tidak pernah mengalami hal aneh ini. Dan itu membuatnya takut akan kenyataan bahwa mungkin dirinya sudah jatuh hati dengan sahabatnya, Arvino.

Mysha menggelengkan kepalanya pelan, menangkis pikiran-pikiran aneh yang mulai merayap di kepalanya. Ia meneguk air sekali lagi dan mengiyakan pertanyaan Arvino.

"Benar kata Adit, kenapa nggak pacaran aja?"

Lia yang sedari tadi diam akhirnya bangkit berdiri dan perlahan mengulurkan tangan ke arah Mysha, memintanya untuk meraihnya.

"Udah ya dramanya, kita mau balik kelas dulu. Udah masuk."

Mysha bangkit dan berjalan mengekori Lia, ia tidak berani menoleh lagi ke belakang karena tatapan mata tajam Arvino masih melekat di benaknya. 

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang