Mysha mengetuk-ngetukkan kakinya dengan tidak sabar, berulang kali ia melirik jam di pergelangan tangannya lalu berdecak kesal. Sore ini ia sudah berjanji untuk menemani Arvino berlatih futsal di lapangan sekolah, dan di sinilah sekarang ia berada. Berdiri di depan pintu ruang ganti hampir 15 menit lamanya untuk menunggu Arvino berganti baju.
Mysha kembali melirik jam tangan di tangannya. Arvino berkata bahwa latihan dimulai jam 3 sore, sekarang sudah hampir jam 3 namun laki-laki itu masih betah berada di dalam. Memang butuh waktu berapa jam bagi Arvino untuk ganti baju?
Mysha berdecak kemudian kembali meluruskan punggungnya. Ia berdiri tegak lalu matanya melirik ke arah pintu yang masih tertutup. Niatan untuk menggedor pintu keras-keras, tiba-tiba saja muncul di benak Mysha. Ia menolehkan kepala ke kiri dan kanan untuk melihat keadaan di sekitar.
Setelah yakin tidak ada orang yang lewat, Mysha mulai melangkahkan kaki mendekati pintu dan mengacungkan kepalan tangannya. Saat tangannya mulai terayun, tiba-tiba saja pintu terbuka membuat Mysha terkejut dan dengan cepat memundurkan badannya.
"Mau nonjok siapa?" Arvino keluar lalu menatap Mysha dengan bingung. Kemudian Arvino mendekati Mysha dan menangkap pergelangan tangannya yang masih terkepal di atas kepala. Laki-laki itu tersenyum geli sambil menggenggam erat-erat tangan Mysha lalu dengan perlahan menurunkannya. "Lama ya?"
Mysha mendengus sebal mendengar perkataan Arvino. "Ganti baju hampir 15 menit? Dandan dulu ya?" sindir Mysha. Namun Arvino hanya menanggapinya dengan kekehan lalu dengan santai melepaskan tautannya di pergelangan Mysha dan berganti memeluk pundaknya.
"Keluarin isi dulu."
"Isi apaan??"
Arvino tertawa lebar melihat tatapan yang ditunjukkan Mysha. Ekspresi shock yang ditunjukkan perempuan sangat kontras dengan wajah mungilnya.
"Jangan ketawa," rutuk Mysha. Tangannya kemudian bergerak untuk melepaskan rangkulan Arvino di bahunya, merasa tidak enak jika nantinya dilihat oleh murid lain.
"Duh, untung udah resmi ya hubungannya, jadi nggak bakal ada lagi fitnah kayak dulu kalau lagi peluk-pelukan."
Mysha tersentak kemudian dengan cepat menghentakkan tangannya dan melepaskan rangkulan Arvino lalu menatap Rafi dengan bibir mengerucut.
'"Apa?" Rafi menyeringai menatap Arvino yang kini tengah menghembuskan napas kesal dengan kedua tangan beralih masuk ke saku celana, kemudian beralih melirik Mysha dan mengedipkan sebelah matanya.
"Ck, udah abaikan aja." Arvino bergerak maju selangkah kemudian berbalik lagi dan meraih pergelangan tangan Mysha dan menariknya pelan.
"Urus urusan percintaanmu sendiri," ucap Arvino sambil lalu.
Mysha merasakan beban berat tiba-tiba saja memerangkap pundaknya. Ia segera menoleh dan menemukan wajah jahil Rafi di sisi kanannya dengan lengan merangkul pundaknya.
"Raf—" Mysha hendak protes ketika setelahnya ia melihat Arvino menghentakkan tangan Rafi sambil mengumpat sebal. Arvino melepaskan genggamannya dari tangan Mysha lalu berkacak pinggang menatap Rafi dengan dahi mengerut.
"Apa?" Lagi-lagi Rafi menyeringai ke arah Arvino.
"Ngapain rangkul-rangkul?"
"Kan kita teman, ya nggak Mys?" Rafi menggerakkan kedua alisnya naik turun, matanya berkilat menatap Mysha dan Arvino bergantian.
"Nggak perlu rangkul juga kan?"
"Ada yang ngelarang?"
Kini Arvino terang-terangan menunjukkan raut sewotnya, laki-laki itu semakin mengerutkan dahi tidak suka. "Ada lah."
"Siap—"
Mysha bergerak mengangkat kedua tangannya dengan cepat, mengarahkannya tepat ke depan muka Arvino dan Rafi, menghentikan perdebatan tidak penting yang sedang mereka lakukan.
"Bentar ya, aku ke lapangan dulu. Kalian bisa di sini, debat sepuasnya." Mysha tersenyum manis ke arah Arvino dan Rafi bergantian kemudian melenggang pergi.
"Sha!" Mysha tetap melenggang tanpa perduli teriakan Arvino di belakangnya. Laki-laki itu berlari menyusulnya diikuti Rafi dibelakangnya. Mysha memutar bola mata.
Kadang ia heran dengan pertemanan kaum adam, mereka selalu saja saling olok dan adu kekerasan tapi anehnya itu membuat mereka terlihat lebih dekat tanpa merasa sakit hati. Berbeda dengan kaum hawa, seperti dirinya, bersinggungan sedikit saja bisa-bisa membuat yang lain tersinggung. Ia menggelengkan kepala dan terkekeh pelan dengan pemikirannya.
Arvino dan Rafi muncul di sebelahnya ketika mereka hampir memasuki area lapangan. Arvino masih terlihat kesal dengan tingkah Rafi namun hanya dibalas kerlingan nakal oleh lelaki itu.
"Duduk di bangku situ aja. Nitip tas." Tunjuk Arvino ke arah bangku panjang di tepi lapangan. Mysha kemudian mengangguk lalu menerima uluran tas kain Arvino dan membawanya bersamanya.
Mysha duduk menyandarkan punggung di sandaran kursi dengan nyaman. Ia menatap sekeliling lapangan yang sebagian besar adalah laki-laki. Kemudian pandangannya terarah pada Arvino yang tengah di rangkul oleh Rafi dan berjalan menuju ke tengah lapangan untuk melakukan pemanasan. Mysha tersenyum kecil melihat kedekatan kedua laki-laki itu.
Adit datang setelahnya lalu dengan santai memukul kedua bahu Arvino dan Rafi dari belakang dan merangkulnya bersamaan. Rafi mengumpat kesal dengan kehadiran Adit yang tiba-tiba sedangkan Arvino memutar bola matanya jengah.
"Ditemenin nyonya besar eh?"
Arvino menaikkan satu alisnya menatap Adit.
"Pastinya, tadi aja waktu di jalan mereka.." Rafi menyeringai kemudian menyatuka kedua jari-jarinya yang dikuncupkan lalu, "Nah."
Adit dan Arvino membelalakkan mata bersamaan. Adit menatap Arvino tidak percaya. "Udah di segel?"
Arvino menatap tajam Adit dan Rafi bergantian. "Apaan? Enggak. Fitah." Sungutnya.
Rafi terkekeh kemudian mendekati Adit dan berbisik pelan di telinganya. Lalu setelahnya, keduanya tertawa bersamaan. Arvino memicingkan mata menatap kedua temannya.
"Raf, jangan bicara yang enggak-enggak." Arvino maju selangkah mendekati Rafi.
"Aku bicara apa adanya bro." Ucap Rafi.
"Kau ganas juga Vin." Adit mengerlingkan matanya ke arah Arvino. Arvino semakin menyipitkan matanya curiga dengan apa yang telah dikatakan Rafi barusan. Ia kembali maju satu langkah kemudian dengan cepat meraih kepala Rafi dan menjepitnya pelan di lengannya.
"Bicara apaan hah?" Ucapnya kesal.
"Lepas." Rafi mencoba meraih tangan Arvino yang kini sedang mengapitnya erat-erat, namun tidak berhasil. "Arggh iya iya. Dit woi bantuin."
Adit tertawa tanpa berniat membantu sama sekali. Ia malah mendekati Rafi dan memegang pinggangnya keras-keras. Seakan tahu apa kelemahan Rafi, Arvino kembali mengeratkan pitingannya di leher Rafi membuat Rafi memberontak semakin keras. Suara tawa memenuhi lapangan sore itu.
Mysha tersenyum lebar melihat kegilaan ketiga temannya di lapangan. Tak jarang, beberapa orang terlihat terhibur dengan aksi ketiga laki-laki itu membuat suasana lapangan semakin riuh.
Kehangatan perlahan menjalar di hati Mysha, melihat bagaimana Arvino tertawa begitu lebarnya, membuatnya ikut merasakan kebahagiaan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIS-UNDERSTANDING [REVISI]
RomanceMysha menikmati hidupnya yang sekarang. Ia punya keluarga yang pengertian, juga Arvino, sahabat yang kini merangkap sebagai kekasihnya. Semua terasa sempurna bagi Mysha, sebelum seseorang dari masa lalunya kembali datang dan menghancurkan kebahagia...