Bab 2.2[Revisi]

66 33 20
                                    

"Woi semuanya perhatian. Bu Ika ngasih tugas karena beliau siang ini ada rapat dan —"

"Wohooo."

"Yess free."

"Akhirnya!"

Suara teriakan demi teriakan memenuhi kelas Mysha siang itu. Belum sempat Aldi, sang ketua kelas, melanjutkan perkataannya seluruh murid sudah beranjak dari kursi masing-masing dan berteriak kegirangan.

Tak terkecuali Mysha, ia berdiri mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan saling berpelukan dengan Lia. Berlebihan memang, tapi inilah kesempatan yang mungkin tidak akan terulang kembali. Karena dalam sejarahnya Bu Ika adalah guru paling teladan dan killer sepanjag masa, jangankan bebas kelas, terlambat masuk kelas saja hanya sekali-dua kali.

"WOOI." bentakan dari Aldi membuat seisi kelas XII IPA 4 terdiam seketika, semua mata memandang ke depan dan menatap Aldi yang memasang wajah galaknya. Seketika suasana menjadi hening, tidak ada lagi yang berani membuka suaranya.

Aldi memang terkenal menyeramkan, karena selain dirinya mudah marah, Aldi juga merupakan pribadi yang serius. Itulah mengapa ia terpilih menjadi ketua kelas dan mantan ketua OSIS tahun lalu.

Sifat itulah yang membuatnya sekilas terlihat mirip dengan Arvino, menurut teman-teman Mysha, sama-sama terlihat menyeramkan, namun Arvino masih bisa dijinakkan oleh Mysha sedangkan Aldi tidak.

Terkadang Mysha heran, dilihat dari mananya Arvino menyeramkan? Yang ada malah menyebalkan. Perempuan itu menggelengkan kepalanya pelan tersadar, lagi-lagi Arvino muncul dipikirannya tanpa peringatan.

Ketukan di pintu kelas menginterupsi keheningan kelas itu, namun tidak ada satupun dari mereka yang berani membuka. Sedangkan Aldi tetap pada posisinya tanpa memperdulikan ketukan di pintu.

Perlahan daun pintu terbuka dari luar dan memunculkan sepenggal kepala tanpa badan. Semuanya sontak menoleh ke arah pintu dengan berbagai macam pandangan.

"Hai. Lagi pada sibuk ya?" Rafi menunjukkan gigi depannya seraya tersenyum lebar tanpa dosa, kepalanya bertahan di antara pintu.

Aldi hanya meresponnya dengan sebelah alis terangkat dan bertanya, "Ada apa?"

"Umm cari.." Pandangan Rafi berkeliling mencari keberadaan Mysha dan ketika berhasil menemukannya, ia semakin melebarkan senyuman.

"..Mysha." Mysha melotot dan menggelengkan kepalanya seraya menggerakkan kedua bola matanya seolah mengisyaratkan Rafi untuk segera pergi. Seakan mengerti dengan ketegangan di sekitarnya, Rafi langsung melenyapkan senyum dan kembali menatap Aldi.

"Eh nggak jadi," ucapnya seraya meringis pelan, tangannya telulur ke depan mempersilahkan Aldi untuk melanjutkan pembicaraan.

"Ada apa Fi?" Aldi mengulang pertanyaannya dan mulai melangkahkan kaki mendekati pintu.

"Eh, eh enggak. Tadi cuma ngetes doang. Udah ya bye."

Pintu tertutup diikuti Rafi yang menghilang di balik pintu, membuat Mysha menghembuskan napas lega. Namun rupanya ketenangan tak sampai di situ, karena yang terjadi selanjutnya adalah Rafi yang menempelkan wajahnya di jendela samping kelas membentuk ekspresi konyol dan menggerakkan tangan serta kepalanya ke kanan dan kiri membentuk pola aneh.

Mysha berdecak sebal dan merutuk lelaki itu dalam hati. Sangat tidak peka. Sedangkan teman-teman satu kelasnya sibuk menahan tawa melihat tingkah konyol Rafi, beberapa dari mereka bahkan tertawa terang-terangan.

"Ehem, mending kamu keluar aja Sha. Daripada dia bertingkah lebih konyol lagi."

Mysha terdiam menatap Aldi ragu, lalu memutuskan untuk berjalan keluar meninggalkan kelas dan mengikuti langkah Rafi.

Entah sudah berapa lama Mysha mengikuti Rafi yang terus saja berjalan santai di depannya tanpa ada niatan memberitahukan tujuan sebenarnya. Lelaki itu hanya berkata bahwa Arvino membutuhkannya, dan dengan itu Mysha setuju untuk mengikutinya.

Mysha menatap arah jalan yang dituju Rafi, kemungkinan besar mereka akan menuju ke lapangan atau UKS, karena bangunan yang ada di ujung timur sekolah hanyalah kedua tempat itu.

Mysha sangsi bahwa Arvino bermasalah, karena ia tahu betul Arvino adalah orang paling tenang yang pernah ia temui. Lelaki itu jarang sekali menampakkan emosinya kepada orang lain. Dan ketidakmungkinan lainnya adalah karena lapangan dalam kondisi sepi, tidak ada tanda-tanda kerusuhan apapun. Mysha semakin penasaran dan mencoba menyamai langkah Rafi.

"Arvino sakit?"

"Kok tau?" Mysha memutar bola matanya jengah, "Tujuanmu satu-satunya pasti UKS, karena lapangan sepi. Jadi? Dia sakit?" Tanya Mysha sedikit merasa khawatir.

"Khawatir ya?"

"Seriusan, Arvino beneran sakit?" Mysha sedikit memaksa Rafi untuk menjawabnya, kemudian menarik diri dari Rafi dan menggelengkan kepalanya sendiri, membuat Rafi keheranan.

"Ngapain geleng-geleng?"

"Aneh aja spesies kayak Arvino bisa sakit."

"Heh, Arvino juga manusia kali. Awas jangan mewek nanti kalo liat Arvino, jangan nangis-nangis bombay."

"Dih apaan?" Mysha bergidik ngeri, membayangkan perkataan Rafi.

Namun sedetik setelah itu Mysha seolah tersadar,

"Jangan bilang Arvino sakit keras?" ditatapannya lagi Rafi dengan ngeri, membuat pria itu menyentil dahinya pelan seraya tertawa kecil.

"Aww!" Mysha mengaduh kesakitan, tangannya bergerak mengelus dahinya.

"Jangan sembarangan kalo bicara. Nah sekarang mending kamu masuk. Ingat, jangan histeris."

Mysha menganggukkan kepalanya lalu memasuki UKS dengan sedikit tergesa. Dilihatnya Bu Rina, petgas UKS, sedang sibuk dengan baskom dan es batu di tangannya. Mysha mendekati petugas itu dan menanyakan keadaan Arvino.

"Oh mau jenguk Arvino? Ayo sekalian saya mau mengompres dia."

Mysha mengangguk lalu mengekori Bu Rina menuju satu bilik yang berada di pojok ruangan. Bu Rina membuka tirai yang menutupi dan di sanalah terlihat Arvino yang terbaring lemah.

"Wajah kamu kenapa?!" Mysha seketika histeris melihat wajah babak belur Arvino, melupakan kenyataan bahwa di sampingnya berdiri Bu Rina yang kini sedang menatapnya syok.

Seakan tersadar, Mysha segera menutup mulutnya lalu mengangguk malu kepada Bu Rina, yang hanya dibalas gelengan oleh petugas itu. 

MIS-UNDERSTANDING [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang