Bab 9.2[Revisi]

27 15 4
                                    

Mysha berjalan mondar-mandir di kamarnya sejak sepuluh menit yang lalu. Ia tengah berharap cemas dengan pesan yang telah ia kirimkan kepada Arvino untuk memintanya menjemputnya pagi ini. Entah sudah berapa decakan terlontar dari bibir mungilnya itu.

"Sayang, turun dulu makan." Kepala Sarah muncul begitu saja di antara daun pintu.

Mysha menoleh lalu mengangguk. Ia berjalan lesu mengikuti bundanya.

Di ruang makan, Bramantyo menyambutnya dengan senyuman lebar yang hanya dibalas senyum kecut oleh Mysha.

"Kenapa pagi-pagi lesu?"

"Galauin pacar, Yah." Celetuk Sarah menjawab pertanyaan Bramantyo.

Mysha cemberut menatap kedua orangtuanya lalu memilih untuk mengabaikan. Ia duduk tenang di kursi kemudian mulai menyantap makanan.

Ketukan di pintu depan menginterupsi kegiatan makan Mysha, Sarah, dan Bramantyo. Mysha yang seketika tersadar hendak bangkit sebelum suara Bramantyo menghentikannya. "Habiskan makananmu Mysha, ayah yang akan membukanya." Mysha hendak protes namun urung melihat ketegasan di wajah ayahnya.

Mysha menggigit bibir kemudian, menunggu kepastian siapa tamu yang datang, namun ayahnya tak lagi kembali ke meja makan. Sarah, yang melihat kegelisahan putrinya segera menegur Mysha pelan. "Lanjutkan sarapanmu sayang, nanti telat." Dan Mysha hanya mampu menganggukkan kepala.

"Udah?" tanya Arvino sembari bangkit berdiri begitu melihat Mysha muncul di ruang tamu.

"Eh?" Mysha mengerjabkan matanya tidak percaya.

Kemduian ia melihat ayahnya berdiri dan menepuk bahu Arvino pelan. "Nah, Arvino sudah datang kan. Jadi tidak ada galau-galauan lagi." Ucap Bramantyo geli sambil menatap putri semata wayangnya.

"Ayah, Mysha nggak pernah bilang galau."

"Dari kemarin bunda bilang kamu uring-uringan takut Arvino marah. Nih Arvino udah di sini, baik-baik saja tuh."

Mysha menatap ayahnya cemberut. "Tau deh. Mysha mau berangkat dulu takut telat. Assalamualaikum Bun, Yah." Ucap Mysha sembari bergerak menyalami Bramantyo dan Sarah, lalu berpaling menatap Arvino sebentar sebelum melangkah keluar rumah.

Arvino menyusul tidak lama kemudian. Laki-laki itu berjalan melewati Mysha begitu saja menuju motornya. Mysha memajukan bibirnya begitu menyadari bahwa Arvino masih marah padanya. Ia bergerak mengikuti Arvino tanpa sepatah kata pun. Keheningan menjadi teman setia mereka hingga tanpa sadar motor Arvino sudah mulai memasuki pelataran sekolah.

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang