Bab 4.2[Revisi]

52 25 4
                                    

"Mending ini atau yang ini?" Mysha merentang kedua tangannya yang masing-masing memegang novel yang berbeda dan menunjukkannya ke depan wajah Arvino. Lelaki itu mengendikkan bahu acuh.

"Ngga semua."

Mysha cemberut menatapnya. Memang kesalahan besar mengajak seorang Arvino untuk pergi mengantarnya membeli novel.

Tapi tidak ada pilihan lagi untuk Mysha, karena hanya Arvino lah yang mampu dan mau menunggunya berjam-jam berkeliling Gramedia hanya untuk sekedar membeli beberapa buah novel. Itupun ia harus melakukan sogokan setelahnya.

"Payah. Hue, kenapa semuanya begitu menggoda?"

"Menggoda apaan."

Mysha menatap defensif ke arah Arvino setelah mendengar nada meremehkan dari suara lelaki itu. Tapi ia memutuskan untuk mengabaikannya dan memutar tubuh ke arah rak-rak di sampingnya dan kembali memilih. Entah sudah berapa lama Mysha berkeliling ke tiap-tiap rak untuk mencari jenis novel dam komik yang ia sukai, yang ia tahu Arvino sudah menatapnya lega ketika akhirnya dirinya berjalan menuju kasir.

"Udah?"

Mysha menyeringai dan mengangguk kuat. Arvino segera bergeser dan ikut berdiri mengantri di belakangnya.

"Langsung pulang atau gimana?" Arvino sedikit memajukan badannya dan melongokkan kepala tepat di samping Mysha.

"Ngafe dulu lah."

"Ah ngerayain hari jadi ya?"

Mysha bergidik ngeri melihat Arvino berusaha mengerlingkan satu matanya untuk menggodanya. Namun ekspresi laki-laki itu justru nampak konyol, aneh memang, tapi tetap tidak mengurangi sedikitpun kadar ketampanannya.

Pemikiran itu membuat Mysha seakan tersadar dan dengan cepat memalingkan muka. Arvino yang tidak siap dengan pergerakan kepala Mysha yang begitu tiba-tiba, seketika mengaduh pelan merasakan hantaman yang lumayan keras di ujung hidungnya.

"Aww!" Arvino meringis sambil mengusap hidungnya yang mulai memerah. Ia kembali menegakkan badannya untuk menghundari serangan lanjutan dari Mysha.

"Kamu ngakpapa?" Mysha dengan cepat berbalik dan menatap Arvino yang masih setia mengusap-usap hidungnya. Kemudian matanya melotot.

"Kok kamu nangis??" Tanpa bisa mengontrol suaranya, Mysha memekik kuat.

"Shhh nggak, pelankan suaramu. Salahkan kepalamu yang begitu keras itu." Arvino meraih kedua bahu Mysha lalu memutar badannya. "Giliranmu bayar," lanjut Arvino kemudian mengangguk sopan membalas sapaan petugas kasir.

"Vin, nggak mau bayarin?" goda Mysha sambil menggoyang-goyangkan kedua alisnya. Ia menatap ke arah Arvino dan tersenyum lebar. Mencoba peruntungannya kali ini sembari menunggu petugas kasir menotal belanjaannya dengan melayangkan godaan-godaan kepada kekasih satu harinya itu dan membuatnya malu.

"Nanti kalo udah sah. Biar duitnya gak kebuang sia-sia."

Kini giliran Mysha yang dibuat malu. Perkataan frontal Arvino yang diucapkan dengan raut wajah datar tanpa ekspresi itu membuat Mysha ingin menenggelamkannya hidup-hidup. Mau ditaruh dimana mukanya?

"Totalnya 203.000 rupiah mbak."

Ucapan petugas kasir di depannya membuat Mydha tersadar dan segera merogoh tasnya untuk mengambil dompet. Ia mengabaikan kekehan dari beberapa petugas wanita lainnya yang saat itu memang sedang berada di samping meja kasir dan kemungkinan besar mendengar perkataan Arvino.

Mysha mengulurkan tangan dan mengulurkan tiga lembar uang seratus ribuan. Tanpa menunggu lama, petugas kasir itu menyerahkan uang kembaliannya dan mengulurkan kantong belanjaannya. Mysha menerimanya dengan kikuk kemudian berjalan menuju pintu keluar tanpa memperdulikan Arvino di belakangnya.

"Ke kafe mana?"

Mysha terus bungkam mengabaikan Arvino yang sudah berhasil mengiringi langkahnya.

"Tiba-tiba sariawan ya?"

Lagi-lagi Mysha mengacuhkan ejekan Arvino. Kali ini Mysha berhasil membuat lelaki itu gemas dan tanpa peringatan langsung meraih bahu kiri Mysha, merangkulnya.

"Lepas ih, modus."

"Sama pacar sendiri juga."

"Alah belum jadi pacar waktu itu juga udah rangkul-rangkul."

Arvino mendengus pelan tanpa melepaskan rangkulannya.

"Udah ah gerah, lepas."

"Gak. Nggak akan pernah aku lepas."

Ucapan itu terasa ambigu bagi Mysha. Mendadak detak jantungnya berpacu dengan cepat dan pipinya kembali terasa panas. Ia berusaha menetralkanan ekspresinya agar Arvino tidak berpikiran macam-macam dan berpeluang lagi untuk menggodanya. Arvino memang paling bisa membuatnya jantungan apalagi dengan sikap acuhnya itu.

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang