Bab 5[Revisi]

31 21 7
                                    

"Kamu itu kecil tapi porsi makanmu begitu banyak."

"Enak saja kecil."

"Kenyataan. Tinggimu saja cuma sebahuku. Kadang aku berasa raksasa karena kamu terlalu mungil dan kecil."

"Ap..apa? Jangan salahkan tinggi badanku, salahkan pada badanmu yang bongsor."

"Maklum, aku kan laki-laki."

"Sama! Akupun perempuan."

Arvino terkekeh. Ia begitu suka mengoda Mysha. Perempuan itu cepat sekali emosi dan wajah sewotnya begitu menghibur.

Drttt.

Mysha mengerutkan dahi merasakan getaran ponsel di saku roknya. Ia mengambil ponsel lalu melihat satu pesan di sana. Kedua alisnya terangkat lalu memutuskan untuk mengabaikannya. Tangannya terangkat hendak kembali menyantap makanan ketika lagi-lagi ponselnya bergetar.

"Siapa?" Arvino menatap Mysha dengan pandangan bertanya.

"Raka."

"Dia masih hubungin kamu?"

Mysha menggeleng pelan kemudian mengangguk. "Nggak, tapi akhir-akhir ini mulai hubungin lagi."

"Kok nggak bilang?"

"Yah, nggak penting juga."

"Terus?"

"Ya nggak terus-terus."

Arvino berdecak kesal, tidak puas dengan jawaban Mysha. "Gangguin kamu?"

"Enggak. Cuma pesan-pesan biasa."

"Blokir aja."

Mysha menatap Arvino cemberut. "Nanti nggak sopan—"

"Enggak kalau itu mengganggumu." Sela Arvino, ia sedikit kesal mendengar Raka, mantan kekasih Mysha, kembali menghubungi perempuan itu. "Dia nggak ada urusan denganmu."

"Yah, tapi—"

"Kamu masih menyukainya?" Lagi-lagi Arvino memotong ucapan Mysha. Ia menyipitkan matanya, menuduh Mysha.

"Kamu gila?"

"Nah lalu?"

"Fine. Blokir." Ucap Mysha cepat.

Arvino terdiam, ia menatap Msyha sebentar lalu kembali melanjutkan makannya. Sedangkan Mysha masih terdiam dengan ponsel di tangannya setelah memutuskan untuk menuruti perkataan Arvino. Ia sedikit merasa bersalah tapi anehnya juga lega.

"Menyesal?"

Mysha mendongakkan kepala mendengar perkataan Arvino. "Tidak," jawabnya tegas.

"Ekspresimu berkata sebaliknya."

Lagi-lagi Mysha cemberut. Arvino mengatakannya dengan tajam. "Aku hanya merasa bersalah. Karena menurut Dinda, Raka hanya berusaha untuk berbaikan."

Mysha melihat Arvino mengerutkan dahi. Laki-laki menatapnya lama sebelum kembali berbicara. "Berbaikan? Bagus, kamu berkata akan kembali dengan mantanmu di depan kekasihmu?"

Mysha tahu Arvino berniat menyindirnya. Namun dirinya sama sekali tidak merasa tersindir. Anehnya ia malah terfokus dengan kata terakhir Arvino dan itu membuatnya berdebar seketika. Kekasih...

Mysha jadi bertanya-tanya, sejak kapan dirinya mulai berdebar ketika berdekatan dengan lelaki ini? Sejak awal pertemanan mereka kah? Sejak ia memutuskan untuk ikut menyelami masa lalu Arvino kah? Atau sejak Arvino mengajaknya pacaran? Entahlah, Mysha tidak tahu dan itu membuatnya frustasi.

"Kenapa ekspresimu malu-malu begitu?"

Mysha mengerjapkan matanya sebetar lalu menatap Arvino sebal.

"Bodoh. Tentu saja nggak. Maksutnya berbaikan dalam artian berteman."

Arvino menatap Mysha dan mengerutkan dahi. "Nggak ada pertemanan antara laki-laki dan perempuan."

"Itu jelas nggak benar." Mysha memutar bola mata. Lalu mereka ini apa? Pikirnya.

"Dengar, jikapun ada maka kenyataan di baliknya adalah salah satu dari mereka pasti memiliki perasaan lebih kepada yang lainnya. Jika tidak, mengapa mereka harus susah payah berhubungan, membantu, saling percaya, menghabiskan waktu satu sama lain, hanya untuk satu orang?"

Kali ini Mysha terperangah. Ucapan Arvino benar-benar membuatnya melambung dan jatuh secara bersamaan. Bagaimana bisa Arvino mengucapkannya dengan begitu santai dan tenang?

"Lalu kita?"

Arvino menatap Mysha dengan pandangan bertanya, "Memangnya kita kenapa?"

"Kuingatkan kalau-kalau kamu lupa. Kita berteman empat bahkan hampir lima tahun lamanya, itu adalah waktu yang lama menurutku dan menurutmu itu akan sia-sia karena hanya menghabiskan waktu untuk satu orang saja?"

Mysha melihat Arvino sedikit tersentak mendengar ucapannya. Lelaki itu terdiam beberapa detik sebelum kembali membuka mulut. "Kita pacaran kalau-kalau kamu lupa," sahut Arvino menirukan gayanya.

"Kekasih beberapa hari." Tegas Mysha. "Kita berteman selama empat tahun dan berpacaran baru beberapa hari." Lanjutnya.

Kini Arvino benar-benar terdiam. Lelaki itu seolah tertohok dengan ucapan Mysha. Berulang kali Mysha melihat Arvino membuka lalu menutup kembali mulutnya, seolah sedang mencoba mencari jawaban yang tepat.

"Hmm?" Mysha mengangkat kedua alisnya bertanya dan mendesak Arvino untuk memberinya penjelasan atas segala teori anehnya itu mengenai persahabatan laki-laki dan perempuan.

Arvino berdecak pelan lalu sedikit mencondongkan badnnya ke arah Msyha. Ia terlihat menarik napas panjang. Matanya berusaha tetap fokus menatap mata indah Mysha di hadapannya meskipun itu semakin membuat jantungnya berdebar dengan keras.

"Ya." Arvino terdiam beberapa detik sebelum kembali berbicara. "Seperti apa yang ku katakan. Nggak ada namanya sahabat antara laki-laki dan perempuan. Jikapun ada maka the problem its me."

Arvino terdiam setelahnya, sengaja menghentikan perkataannya. Ia menajamkan pandangannya, mencoba meneliti ekspresi Mysha. "Aku memiliki perasaan itu sejak awal tanpa kamu dan aku sendiri sadari." 

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang