Mysha tersenyum kecut melihat sikap Arvino pagi ini. Memang, laki-laki itu masih menjemputnya tadi pagi, tapi sepanjang perjalanan ke sekolah Arvino sama sekali tidak berniat untuk membuka mulutnya.
Semua perkataan dan pertanyaan yang diajukan Mysha hanya ditanggapi dengan anggukan atau gelengan dari kepalanya. Mysha mendesah kecewa dan memutuskan untuk berbicara dengan Arvino di sekolah nantinya.
"Ada apa Mysh? Wajahmu murung sejak tadi."
Mysha menatap Anya cemberut kemudian meletakkan ponsel di meja.
"Arvino mogok bicara."
"Kenapa?"
"Salah paham sebenarnya. Tapi, aku juga salah karena lebih memilih untuk berbohong ketimbang menjelaskannya."
Anya mengerutkan dahi, kemudian meraih bahu Mysha pelan. "Kenapa nggak bicara jujur aja?"
"Susah Nya, kalau jujur, aku takut Arvino marah. Tapi kayaknya Arvino emang udah tahu kalau aku bohong." Keluhnya.
"Nah itu, kau tahu kan, kebohongan kecil bisa merusak segalanya. Dan lagi, kepercayaan itu mahal Mys. Tidak setiap orang beruntung mendapatkan kepercayaan dari orang lain apalagi orang itu sejenis Arvino." Anya menarik napas dan menatap Mysha lembut.
"Tapi kamu, kamu berhasil mendapatkan kepercayaan itu. Jadi, jangan sia-siakan semua kepingan kepercayaan yang sudah Arvino berikan untukmu. Jaga itu selagi kamu mampu."
Mysha menganggukkan kepala keras-keras, menatap Anya dengan penuh haru. Ia mengulurkan tangan memeluk perempuan itu sekilas kemudian bangkit berdiri. Anya menatapnya dengan penuh tanya.
"Mau ke lapangan belakang, ketemu Arvino." Jawab Mysha sambil tersenyum kecil dan menunjukkan layar ponselnya.
֍֍֍
"Ada apa?" Tanya Arvino tanpa basa-basi begitu melihat Mysha.
Mysha memberengut kesal tapi mencoba untuk menekan kekesalannya atas reaksi Arvino. "Duduk dulu."
Arvino menghela napas pasrah dan mengikuti Mysha untuk duduk di sampingnya. "Jadi, ada apa?"
Mysha terdiam beberapa detik dengan pandangan lurus ke depan.
"Maaf," ucapnya, tangannya bergerak memelintir ujung rambut yang berjatuhan di depan dadanya, berusaha menghilangkan kegugupan atas kediaman Arvino. "Aku nggak memikirkan perasaanmu."
Ia melirik pelan ke arah Arvino yang masih terdiam di posisi yang sama dengan pandangan lurus ke depan tanpa menatapnya sama sekali. Mysha berusaha menahan helaan kekecewaan yang perlahan muncul atas reaksi dingin Arvino.
"Aku tahu aku salah membohongimu. Tapi saat itu aku benar-benar nggak berniat untuk melakukannya."
"Tidak ada niatan tapi tetap melakukannya? Wah, aku kagum dengan itu." Sela Arvino tajam. Laki-laki itu memandang Mysha tepat di kedua bola matanya, seolah mencoba untuk mencurahkan seluruh kekecewaan laki-laki itu ke sana.
"Bukan gitu.. Kemarin tiba-tiba Lia memintaku untuk menemaninya dan Raka untuk pergi keluar. Awalnya aku menolak, tapi Lia memberitahuku bahwa mereka akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk adik Raka, jadi aku tak enak hati untuk menolak." Mysha menghentikan perkataannya, ia mendongakkan kepala mencoba memberanikan diri untuk menatap Arvino yang ternyata saat itu juga sedang menatapnya.
"Saat tiba-tiba kamu tanya, aku bingung harus menjawab apa. Aku takut kalau kamu marah jika aku bilang aku pergi dengan Raka walaupun ada Lia juga di sana."
"Dan kamu memilih untuk berbohong."
Mysha tersentak, Arvino mengucapkannya dengan begitu tajam dan menusuk.
"Maaf. Aku nggak mau buat kamu marah dan berakhir bertengkar denganmu lagi."
"Lalu?"
Mysha mengerjabkan matanya, merasa bingung dengan perkataan Arvino. "Lalu..sudah, itu berakhir hari itu, nggak ada apa-apa antara aku dan Raka."
"Nggak ada apa-apa?"
"Iya," jawab Mysha sambil mengernyitkan kening, heran dengan nada bicara Arvino yang tiba-tiba berubah sinis. "Benar-benar nggak ada apa-apa. Aku hanya merasa simpati itu saja."
Mysha merasa ragu, haruskah ia mengatakan juga bahwa Raka menciumnya? Apa yang akan Arvino lakukan? Akankah laki-laki itu marah dan kecewa padanya? Mysha menggaruk pelipis merasa frustasi, pastinya Arvino akan marah padanya. Dan lagi, kenapa Raka harus menciumnya saat itu?
"Kamu ingin mengatakan sesuatu?"
Mysha menoleh dengan kaget, namun dengan cepat menjauhkan wajahnya ketika tanpa ia sadari jarak antara wajahnya dan wajah Arvino begitu dekat. Arvino menatapnya dengan sedikit menunduk, membuat Mysha memilih untuk memundurkan kepalanya, menghindari kalau-kalau Arvino akan mendengar detak jantungnya yang tak karuan.
"Ah nggak..itu..bukan apa-apa." Ucap Mysha gugup.
Kemudian Mysha melihat Arvino bangkit berdiri dan tanpa berkata apapun pergi meninggalkannya.
Hanya itu?
Mysha menghembuskan napas keras-keras. Rupanya Arvino benar-benar marah padanya. Laki-laki itu hanya memberikan respon singkat bahkan pergi meninggalkannya begitu saja di sana. Ia menatap punggung Arvino yang perlahan mulai menjauh. Benar apa kata Anya, seharusnya ia bisa menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh Arvino.

KAMU SEDANG MEMBACA
MIS-UNDERSTANDING [REVISI]
RomanceMysha menikmati hidupnya yang sekarang. Ia punya keluarga yang pengertian, juga Arvino, sahabat yang kini merangkap sebagai kekasihnya. Semua terasa sempurna bagi Mysha, sebelum seseorang dari masa lalunya kembali datang dan menghancurkan kebahagia...